Friday, April 11, 2008

kecantikan

Kecantikan bukan berada pada raut wajah, dia terpancar bagai serunai sinar dari dalam hati." Kahlil Gibran (1883-1931), Pujangga

Tuesday, April 8, 2008

Impian

"Impian adalah ilustrasi... dari sebuah buku yang ditulis jiwa tentang diri." Marsha Norman, Penulis Drama AS-Peraih Pulitzer 1983

Monday, April 7, 2008

Masihkah Kita Merasa Besar?

Masihkah kita merasa besar? Kalimat itu tertulis di layar monitor elektronoik berukuran besar yang terpasang di gedung Planetarium TIM, Jakarta Pusat. Dalam media itu diceritakan perbandingan ukuran planet bumi dengan tata surya lainnya.

Pernahkah membayangkan? Betapa kecilnya bumi dibandingkan tata surya lainnya. Lalu manusia? Betapa sangat mungilnya ukuran manusia di alam semesta ini. Seperti debu yang jatuh di planet bumi. Dan bumi sendiri Nampak seperti sebuah titik, jika disandingkan dengan matahari.

Setelah membaca beberapa kali tulisan yang terpasang di dinding bangunan Planetarium itu, saya menjadi merenung. Ada pesan yang sangat mendasar di sana. Sesungguhnya ada benang merah yang sangat tegas antara pesan planetarium dengan film yang pernah diputar di studio 21 TIM berjudul “Dr Horton Seuss Hears A Who.”

Saya ingin bercerita sedikit tentang film menarik itu. Dr Horton adalah seekor gajah. hewan itu hidup di sebuah hutan. Tempat dimana bangsa hewan dipimpin oleh seekor kanguru. Berbeda bukan, sejak kecil, sebagian diantara kita selalu dijejali bahwa penguasa hutan itu adalah singa. Tapi, bangsanya Dr Horton, bukan lagi singa. Ini pemandangan yang baru, terutama buat saya.

Pola pikir bangsa hewan yang diceritakan itu, dalam bahasa filsafatnya, masih hidup pada alam pemikiran yang mempercayai mitos. Ketika ada sudut pandang baru atau pengetahuan baru, hal itu lantas dianggap sebagai sebuah penyesatan.

Sebab, pikiran yang baru tidak sama dengan pandangan umum yang terjadi pada saat itu. Kanguru yang memimpin bangsa itu sangat menolak adanya pemikiran-pemikiran berbeda.

Ini juga yang mengingatkan pada kehidupan saya semasa masih tinggal di desa. Dimana, lingkungan begitu ketat mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang sudah menjadi kepercayaan orang tua.

Mereka mendoktrin anak-anak untuk tidak membantah. Pengajaran yang tidak mendidik anak dengan cara hidup diskusi.

Dr Horton adalah hewan yang punya perhatian khusus pada pengetahuan baru. Satu kali, ia menemukan benda bernama debu. Debu disimpannya karena dirinya sangat tertarik dengan keunikannya. Ia merasakan ada satu dunia lain di dalam debu itu.

Namun, ketertarikan Dr Horton pada benda itu ditentang keras oleh pemimin para hewan. Kanguru tidak bersedia menerima itu.

Dan dia memerintahkan masyarakatnya untuk memusuhi Horton. Seluruh binatang sangat mengikuti kehendak Kanguru. Horton dimusuhi bersama. Dan ia dianggap menyesatkan anak-anak pada bangsa hewan

Horton tetap pada pendiriannya. Ia merasa harus menyelamatkan debu itu. Ketika seluruh hewan memaksa untuk membuat debut itu. Horton justru makin yakin untuk menempatkan debu itu di sebuah tempat yang aman.

Debu yang ukurannya kecil, sangat kecil dari apapun yang ada di lingkungan bangsa hewan.

Debu yang dibawa-bawa Horton diujung belalai itu adalah bumi. Diceritakan dalam film, debu itu dihuni oleh manusia. Kondisinya sebagaimana daratan dan lautan yang kita diami sekarang. Di dalam debu itu ada bangunan, industri, sekolah, laboratorium dan lainnya.

Pemimpin penduduk di bumi itu sangat otoriter. Ia tidak bersedia mendengarkan pendapat masyarkat. Ia penganut kapitalis.

Diantara bawahannya, ada seorang walikota yang berpikir obyektif. Ia peka dengan dampak perubahan iklim dunia. Ia percaya bahwa jika pembangunan bumi tidak terkendali, maka satu hari nanti manusia akan hancur bersama bumi.Ia sudah menganalisa bahwa keadaan bumi belakangan ini sering terjadi perubahan iklim yang tidak menentu. Sering terjadi gempa dan bencana lainnya. Ia telah menyampaikan aspirasi kepada pemimpin agar ada upaya penyelmaatan.

Tapi atasannya justru menertawakannya. Ia dianggap gila. Bumi dikatakan pemimpin lalim itu tetap dalam keadaan baik. Dalam pemikirannya, bumi tidak pernah berubah. Dan masyarakat diajak untuk terus berpesta setiap hari.

Pada suatu hari terjadi gempa dahsyat di sana. Ketenangan manusia di bumi sebesar debu itu tergoncang.

Gempa itu sebenarnya terjadi karena Horton hampir menjatuhkan debu di belalainya dalam suatu perjalanan untuk menyelamatkan bumi.

Satu kali, ada fenomena yang baru akibat perubahan bumi. Walikota dapat berkomunikasi dengan Horton. Mereka dihubungkan dengan sebuah pipa. Dari benda itu mereka berkomunikasi.

Horton sangat takjub. Di dalam debu itu ada umat manusia. Di tangannya, nasib mereka ditentukan. Kalau debu sampai jatuh, maka akan terjadi gempa dahsyat. Gempa yang akan merusak hasil karya manusia di sana.

Sebaliknya, walikota juga sulit percaya bahwa ada alam lain yang lebih besar. Sebab, bangsa manusia selama ini merasa sudah paling besar dan cerdas. Kebesaran manusia sudah melebihi segalanya.

Maka dalam satu komunikasi, walikota meminta Horton untuk berhati-hati. Ia menyerahkan nasib debu itu kepada Horton.

Sampai pada cerita itu, tertangkap bahwa itulah penggambaran tentang tindakan manusia dewasa ini. Betapa sangat kecilnya makluk manusia di bumi ini. Betapa kecilnya kita di alam semesta ini. Kita bukan apa-apa.

Pantaskah kita semaunya sendiri di planet ini. Apakah kita konyol.

Horton sangat sedih ketika suatu hari saat sulit berkomunikasi dengan pemimpin penduduk di debu itu. Betapa ingin Horton menyadarkan manusia agar mengetahui dirinya begitu kecil dan rapuh. Manusia tinggal di bumi yang kecil dan mengambang.

Saturday, April 5, 2008

rumput

Seperti rumput yang tumbuh subur di tanah air sendiri dan tidak menyadari bahwa di sekitarnya terdapat pohon-pohon besar dan menjulang tinggi, Pramudya Ananta Toer

Ilmu

Josephine mendaftar kursus bahasa Prancis di CCF Salemba. Aku menemaninya dan kuperhatikan bagaimana dia menanggapi rencana belajar bahasa ini. Yah, ini kemajuan luar biasa. Patut mendapat penghargaan. Orang yang ingin maju. Punya pikiran modern.

Setelah, mendaftar kami duduk ngobrol di kafe CCF. Di sana kami memperhatikan lingkungan sekitar. Menaksir-naksir. Menilai dan menertawakan. Sungguh ini tempat yang bagus dari beberapa sudut pandang.

Remaja-remaja dengan wajah cerah datang ke tempat ini untuk mendaftar belajar bahasa Prancis. Mungkin, mereka itu masih seusiaku ketika masih SMP. oh, Tuhan. Ketika aku menginjak usia segitu, aku tidak pernah berpikir untuk kerja keras mengembangkan diri dan maju.

Aku sadar, betapa kekurangannya aku pada waktu itu. Jangankan memikirkan untuk kursus bahasa asing. Untuk membeli buku-buku menarik pun tidak terpikir pada saat itu. Aku tinggal di kampung dan lingkunganku tidak seperti di Jakarta ini. Kalau di Jakarta, orang menginjak remaja sudah berpikir untuk berkompetisi.

Sedangkan, ketika jamanku dulu, orang hanya berkompetisi untuk menyenangkan hati orang tua. Membantu bertani, memelihara hewan di rumah. Gotong royong bersama tetangga. Sebab, kalau tidak seperti itu, lingkungan akan mengecapku sebagai pemalas dan tidak bertetangga. Sungguh. Itu pengalaman luar biasa.

Ini, sekarang akudi CCF. Tempat yang dulu tidak pernah terbayangkan dalam pikiranku. Dan kini aku menyadari betul, betapa kekurangannya aku.

Ini membuatku bersemangat. Aku mesti maju.. Dan Josephine sudah memulai dan bahkan dia sudah di tengah perjalanannya. ya Tuhan.. Aku baru sampai di sini..

Minum

hmm, kelewatan betul ini yang punya warnet. mau minum di dalam ruangan saja tidak boleh. luar biasa betul. hehehe.. Ini aku di warnet Cikini, tepatnya di dekat kampusku dulu. Mestinya sekarang ini minum. Soalnya, mengalami dehidrasi.

Tapi, karena ada larangan, ya udahlah, mesti ditahan dulu. Kalau aku minum, mesti keluar dan menari toko buat membelinya.

Kalau dipikir-pikir mungkin alasan penjaga warnet ini supaya ruangan tetap bersih. Karena pada umumnya pengguna jasa warnet adalah orang-orang yang merasa tidak memiliki sehingga suka seenaknya membuat sampah atau meninggalkan bekas makanan dan minuman ketika pergi.

Apalagi di sini dekat kampus, kampusku yang terkenal ugal-ugalan mahasiswanya. tentu, mereka akan kacau jika tidak ada aturan semacam penjaga warnet ini.

Dengan berpikir demikian, baiklah, aku memaklumi.

Friday, April 4, 2008

Romo

Sore tadi, Romo Hendra menelepon. Semula kupikir sekedar menanyakan kabar atau menyampaikan sesuatu yang bisa kubantu. Sebab, kami sudah lama sekali tidak bertemu. Dan, kami hanya berkomunikasi melalui telepon.

Dalam percakapan, Romo bertanya apakah rekening BCA yang pernah dibuatkannya sekira delapan tahun lalu sudah kututup. Sebab, kalau ditutup, aku yang rugi. Ruginya, untuk membuka rekening baru, aku mesti mengeluarkan Rp500 ribu.

Romo mengatakan, dirinya sudah lama sekali ingin menanyakan hal itu. Memastikan yang bukan menjadi persoalannya.

Kukatakan pada Romo bahwa semuanya masih aman.

Setelah selesai bercakap-cakap, aku baru sadar. Bagaimana mungkin Romo meneleponku hanya untuk menanyakan sesuatu yang sepele itu. Lama kupikir-pikir. Aku berpikiran, betapa obyektifnya pemikiran Romo. Dia begitu dalam memikirkan orang lain. Kritis sekali pada kemungkinan orang lain menjadi susah. Dan dia akan menanggung beban itu.

Bagaimana

Persoalanku sekarang adalah bagaimana menghargai waktu hari ini. Hari ini adalah hari depan. Jika hari ini tidak termanfaatkan dengan baik, maka hilang kesempatan yang mestinya kuperoleh hari depan.

Ini persoalan yang tidak mudah bagiku. Ini merupakan dasar perkembangan manusia.

Apakah hanya akan menjadi manusia yang sia-sia. Jawabannya adalah hari ini..

Belajar

Sekarang tiap hari, tiap saat, aku bisa browsing di internet tanpa harus memikirkan biaya yang harus kukeluarkan untuk itu. Sebab, ini aku sudah bekerja di redaksi. Tiap kesempatan bisa digunakan membuka internet.

Dulu, ketika aku masih di Bekasi, tiap hari mesti mengeluarkan sedikitnya Rp25 ribu untuk membiayai aktivitas di warnet. Uang honorku tiap bulan sebagian besar kuhabiskan untuk itu. Lalu, apakah aku bisa mengambil pembelajaran dengan luang waktu di internet tiap hari...?

Memilih

Baru ganti kostum blog. Hmm.. untuk memilih layout kostum ternyata cukup sulit. Pertama karena banyak pilihan ditawarkan oleh penyedia laman. Kedua, memang tidak memiliki konsep akan bagaimana blog ini jadi, nantinya.

Diantara pilihan yang kuanggap sulit itu, aku harus memilih. Inilah pilihanku. Yang nampak sekarang ini.

Sebenarnya kalau memikirkannya, mestinya perusalan utamanya bukan perwajahan blog, melainkan bagaimana kerja keras untuk mengisi dengan kreativitas yang membawa kebaikan.

Waktu

"Waktu akan selalu tersedia bagi mereka yang mau memanfaatkannya." Leonardo Da Vinci, Pelukis