Tuesday, September 16, 2008

Karya

"Karya besar tidak dikerjakan oleh dorongan, tapi oleh rangkaian hal-hal kecil yang dibawa bersama-sama."

Vincent van Gogh (1853-1890), pelukis Belanda

Sunday, September 14, 2008

Bijaksana

"Manusia bijaksana akan lebih banyak menciptakan kesempatan dibanding menemukannya."

Sir Francis Bacon (1561-1626), penulis Inggris

Saturday, September 13, 2008

Belajar

Tempat makan Penus terletak di deretan pusat kafe kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Jumat malam, teman-teman redaksi berkumpul. Pesta ulang tahun redakturku, Wenseslaus Manggut dirayakan.

Sebagian besar redaktur hadir. Misalnya Suwarjono, Maryadi, Ismoko, Irvan Beka. Belasan reporter bersuka cita. Hampir semua bangku makan penuh. Meja-meja terisi makanan dan minuman. Aku datang terlambat. Semula kupikir yang ulang tahun adalah redaktur Mas Maryadi. Karena waktu menyalami Mas Wens. Ia menunjuk ke arah Maryadi. Lalu, kuucap salam ke Maryadi. Ditertawakannya.

“Ah, makanannya sudah habis. Sayang sekali datang terlambat.” ada yang bilang begitu. “Tinggal nasi putih saja.” “Boleh pesan air putih saja.”

Suasananya familiar. Makanannya juga sederhana. Ikan bakar, telur, udang, sayur kangkung, es teh manis, jus dan lain sebagainya. Seperti pesta kebun saja. Lalu merokok. Kepulan asap rokok seperti sudah seperti pembakaran kemenyan di kampung-kampung. Teman-teman yang selama ini kupikir tidak merokok, nampak pula klepas-klepus. Boleh jadi karena saking menikmati acara ini.

****

Bekerja di sebuah perusahaan media. Yang paling mahal adalah suasana kebersamaan. Kekeluargaan. Aku merasakan bahwa isi sesungguhnya acara seremonial yang diselenggarakan Mas Wens ini untuk kepentingan itu. Ingin cair seperti air danau Toba. Bukan keras seperti aspal dingin.

Lalu terlintas pertanyaan, bagaimana caranya membangun komunikasi efektif dalam tim redaksi. Efektif berarti efek yang muncul adalah berjalannya sistem kerja.

Sebenarnya, pertanyaan komunikasi ini timbul dari rangkuman keluhan teman-temanku di sejumlah media massa. Antara redaktur dengan reporter tidak kompak. Akibatnya, tugas jurnalistik hanya menjadi semacam acara mengisi waktu luang, berkumpul dengan teman, atau ada juga sambil menunggu panggilan kerja di tempat lain.

Ada baiknya, melihat proses komunikasi secara sederhana. Dalam berkomunikasi ada sebutan pihak yang menyampaikan pesan (komunikator). Pesan itu sampai kepada menerima (komunikan). Pesan diolah. Lalu terjadi umpan balik (feedback). Bentuknya berupa tanggapan atau diskusi. Komunikasi yang baik tandanya tim bisa saling menyemangati.

Ada contoh sederhana pula untuk menjelaskan komunikasi dalam praktek. Misalnya, berlangsung rapat redaksi kanal politik. Redaktur bertindak sebagai pendengar sekaligus mempunyai peran menawarkan solusi. Apabila wartawan mengungkapkan kesulitan-kesulitan di lapangan. Redaktur mencermatinya.

Redaktur memahami inti persoalan. Lalu member penjelasan. Dan wartawan betul-betul mengerti pesannya. Ada diskusi. Ada perdebatan. Hasilnya adalah semangat. Ada tanda sederhana untuk menunjukkan komunikasi telah efektif. Yakni, wartawan tidak akan nggrundel di mana-mana dan mengutuk redaktur. Sebab, semua masalah sudah tercurahkan saat komunikasi dalam rapat.

Redaksi itu telah berhasil membangun komunikasi. Mereka berhasil menumbuhkan kepercayaan diri awak redaksi melalui keberanian mendengarkan dan berdiskusi. Reporter berani membuat usulan. Lalu, betah berlama-lama di redaksi untuk belajar. Sering bertanya bila bingung.

Sebaliknya, bila seorang redaktur berlaku dominan. Tidak mampu memahami persoalan yang sedang dihadapi reporter. Menggunakan kaca mata kuda. Tidak bisa menggali persoalan tim di lapangan saat rapat. Sekedar rapat-rapatan. Lalu, ia membuat ultimatum.

Mereka menjadikan anak buahnya seperti batu atau orang yang tugasnya hanya menerima perintah. Harus baik. Harus betul. Menurut dan lain sebagainya. Tidak bisa menerima kritik. Sebab, kritik ia anggap sebagai serangan.

Sebagai contoh. Seorang teman bercerita. Keputusan redakturnya sebagian besar dibuat asal-asalan. Misalnya memerintahkan reporter menabrak kode etik. Bila reporter berargumentasi bahwa resikonya terlalu besar bila tidak menerapkan etika, hal itu tetap tidak digubris.

Redaktur gemar memaksakan ide yang belum tentu baik buat perkembangan media. Merasa paling benar karena merasa sudah lebih lama menjadi wartawan. Paling suka mementahkan gagasan reporter. Ngebos. Yang terjadi akhirnya ialah reporter putus asa. Tidak percaya diri. Malas. Dan mengutuk.

Apabila yang terjadi demikian. Berarti proses komunikasi yang diharapkan tadi tidak terjadi. Semuanya berlangsung searah. Yang timbul kemudian ialah seperti yang dijelaskan secara singkat di atas. Jangan harap tim bisa bekerjasama. Jangan harap media akan maju pesat.

***

Aku pesan jus mangga. Karena hanya itu yang memikat selera. Wens berkali-berkali bilang barang siapa yang belum memesan makanan, dipersilahkan.

“Tapi bayar sendiri,” celetuk seorang teman.

Ada teman yang sepertinya gemar karaoke. Lalu, kami minta pengelola tempat ini mempersiapkan alat karaoke. Tape compo sudah siap. Listik bagus. Tapi, tidak bisa karaoke karena tidak ada mic. Teman di ujung sana berteriak. Karaoke saja di tempat lain.

Acara pesta sederhana ini terbilang sukses. Sukses mengenyangkan. Sukses menciptakan suka cita. Sukses membangun kebersamaan. Dan sukses menciptakan kecairan.

Friday, September 12, 2008

Kekuatan Media Online

Mengelola media online dewasa ini menjadi sesuatu yang sedang digeluti dengan sangat serius. Bukan persoalan adanya kompetisi, melainkan lebih ke APA yang bisa ditawarkan kepada pembaca. Banyak produk kecap marak di pasaran dalam negeri. Semua kecap sudah pasti akan terjual. Tapi, untuk menjadi kecap yang berkwalitet dan betul-betul pas buat lidah, itu yang sulit. Ini menarik.

Karakteristik media online memang lebih cepat dalam mempublikasikan laporan. Tetapi, memiliki sifat itu bukan berarti tidak dapat menghasilkan mutu. Bukan berarti selalu harus menabrak kaidah jurnalistik dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kecepatan, lalu mengambil resiko salah informasi. Karena dalam pikiran pengelolanya, toh, nanti bisa diralat kembali. Ini yang sering dipahami sebagian wartawan online.

Tetapi, ada sebuah pengertian yang mesti diingat bahwa sesungguhnya kecepatan itu bukan parameter untuk dapat unggul dalam mengelola media. Cepat yang menjadi karakteristik itu ada ceritanya tersendiri. Cepat, tetapi laporan itu tetaplah akurat. Cepat tetapi tetap menghindari informasi spekulasi. Cepat tetapi tetap dapat memikat pembaca.

Kemudian, kekuatan berikutnya ialah kedalaman laporan. Mesti diperhatikan bahwa telah terjadi pengertian yang salah kaprah bahwa mengelola media online itu hanya melulu harus running news. Hanya sepotong-potong dan selesai di situ. Itu kesalahan persepsi. Justru online media ini memiliki karakter yang sedemikian rupa.

“Media ini bisa mengeksplorasi sedalam apapun yang diinginkan dengan ketersediaan ruang yang dimiliki,” kata Pemimpin Redaksi Vivanews.com, Karaniya Dharmasaputra.
Media online yang berkembang di negara-negara maju sudah melakukannya. Mereka mampu memadukan teknik running berita dengan teknik laporan panjang yang utuh. Satu kesatuan.

Dengan keuntungan yang dimiliki itu, pengelola media maupun wartawan yang bekerja di media online ada baiknya tidak berhenti hanya dengan memenuhi unsur 5 W + 1 H. Tetapi, mereka mesti membuat laporan-laporan yang investigatif, menyeluruh dan utuh. Dengan demikian, viewers menjadi paham tentang hidangan berita. Bukan sebaliknya malah bingung dan mengutuk.

Lalu, mungkinkah media online mampu menghadirkan berita dengan mendahului peristiwa. Jawabnya mampu. Tapi, kekuatan ini jarang dipakai. Sebab memang agak sulit. Kalaupun bisa, biasanya hanya laporan-laporan ecek-ecek. Misalnya, press release undangan atau pernyataan, umumnya diterima redaksi melalui faksimili. Untuk siaran pers undangan, acara baru berlangsung besok, tetapi tema undangannya bisa diberitakan sebelumnya.

Lalu, bagaimana mampu memberitakan sebuah kasus, sebelum kasus terjadi. Rahasianya ialah kekuatan jaringan dengan narasumber. Ada wartawan yang ngepos di kantor polisi. Networking dengan pejabat di sana cukup kuat. Apabila petugas lembaga itu ingin melakukan penangkapan atau penggeledahan, wartawan ini selalu mendapat bocoran.

Dan wartawan yang bersangkutan selalu membuat berita-berita ekseklusif. Leading terus. Sebab, berita muncul sesaat sebelum tersangka ditangkap. Tapi, harus diperhatikan juga, kalau berita kira-kira tidak mengganggu proses penangkapan, boleh ia memberitakan. Tetapi kalau laporan itu beresiko menggagalkan operasi polisi, sebaiknya pikir-pikir dulu sebelum laporan.

Jurus menjadi kecap yang berkwalitet ialah terdiri dari bahan rempah-rempah terbaik. Bukan palsu. Maksudnya begini, media akan memiliki kredibilitas di mata masyarakat bila data-data yang disajikan sahih. Melalui proses konfirmasi ketat.

Selain itu, pernyataan-pernyataan narasumber dikutip dengan tepat. Narasumber harus orang yang berkompeten. Tidak memaksakan narasumber yang tidak tepat untuk membahas soal kasus tertentu. Atau harus menjelaskan siapa narasumber itu. Misalnya karena ingin segera mempublikasikan berita, sementara orang yang memberikan informasi sering tidak dijelaskan. Intinya ialah, media online yang baik itu ialah yang informasinya dipercaya.

Lalu, ini yang kadang ditabrak. Mengumbar sensasi dan lain sebagainya. Tujuannya untuk memancing pembaca mengklik judul berita itu. Padahal, sebenarnya informasi yang ada dalam badan berita tidak akurat dan tidak factual.

Thursday, September 11, 2008

Kerjasama Penting Sekali

Koordinasi antara wartawan dengan redaktur memegang peranan penting. Misalnya, ia sedang meliput rapat paripurna di DPR. Tiba-tiba ada demonstran berhasil masuk ke ruang rapat dan berorasi. Wartawan ini mesti fokus mendengarkann pembacaan keputusan sidang. Tapi, aksi itu juga tidak kalah menarik.

Wartawan online mendapat tuntutan kecepatan dalam melaporkan berita, mesti cepat mengambil keputusan. Apakah ia melaporkan demo itu, atau mengesampingkannya. Nah, dalam kondisi seperti ini, ia mesti konsultasi ke redaksi.

Media online umumnya tetap mengangkat aksi semacam itu menjadi berita tersendiri. Berbeda dengan wartawan media cetak, ia tidak terlalu terburu-buru membuat keputusan untuk mengambil demo itu. Itu nanti saja.

Setelah koordinasi dan redaktur memutuskan untuk memberitakan aksi, reporter harus menggali data demo. Di samping itu, ia tetap memperhatikan hasil sidang paripurna.
Wartawan ini juga mesti menggunakan sense dalam melihat aksi itu. Apakah perlu memotret atau tidak. Ia mesti menjelaskan ke redaktur untuk membantu memutuskan apakah perlu dikirim fotografer. Sebab, Sebab, berita menjadi menarik dan hidup apabila disertai foto yang bagus.

Mengenai isu yang akan dikembangkan, ini kadang memerlukan diskusi dengan redaktur. Redaktur membuat perencanaan.

Terkadang, reporter bingung saat liputan. Sebab, begitu banyak tema berita, tetapi tidak tahu mesti mengambil apa. Semuanya diambil. Ternyata, semuanya tidak bisa dalam karena tidak fokus.

Karena itu, redaktur bisa membantu memutuskannya. Tidak semua berita dikejar. Ambil yang paling menarik dan yang sedang menjadi diskusi di masyarakat. Bisa juga mengambil tema yang tidak dilihat media lain. Kemampuan semacam ini biasanya dilakukan oleh media yang jeli.

Selain itu, pertemuan-pertemuan rutin antara redaktur kanal dengan reporter juga sangat penting. Gunanya untuk mendengarkan secara langung problem yang dihadapi mereka. Sharing. Dalam bekerja, pasti ada masalah. Problematika ini akan menjadi hambatan besar apabila tidak saling berkomunikasi.

Redaktur bersedia mendengarkan masalah-masalah yang dihadapi reporter. Misalnya, dalam proses laporan ke redaksi. Misalnya redaktur dianggap menyebalkan dan ini mesti disampaikan dalam rapat untuk meng-clear-kan persoalan. Kemudian, masalah sulitnya menembus narasumber dan lain sebagainya.

Rapat secara rutin kadang tidak selalu bisa diikuti oleh reporter. Alasannya macam-macam. Ada yang bosan dengan isi rapat yang itu itu saja. Atau reporter yang tidak mempunyai waktu datang.

Dalam rapat seperti ini, redaktur juga memberikan evaluasi. Isinya mengenai bagaimana kinerja reporter. Cara laporan, cara mengambil sudut pandang, cara menulis dan lain sebagainya. Ia mesti banyak memberikan penjabaran.

Tapi, redaktur tidak harus maha tahu. Dominan. Ia memerlukan sharing juga. Kalau ia dominan dan maha tahu, bisa jadi reporter tidak nyaman. Karena merasa pendapatnya dimentahkan terus menerus.

Koordinasi bukan hanya untuk reporter dengan redaktur, melainkan koordinator liputan juga mesti satu pikiran. Misalnya, mengatur posisi pos reporter, antara mereka mesti bisa bekerja sama. Dengan begitu, sistem redaksi berjalan dengan baik.

Jangan sampai redaktur memiliki keputusan menugaskan reporter A di KPU. Lalu, korlip berkehendak di tempat lain, misalnya di DPR saja. Masing masing mempunyai argumentasi. Atau begini, redaktur menginginkan reporternya diposkan supaya mampu menguasai isu. Jangan sampai terlalu sering reporter mengalami rotasi tempat liputan sehingga pendalamannya terhadap berita buruk.

Sebaliknya, korlip merasa reporter harus terus dirotasi. Alasannya, supaya mengenal medan dengan baik. Persoalan pendalaman isu, merupakan tanggung jawab redaktur di redaksi. reporter tinggal menerima gelontoran isu untuk dikembangkan di lapangan.

Nah, contoh di atas merupakan bentuk tidak ada kerjasama dengan baik. Memang reporter tetap bisa membuat laporan. Tetapi, kecenderungannya tidak fokus. Sebab, mereka mengetahui tidak ada kerjasama tim yang baik. Berbeda halnya bila koordinator mereka bekerja dalam kerangka satu semangat.

Wednesday, September 3, 2008

Jalan Hidup

Jangan pernah sekalipun mendengar harapan orang lain. Lalui jalan hidupmu sendiri dan hiduplah dengan harapan-harapanmu

Tiger Woods, pegolf terkemuka Amerika Serikat

Tuesday, September 2, 2008

Sesuai Sistem

Jangan libatkan yang tidak punya otoritas, dan jangan libatkan yang ada conflict of interest. Semua kerja harus sesuai sistem.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Orang Bodoh

Hanya orang yang paling bijaksana dan paling bodoh yang tidak pernah berubah

Confucius (551-479 SM), filsuf China

Monday, September 1, 2008

Wartawan Media Online Melaporkan Berita

Sifat berita media online yang menuntut lebih cepat dalam penyajian telah mengekalkan atau memperkenalkan sejumlah teknik melaporkan data ke redaksi.

Salah satu yang paling umum ditempuh ialah mengirimkan data dalam keadaan mentah. Artinya, benar-benar kutipan langsung dari narasumber yang disampaikan ke kantor masing-masing.

Cara seperti ini merupakan cara yang sangat mudah. Reporter yang mendapat penugasan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, umpamanya. Setelah berhasil merekam seluruh ungkapan pejabat yang akan mendapat pemeriksaan tim penyidik, mereka akan mentranskrip suara itu di atas kertas catatan. Setelah selesai, kutipan-kutipan tadi langsung dilemparkan secara utuh ke tempat kerjanya.

Ada juga jalan lain untuk menyiasati kecepatan berita. Contohnya, wartawan melakukan liputan siaran pers di Komisi Pemilihan Umum. Ia duduk di dekat alat pengeras suara. Redaksi media menghubungi telepon genggam wartawan tadi. Lalu reporter tinggal menaruh telepon yang sudah terhubung dengan kantor itu di dekat pengeras suara. Tujuannya, agar redaktur dapat mendengar langsung seluruh isi pernyataan narasumber sambil menulis di komputer.

Bisa juga begini. Media online ini membutuhkan kecepatan memberitakan fakta pengamatan di sebuah tempat. Reportase. Wartawan tidak mencatat dan menyusunnya. Melainkan tinggal menceritakan apa-apa yang ia tangkap melalui penglihatan. Ia tinggal bercerita melalui telepon. Karena, redaktur sendiri yang mengetiknya di redaksi.

Sebagian wartawan online yang kebetulan memiliki fasilitas internet. Misalnya komunikator, laptop, atau komputer di ruang wartawan, memilih mengetik semua hasil wawancara lebih dulu. Selanjutnya, ia mengirimkan melalui email ke redaksi. Agar cepat, mereka tidak menyusun bahan itu menjadi tulisan lebih dulu. Melainkan masih berupa data mentah.

Kadang-kadang, apabila diketik lebih dulu dinilai terlalu memakan waktu lama. Kalau sudah begitu, redaksi memutuskan untuk tetap memilih laporan secara lisan melalui telepon. Semua teknik itu, dilakukan supaya laporan segera tersaji kepada pembaca media online.

Berita-berita yang dilaporkan melalui teknik seperti yang disebutkan di atas, biasanya yang bersifat penting. Misalnya, laporan fakta tentang peristiwa atau pernyataan yang sangat penting untuk diketahui publik. Khususnya bidang ekonomi, politik, kriminal dan hukum.

Tetapi, ada juga bahan berita yang tidak bernilai penting dilaporkan mentah. Biasanya model semacam ini dilakukan wartawan yang sedang malas.

Namun, tidak semua redaksi media online memberikan kebijakan memperbolehkan cara melaporkan berita semacam itu. Mereka lebih menyukai laporan-laporan yang sudah tersusun atau jadi dari lapangan. Pengelola media ini memilih mengorbankan kecepatan untuk mencoba menghasilkan laporan yang jauh lebih akurat.

Di samping melatih kemampuan reporter dalam menulis, hal itu juga meminimalisir terjadinya salah penafsiran terhadap bahan berita itu. Sebab, pernah terjadi beberapa kasus, penulis di kantor media online mengalami kekeliruan dalam memaknai bahan mentah tadi saat proses penulisan. Maksudnya A, ternyata ditafsirkan B.

Karena itu, sebagai wartawan yang terjun langsung di lapangan ada baiknya proaktif berkomunikasi dengan redaktur yang bertugas menerima berita. Menceritakan sebaik-baiknya. Kalau perlu, menjelaskan pernyataan-pernyataan narasumber tadi meluncur keluar setelah mendapat pertanyaan tentang masalah apa. Latar belakang masalah juga sebaiknya dijelaskan. Meski, redaktur umumnya sudah lebih mengetahui.

Satu hal lagi yang sebaiknya tetap dilakukan. Disiplin melatih menulis berita. Ada cara menyiasati apabila redaksi selalu menuntut laporan data mentah. Data yang tidak terlalu mendesak untuk dilaporkan, lebih baik dijadikan latihan menyusun struktur berita. Ini bisa dilakukan di sela-sela liputan.

Apabila cara itu dilakukan secara rutin, lama kelamaan, ia pasti mampu menulis berita cepat. Bahkan, ia dapat laporan dari lapangan tanpa perlu menulis lagi. Bahan berita akan tersusun secara otomatis di kepala. Saat laporan lisan, data-data itu sudah membentuk struktur berita.