Tuesday, December 22, 2009

Sebenarnya Waraskah Orang Yang Merasa Waras

Pak Johny namanya. Kutaksir umurnya sekitar 40 tahun. Kalau pakai konsep manusia waras dan kurang waras, beliau masuk kategori kurang waras. Kasihan betul nasib Johny semalam. Seorang bapak menampari wajah Johny dengan kalap. Johny jadi bulan-bulanan oleh pukulan dan tamparan bertubi-tubi.

Sambil memukul, bapak kalap itu bilang Johny telah meninju putranya. Beberapa orang, termasuk wanita yang mungkin istri si kalap, mencoba menahan bapak kalap agar menyudahi penganiayaan terhadap Johny malang. Tapi itu tidak menghentikannya.

"Ampun pak, ampun, ampun pak," kata Johny. Bapak kalap makin gelap mata. Dipukulinya wajah si Johny. Aku di balkon kosanku dan tidak bisa berbuat banyak melihat kekerasan ini. Ada ibu-ibu yang bilang sebenarnya Johny tidak bisa disalahkan begitu saja karena sebenarnya anak yang dipukulnya memancing-mancing kemarahan Johny sampai keterlaluan.

Siapa yang tidak waras sesungguhnya. Johnykah atau bapak kalapkah atau wargakah yang tidak berusaha keras mencegah penaniayaan terhadap Johny. Inilah yang disebut penghakiman sepihak. Orang-orang yang mengaku waras dan menganggap Johny tidak waras, mengapa tidak menggunakan kewarasan dalam menyelesaikan masalah.

Kewarasan dalam konteks kasus ini yaitu bercirikan kesediaan meneliti lebih dulu sebab musabab Johny sampai memukul anak. Betulkah Johny tanpa alasan kuat sampai melakukan itu. Bukankah selama ini Johny tidak pernah mengganggu siapapun termasuk anak. Kata orang sini, Johny adalah orang baik dan berperilaku sopan terhadap warga.

Buktinya, dia diterima secara iklas di lingkungan sekitar kosku. Bahkan dia bebas tidur di bangku kayu dekat tempat parkir mobil rumah pak RW. RW pensiun menjabat RW. Orang-orang sinipun selalu memberi dia makan dengan gratis.

Tapi mengapa bapak kalap itu begitu beringas dan tanpa ampun. Tanpa meneliti. Tanpa minta pertimbangan. Memukul. Memukul. Johny lari, lalu dikejar untuk kemudian dipaksa lagi menerima hantaman demi hantaman hingga merintih dan minta ampun. Hampir saja Johny malang ditubruk mobil yang sedang mundur menuju tempat parkir pak mantan RW. Dan bapak kalap seperti menikmatinya.

Pak Johny malang. Percayalah anda manusia baik. Engkau tidak melawan. Kalau anda mau melawan, pasti anda jauh lebih perkasa. Anda memberikan wajah dengan iklas untuk memuaskan kemarahan bapak dari anak yang kau pukul tadi. Kau memang tak minta maaf secara lisan karena kau pasti juga tak didengar. Kau pasti sudah sadar soal itu.

Kepasrahan anda menerima perlakuan kasar itu menjelaskan bahwa anda berani mengakui kesalahan telah memukul anak, walau aku yakin Pak Johny tak 100 persen salah. Kau melakukan itu pasti karena betul-betul dibuat sangat tidak manusiawi oleh anak itu. Perlakuan anak itu pasti sudah di luar batas kesopanan. Aku dulu juga pernah melihat anak-anak sini mengejekmu habis-habisan. Dan kau memilih senyum-senyum dan menghindari mereka. Aku yakin, kau sampai meninju anak bapak kalap itu sebenarnya ingin mununjukkan eksistensimu. Itu hanya bentuk komunikasimu agar mereka yang bilang orang paling waras itu menganggapmu ada.

Johny telah menunjukkan kepadaku secara gamblang. Sebenarnya siapa yang tidak waras di dunia ini. Beliau jauh lebih waras dari manusia-manusia yang menganggap diri mereka waras. Pak Johny tidak pernah mengambil makanan dari yang bukan haknya. Dia tidak mengambil uang dengan cara haram.

Bahkan kalau beliau ingin merokok, mesti keliling kampung untuk mencari puntung sigaret. Dia tak pernah mengemis kepada orang waras. Kau hidup dekat dengan alam. Teman sejatimu adalah nyamuk. Kau berikan darahmu secara gratis kepada nyamuk. Hidupmu mengalir bagai air sungai. Johny tidak berontak dunianya.

Sungguh cerdas kau Johny, kau tunjukkan kepada kami semua yang tinggal di kampung ini bahwa bapak kalap itu adalah orang gila yang sesungguh-sungguhnya di dunia yang gila segila-gilanya ini.

---Kemayoran

Sunday, December 20, 2009

Melihat Posisi Manusia Dalam Relasi Dengan Alam

Satu lagi film menarik di akhir 2009. Avatar. Film ini berkisah tentang Jake Sully, mantan angkatan laut Amerika yang terluka dan cacat akibat perang. Dia terpilih untuk berpartisipasi dalam program Avatar, yang memungkinkannya bisa berjalan kembali. Jake menuju ke Pandora, sebuah hutan nan subur yang penuh dengan berbagai macam makluk hidup, sebagian indah dan sebagian lagi menakutkan.

Pandora juga rumah bagi suku Na'vi, makluk yang mirip manusia dengan kehidupan 'primitif' serta memiliki kemampuan seperti manusia. Ketika manusia memasuki mencoba memasuki Pandora untuk meneliti kandungan mineral yang ada di sana, suku Na'vi memerintahkan prajurit untuk melindungi negerinya dari ancaman.

Jake direkrut untuk menjadi bagian dari proyek ini, karena manusia tidak dapat menghirup udara di negeri Pandora, maka mereka menciptakan makluk mirip suku Na'vi yang mereka sebut sebagai Avatar. Di Pandora, dengan tubuh Avatar, Jake dapat berjalan kembali. Di Hutan Pandora, Jake melihat banyak keindahan dan bahaya. Dia juga bertemu dengan wanita muda Na'vi bernama Neytiri.

Berjalannya waktu, Jake berbaur dengan suku Na,vi dan jatuh cinta kepada Neytiri. Pada akhirnya Jake terjepit antara tujuan dikirim oleh militer ke Pandora dan suku Na'vi memaksanya untuk memihak satu pilihan yang akan menentukan nasib bumi dan suku Na'vi.

Itulah deskripsi ceritanya. Lalu apakah pesan yang sebenarnya hendak disampaikan film Avatar kepada penonton. Film ini hendak menunjukkan kepada kita, kepada dunia mengenai posisi manusia di alam semesta yang kaya dan yang indah ini. Betapa kecerdasan manusia kemudian menghilangkan rasa kemanusiaan. Pengertian kemanusiaan adalah kemampuan untuk menghormati bukan hanya kepada manusia saja, melainkan kepada semua yang ada di alam ini.

Lihatlah para manusia dalam film ini, melalui teknologinya, menciptakan mesin-mesin, membuat makluk yang menyerupai suku Na'vi untuk menyamar agar dapat mempelajari sistem hidup dan lingkungan hutan Pandora. Tujuannya ialah agar manusia dapat meneliti kandungan mineral alam di sana. Setelah berhasil, selanjutnya mereka dapat mengeksploitasinya atas nama penyelamatan hidup manusia.

Ya, semuanya atas nama hidup makluk manusia. Bisakah manusia mengubah cara berpikir demikian dengan menggunakan sudut pandang masyarakat suku Na'vi yang dalam hidup mereka sangat percaya bahwa relasi dengan alam dapat menyelamatkan makluk hidup dari kepunahan.

Bisakah manusia begitu. Dapatkah manusia percaya bahwa untuk melangsungkan hidup tidaklah melulu harus merusak alam dan hak hidup makluk ciptaan tuhan. Merusak suku Na'vi. Ya ampun Ternyata manusia yang mengklaim punya kecerdasan itu gagal. Mereka tidak bijak.

Manusia, dalam film Avatar, gagal melampaui dan memberi makna terhadap keberadaan alam. Mereka tidak mampu membaca secara jernih apa tujuan alam ini diciptakan.

Mereka selalu beranggapan bahwa dengan kecerdasan, dengan teknologi yang ditemukan, mereka merasa bisa menguasai dan tidak boleh ada yang menghalanginya. Lagi-lagi atas nama kelangsungan hidup. Ras manusia.

Pesan-pesan alam, misalnya yang terjadi melalui bencana alam, tidak pernah mampu diterjemahkan oleh manusia bahwa itu adalah bukti serius terjadinya perubahan sistem alam yang dipicu koleh kebijakan-kebijakan keliru. Yang dilakukan tangan-tangan pemimpin oportunis.

Manusia memang dapat sekali-sekali menangkap adanya perasaan alam yakni berupa kerusakan alam, perubahan iklim, tetapi upaya pencegahan dan perbaikan hanya dilakukan manusia ala kadarnya dan sifatnya politis belaka.

Suku Na'vi dapat diterjemahkan sebagai perwakilan alam yang sangat indah. Mereka telah memberikan pesan-pesan kepada manusia bahwa alam telah sangat baik hati mendukung kelangsungan hidup makluk manusia. Dan itu sangat nyata.

Alam telah memberikan keseimbangan hidup dan hal ini tidak terbantahkan. Karena itu, mereka meminta agar alam janganlah diganggu, jangan dirusak, tetapi harus jadi teman, menjadi bagian kehidupan yang harus tetap diposisikan sama dengan makluk yang lain. Tapi sayang ini tak ditangkap secara baik oleh kecerdasan manusia.

Justru manusia menganggap Na'vi sebagai ancaman. Upaya perlindungan yang dibangun oleh prajurit suku agar alam tetap terjaga ditangkap sebagai kejahatan.

Mereka haruslah dimusnahkan lagi-lagi atas nama kelangsungan hidup manusia. Aneh justru manusia kemudian berpikir bahwa alam telah meneror manusia, maka harus dilawan. Teror harus dilawan dengan teror. Alam harus dikendalikan. Gila. Manusia betul-betul makluk yang tidak terkendali. Sifat yang tepat untuk melukiskannya ialah biadab.

Mereka menyerang, membakar, membunuh suku Na'vi dan hutan Pandora tempat hidup suku Na'vi. Posisi Jake yang merupakan terjemahan dari sisi manusia yang tersadar dan mampu memaknai alam dan ingin menyadarkan tentang ancaman adanya kepunahan alam kepada dunia, justru dianggap sebagai pengkianat ras manusia. Dia dijepitkan pada posisi untuk memilih suku atau kelangsungan hidup manusia.

Manusia yang sadar posisi kemanusiaannya sungguh tak bisa hidup di dunia yang dipenuhi kapitalis ini. Jake merupakan personifikasi manusia yang ingin mewujudkan perdamaian antara alam dan manusia, tetapi dia dipaksa harus sadar bahwa itu mustahil dia lakukan.

Lalu dia dipaksa ikut sistem ciptaan manusia oportunis. Manusia hanya memaknai alam sebagai benda yang berfungsi sebagai pendukung kepentingan mereka saja. Dan tak mampu melihat maknanya secara mendalam.

---Kemayoran

Saturday, December 19, 2009

Bila Manusia Jadi Alien

Sejauh ini manusia percaya kalau hanya di planet bumi yang memiliki kehidupan. Sebab penjelajahan yang dilakukan oleh para ilmuwan ke planet-planet lain di galaksi bimasakti belum mampu menemukan tanda kehidupan baru.

Itu sebabnya, susah bagi mayoritas manusia untuk berimajinasi bahwa di planet lain ada makluk hidup. Maka itu yang timbul dalam benak manusia adalah bahwa hanya kitalah makluk di alam semesta yang dibekali kecerdasan.

Nah, ada pengalaman menarik yaitu apa yang akan terjadi kalau ternyata di luar sana, ada kehidupan. Ada atmosfir, air, tumbuhan, dan satwa. Kemudian ada makluk yang juga punya inteligensi. Pengalaman ini dijelaskan lewat gagasan dalam film Planet 51.

Adalah astronot Amerika, Kapten Charles "Chuck" Baker, mampu mendarat di Planet 51. Dan dia yakin telah menjadi orang pertama yang sampai di sana. Tetapi kemudian dia terkejut karena ternyata planet ini dihuni makluk bertubuh kecil berwarna hijau. Dan makluk ini hidup bahagia di sana.

Satu-satunya hal yang paling ditakutkan penduduk Planet 51 adalah kedatangan makluk asing. Mereka bilang makluk asing sebagai alien. Malangnya Chuck, dia dianggap alien yang ditakutkan mengacaukan sistem kehidupan masyarakat planet.

Selain menawarkan gagasan adanya kehidupan baru di planet luar bumi, film ini juga ingin menunjukkan kepada manusia mengenai apa yang terjadi jika logika terhadap makluk asing dibalik. Jika selama ini manusia tidak terlampau peduli pada pelestarian alam dan merendahkan posisi hidup makluk hidup lain, kini manusia dianggap makluk aneh dan jadi ancaman makluk lainnya.

Dari sudut pandang manusia, Chuck merupakan orang cerdas karena mampu melakukan penjelajahan dan sukses menemukan planet baru serta menjumpai kehidupan baru. Tentu ini merupakan prestasi dan penghargaan telah menunggunya.

Tetapi masalahnya apakah pencapaian itu ditangkap oleh makluk planet. Tidak. Secara umum tidak. Manusia tetaplah makluk asing yang mengancam keharmonisan makluk planet. Chuck akan ditangkap untuk selanjutnya diperiksa otaknya.

Dia dianggap sebagai makluk yang akan merusak tatanan kehidupan. Akan merampok pencapaian masyarakat planet. Akan memperalat mereka. Kebencian itu diceritakan bahwa Chuck hanyalah makluk yang akan menyedot otak mereka.

Sampai akhirnya Chuck dengan bantuan robot bernaman "Rover" mendapatkan teman. Namanya Lem, seorang pengawas benda-benda langit. Chuck dibantu oleh Lem untuk menjelajah Planet 51 agar mereka terhindar dari pengejaran besar-besaran yang digerakkan oleh ilmuwan dan tentara planet.

Agar selamat, Chuck harus menjelaskan kepada mereka kalau dirinya bukan orang jahat sehingga tidak perlu ditakuti. Tetapi, rupanya sulit sekali hal itu dia lakukan. Karena tidak ada orang yang percaya lagi. Dalam pikiran orang planet ini, Chuck adalah makluk yang harus pergi dari muka planet.

Menonton film ini aku jadi bertanya-tany apakah manusia yang hidup di jaman modern ini sebenarnya sudah bekerja keras untuk menghormati orang lain atau sama sekali tidak. Apalah mampu saling menghargai atau tidak. Ataukah kita semakin mencurigai satu sama lainnya. Akhirnya manusia hidup sendiri-sendiri.

Perilaku makluk Planet 51 bisa juga ditafsirkan sebagai personifikasi sifat masyarakat manusia. Chuck ingin mengingatkan kembali bahwa kita harus saling mengenal. Dengan begitu kita bisa bekerjasama menuju masyarakat manusia. Tanpa mau mengenal bagaimana bisa bekerjasama.

Lalu apakah kita mau berkembang dalam pengakuan terhadap pentingnya peran hewan, tumbuhan, udara. Sudahkah kita mengetahui kalau kita tidak bisa eksis, tanpa ada ketiganya. Apakah kita sebenarnya tidak terlalu peduli.

---Kemayoran

Friday, December 18, 2009

Hoi Manusia, Kata Orangutan

"Hoi hoi hoi," seru adik kecilku. Di ragunan, di kandang di bawah sana, dua ekor orangutan Kalimantan hanya melirik ke arah kami, lalu kembali pada keasyikannya mengunyah rumput. Lagi adikku memanggilnya. Tapi kedua satwa ini tak peduli. Dan begitu seterusnya.

"Mas, kenapa dia tidak mau mendengar lagi panggilanku," kata adik. Kubilang, buat apa orangutan ini harus capek-capek menanggapimu. Dan apa gunanya pula kamu memanggil-manggil dia. Jadi, mari kita melihat saja dan mengetahui kehidupan kedua makluk yang sama dengan kita yaitu diciptakan oleh tuhan.

Lihatlah dik, dia begitu asyik di sana, di cekungan kolam, walaupun sebenarnya dia sedang dipenjara dan diperalat oleh makluk yang bernama manusia. Aku yakin sebenarnya dia sadar tentang kondisinya sekarang ini. Kalau kebetulan dia melirik ke arahmu ketika dipanggil, boleh jadi dia sebenarnya menganggap kita sebagai makluk aneh. Makluk jahat karena memaksa makluk lain untuk dikomersilkan atas nama penyelamatan satwa.

Sangat beralasan kalau orangutan ini menganggap manusia sebagai makluk asing dan aneh. Karena sejatinya manusia memang telah mencuci sistem hidup satwa dengan mengondisikan sedemikian rupa secara sepihak agar para orangutan ini bersedia bertahan di penjara yang diberi status kebun binatang.

Kebun binatang merupakan terjemahan dari bentuk penjajahan hak hidup bebas yang dipunyai para satwa. Manusia beralasan bahwa pembangunan kebun ini sebagai upaya nyata untuk menjaga, melestarikan, dan mengingatkan masyarakat bahwa ini lho, ada satwa yang harus dijaga. Maka mereka dipamerkan di kebun.

Tahukah kita bahwa alasan-alasan yang dikampanyekan manusia ini sesungguhya adalah untuk menjelaskan ada pelegalan di luar sana, di hutan-hutan sana, bahwa manusia sah-sah saja mengeksploitasi hutan secara besar-besaran dan semuanya atas nama perekonomian nasional.

Ketika hutan makin habis, seiring dengan tingkat kesadaran sebagian anggota masyarakat bahwa hutan harus tetap ada dan satwa tidak boleh punah, tetapi di sisi lain sistem bisnis harus tetap jalan, lalu dimunculkan kebun binatang. Jadi kebun ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai kedok atas nama penyelamatan ekosistem.

Jujurkah manusia dalam menghormati makluk lain. Bisakah secara iklas menganggap mereka ada di dunia ini. Menempatkan mereka sebagai sesama makluk tuhan yang mempunyai hak atas atmosfir planet ini. Bisa berhentikah manusia menguasai makluk hidup yang lainnya yakni membiarkan mereka hidup dengan sistemnya di alam bebas.

Jadi dik, mari kita belajar. Kita harus jadi orang pintar dan punya hati untuk menyadari bahwa di bumi ini, manusia bukanlah penguasa tunggal atas kehidupan. Ada satwa dan tumbuhan.

Dalam kerangka berpikir kita ini dik, haruslah tertanam bahwa bumi hanyalah satu benda di antara dari milyaran benda berbentuk bulat mirip bumi di galaksi Bimasakti. Bumi ini posisinya mengapung. Dan di sanalah kita, manusia, satwa, dan tumbuhan bertahan hidup.

Ragunan 18 Desember 2009

Thursday, December 17, 2009

Gemarkah Kita Hanya Dengan Satu Sudut Pandang

Begitu hari mulai gelap, arus lalu lintas menuju ke Puncak Bogor mengalami kepadatan kendaraan. Rata-rata kecepatan bus yang kutumpangi hanya mencapai 0-5 kilometer perjam. Mungkin hati pengemudi kendaraan ini kesal karena kondisi ini tentu menguras energi yang besar.

Kemacetan arus lalu lintas menjelang akhir pekan yang panjang ini merupakan realitas yang terjadi di depanku. Realitas ini begitu nampak dan sangat terasa. Yakni kendaraan mengantri sangat panjang. Dan waktu yang kami butuhkan untuk mencapai hotel tempat acara menjadi sangat lama.

Kudengar ada teman-teman yang mengeluhkan situasi ini. Mereka bilang ini semua karena banyaknya kendaraan milik orang Jakarta yang masuk ke Puncak. Mereka telah menjadi biang keladi atas kesemrawutan lalu lintas sore ini. Dalam hati, aku setuju dengan umpatannya. Tetapi betulkah kemacetan hanya karena tingginya volume kendaraan.

Banyaknya kendaraan yang ikut memicu macet memang realitas yang tak terbantahkan. Tetapi fakta ini pasti bukanlah satu-satunya kebenaran. Karena di dunia ini tidak ada realitas satu-satunya. Selalu ada kenyataan lain yang berda dalam realitas yang nampak di depan sana. Apakah itu.

Dalam konteks realitas kemacetan sore ini, ternyata ada realitas lain yakni seperti yang telah terurai secara singkat di atas, tingginya volume kendaraan. Realitas lainnya ialah infrastruktur jalan. Kalau memperhatikan kemacetan yang terjadi ini, ternyata jalus jalan yang dilewati bus yang kutumpangi memang sempit. Hanya terdiri dari dua jalur. Dan ini merupakan jalur satu-satunya di kawasan ini menuju ke Puncak.

Volume kendaraan yang tinggi tanpa diimbangi dengan infrastruktur yang memadai tentu saja sangat tidak tepat. Jadinya setiap hari menjelang libur, daerah ini akan selalu menjadi rute yang mengalami kemacetan arus lalu lintas.

Ada lagi realitas lain yang membangun realitas kemacetan yakni perilaku para pengemudi mobil dan pengendara sepeda motor. Sebagian di antara mereka tidak tertib berlalu lintas seperti saling serobot untuk mendahului kendaraan lainnya. Keadaan ini secara langsung mengakibatkan makin semrawutnya lalu lintas.

Ketiadaan aparat kepolisian di jalur macet di daerah ini juga merupakan realitas. Kebijakan direktorat lalu lintas terhadap pengaturan arus kendaraan di Indonesia juga kenyataan yang ikut menentukan bagaimana kondisi lalu lintas.

Singkat cerita, dengan mendasarkan pada realitas-realitas yang diuraikan di atas, beralasan kuatkah kita kalau dengan mudah membuat satu kesimpulan bahwa macet hanya karena banyaknya jumlah kendaraan. Atau macet karena ulah ugal-ugalan sopir angkot. Apakah kita sudah berusaha melihat kenyataan secara menyeluruh sebelum membuat keputusan. Gemarkah kita melihat sesuatu hanya dengan satu sudut pandang.

Perjalanan Jakarta-Bogor 17 Desember 2009

Wednesday, December 16, 2009

Kemana Komitmen Itu

Surahmat dan Pradnya Paramitha adalah orang yang sebenarnya masih ingin mengenal kepribadian masing-masing. Tapi entah apa yang mendasarinya kemudian dua manusia ini berkomitmen untuk menikah dalam waktu dekat. Kupikir yang mereka lakukan ini terlalu terburu-buru.

Surahmat adalah temanku. Dia pengusaha percetakan. Sedangkan Paramitha juga temanku seorang pramugari maskapai Air Asia yang belum lama ini pensiun dari pekerjaan.

Dalam perjalanannya kedua orang ini memang saling berbahagia pada awal-awal berelasi. Tetapi proses berikutnya masalah-masalah bermunculan di antara Surahmat dan Paramitha. Dan mereka agaknya kurang matang dalam mengelola semua persoalan sehingga mengganggu keharmonisan.

Hal-hal yang seharusnya tidak perlu menjadi masalah justru makin berkembang menjadi persoalan serius. Misalnya soal teman-teman mereka di facebook. Kecemburuan membikin bangunan hubungan kedua manusia ini pelan-pelan runtuh. Hampir setiap waktu mereka saling mencurigai. Saling tidak mempercayai.

Situasi ini kemudian membawa mereka pada kritisnya jalinan kisah cinta mereka. Pertengkar demi pertengkaran sering terjadi. Belakangan Surahmat tidak mau lagi berakomunikasi. Hari berikutnya gantian Paramitha yang membalas tidak mau berkomunikasi. Dan seterusnya begitu.

Aku sebagai teman mereka dapat memahami situasinya. Mungkin karena aku tidak terlibat secara langsung dalam pergulatan bathin kedua temanku ini, sehingga aku bisa bersikap netral dan mampu melihat secara agak menyeluruh terhadap problem mereka.

Paramitha adalah pencemburu. Sikap ini ingin dia tunjukkan untuk menjelaskan betapa besar keinginan untuk memiliki Surahmat. Dia ingin secara total menguasai pasangannya. Perasaan semacam ini tanpa disadarinya telah melupakan bahwa Surahmat memiliki kebebasan pribadi.

Paramitha kurang mampu menyadari soal kebebasan orang lain. Dia berpikir bahwa yang namanya berpacaran adalah melegalkan keinginan menguasai. Dia tidak mampu melampauinya sehingga terjebak pada kesempitan berpikir dalam menafsirkan makna cinta. Yakni memahami dan membebaskan.

Hal kecil, misalnya Surahmat tidak mengangkat telepon, ini bisa membuat emosi Paramitha meledak. Hal yang patut disayangkan karena sama saja tidak menghormati sebuah hubungan yang sudah terjalin lama. Mengapa harus marah. Coba dia menggunakan sudut pandang lain, seperti oh mungkin saja Surahmat sedang sibuk. Dan aku harus memahaminya.

Coba itu juga dikerjakan, walaupun memang berat untuk situasi Paramitha yang mungkin saja waktu itu sangat menginginkan kehadiran Surahmat, tentu saja hal-hal semacam ini bisa membuat bertahannya keharmonisan. Aku tidak bermaksud menyalahkan Paramitha karena dilain kesempatanpun sebenarnya Surahmat sering bersikap semacam itu.

Singkat cerita hubungan mereka benar-benar berada dalam jurang. Belakangan Surahmat tidak mempercayai Paramitha. Dan sebaliknya juga demikian. Paramitha makin sempit. Dia hidup dalam kecurigaan yang ujung-ujungnya dia sendiri yang tersiksa karena posisinya sangat menginginkan Surahmat berada dalam kekuasaannya.

Pekan lalu Amanda, teman baik Paramitha menghubungiku untuk memberitahu kalau Paramitha koma setelah alergi sinar mataharinya kambuh. Pada waktu itu Paramitha dirawat di salah satu rumah sakit di Semarang. Dia bilang Paramitha sempat tidak bernafas selama lima menitan.

Tidak lama kemudian, dia diterbangkan ke Kuala Lumpur untuk berobat. Selama pengobatan, kondisi kesehatannya menunjukkan perkembangan positif sehingga dia bisa meneleponku untuk bercerita tentang perasaan-perasaannya. Dia ingin agar aku menjelaskan kondisinya kepada Surahmat yang sama sekali tidak percaya kalau dia sakit.

Kuceritakan kepada Surahmat dan ternyata dia sama sekali tidak percaya. Dia merasa sedang dikerjai Paramitha. Intinya Surahmat merasa akan dikuasai dan dia menolak keras bahkan menganggap Paramitha sebagai orang yang punya kepribadian aneh.

Dia berpikir begitu karena merasa menemukan banyak indikasi dalam proses hubungan selama ini yang menjelaskan kalau Paramitha sedang merencanakan sesuatu yang intinya hanya ingin dimanjakan.

Tadi siang, Paramitha menelponku untuk mengatakan dia sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura karena kondisi kesehatan memburuk lagi. Dia menangis dan suaranya sangat lemah dan mengeluh tidak punya semangat hidup. Kukatakan kepadanya tugasnya sekarang ini adalah istirahat, berdoa dan memupuk semangat.

Lupakan semua persoalan dengan menyadari bahwa perhatian teman-temannya jauh lebih berharga daripada persoalan dengan Surahmat. Jangan merasa kehidupan ini menjadi tiada arti hanya karena ada satu orang yang tidak percaya kita. Kukatakan hidup kita ada di tangan kita setelah tangan tuhan.

Beberapa puluh menit kemudian, Amanda meneleponku dari Denpasar untuk memberitahu bahwa Paramitha meninggal dunia di Singapura. Ya ampun. Setelah itu kuberitahukan kepada Surahmat dan dia tidak percaya dengan mengatakan ini cuma kerjaan iseng yang bertujuan cari perhatian. Bahkan dia bilang Paramitha telah menipunya dengan menceritakan latar belakang keluarga yang fiktif.

Aku tidak ingin terlibat pada persoalan kedua manusia ini. Aku hanya berpikir dimanakah sebenarnya letak cinta yang telah mereka bangun. Betulkah Surahmat sangat benci Paramitha. Dan sebenarnya apa yang mendasari dan apa yang terlintas dalam pikiran Surahmat ketika bersedia berkomitmen untuk hidup dengan jalan menikah dengan Paramitha.

Itulah kisah perjalanan Surahmat dan Paramitha. Tragis. Komitmen untuk menikah yang telah mereka bicarakan kandas karena dalam prosesnya mereka tidak bekerja keras untuk membuang ego.

Tuesday, December 15, 2009

Apa Itu Cinta

Sebelum menonton film New Moon di akhir November 2009, aku telah banyak mendengar berbagai pendapat, baik dari obrolan-obrolan singkat teman-temanku juga dari komentar-komentar di jejaring sosial facebook. Biasanya mereka mengatakan sangat gandrung dengan cerita film ini. Mereka umumnya adalah perempuan. Mengapa sampai begitu. Aku makin penasaran.

Setelah selesai menonton film barulah aku dapat jawabannya. Salah satu sudut pandang dalam New Moon yaitu begini, Bella putus asa atas kepergian vampir, kekasihnya, Edward Cullen, namun semangatnya menyala kembali saat pertemanannya dengan Jacob Black semakin akrab.

Haru biru, tentu saja. Kuperhatikan orang-orang di sekitarku dalam bioskop 21 Taman Ismail Marzuki seperti tidak bernapas ketika menyaksikan pemutaran film ini. Bahkan Vira, temanku seperti tidak berkedip selama menonton. Mungkin hatinya ikut berontak sambil mengingat-ingat seseorang.

Pembuat cerita ini ingin menunjukkan kepada penonton bahwa perasaan cinta Edward dan Bella adalah semangat untuk saling memahami satu sama lainnya. Cinta dalam kasus ini dikonteksnya menjadi pasangan hidup. Mereka bekerja keras untuk tidak memaksakan kekuatan dan kehendak untuk saling memiliki. Yang dilakukan oleh kedua orang ini adalah bagaimana masing-masing bersedia memberikan kebebasan pribadi.

Edward membebaskan Bella untuk membuat keputusan sendiri dengan cara memutuskan tidak ingin mengganggu lagi kehidupan Bella di dunia. Edward yang tentu saja sangat menyintai gadisnya ini dengan tulus lenyap dari muka bumi untuk pergi bergabung dengan keluarga vampirnya.

Tetapi apa yang terjadi. Cinta memang bisa dianggap tidak rasional oleh orang-orang yang sedang tidak terlibat dalam percintaan. Sampai-sampai keluarga Bella menganggap dia sakit dan sangat-sangat butuh pertolongan. Mereka berpikir demikian karena menilai kehidupan Bella semakin tidak fokus dan tidak konkrit sepeninggal cinta Edwardnya.

Cinta adalah perasaan ingin memiliki orang lain. Cinta sekaligus mengandung perasaan ingin menguasai orang lain. Cinta juga berisi unsur kepasrahan. Dan itulah yang dialami Bella. Lamanya waktu. Bergantinya musim. Tidak pernah membuat cintanya redup.

Bahkan kekuatan cinta itu selalu membikin dia terjaga. Dia tetap optimis akan menemukan Edward. Rupa-rupa cara dia tempuh untuk mewujudkan semangat cinta yang abstrak itu. Dia bekerja keras untuk mengkonkritkan perasaannya.

Tidak lama setelah Bella dan Jacob semakin akrab dan dekat, barulah dia menyadari bahwa dirinya telah masuk ke dunia serigala jadi-jadian yang merupakan musuh bebuyutan para vampir, kesetiaan Bella kepada Edward pun diuji di sana.

Cinta kusebut sebagai sesuatu yang abstrak. Mungkin boleh dibilang sesuatu yang jadi-jadian. Betapa tidak. Ketika orang sudah menyatakan jatuh cinta, jatuh hati, kepada seseorang. Dia menjadi orang yang bisa mengorbankan harga dirinya, mengorbankan waktunya, mengorbankan perasaannya dan mengorbankan hal hal yang menurut orang yang tidak terlibat dalam percintaan itu adalah hal yang tidak perlu dilakukan.

Boleh kuceritakan sedikit tentang pengalamanku. Suatu hari ditemukan mayat pria yang sudah membusuk. Lalu dia dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan pacarnya yang mendengar informasi ini langsung merapat ke sana. Begitu tiba di ruang jenazah, sang pacar yang selama ini menantikannya langsung menubruk dan memeluk erat mayat yang sudah membengkak dan bau itu.

Tanpa didasari perasaan cinta, tentu saja sulit melakukan hal semacam yang dilakukan gadis ini. Perasaan cinta gadis ini kepada pacarnya telah mengalahkan bentuk fisik dan lain-lainnya yang dianggap orang yang tidak terlibat cinta tidaklah perlu melakukannya.

Itupula yang ingin ditunjukkan cinta Bella kepada Edward. Cinta mereka menembus batas-batas kewajaran yang dimiliki keluarga dan teman-temannya. Cinta yang membebaskan yang ditunjukkan oleh Edward telah mengunci perasaan Bella. Sehingga Bella rela bekerja untuk terus mewujudkannya. Begitu juga dengan Edward, walau dia memutuskan untuk menghilang dari kehidupan kekasihnya.

Tanpa kekangan, tanpa diatur ini dan itu, tanpa cemburu buta, sikap-sikap yang mementingkan diri sendiri sebagaimana yang terjelaskan melalui sikap Edward kepada Bella, itulah yang sebenarnya dicita-citakan banyak orang yang sedang membangun cinta.

Karena yang terjadi pada umumnya adalah ketika sebagian manusia menyatakan cinta kepada pasangannya, hubungan mereka di kemudian hari menjadi tidak lagi bebas. Terjadi penyempitan makna dari persahabatan menjadi pacaran. Persahabatan berarti bebas. Pacaran berarti penuh pagar.

Mengapa menjadi sempit karena dalam berpacaran mereka membuat komitmen-komitmen tertentu yang intinya saling melarang pasangannya untuk tidak melakukan ini dan itu. Melakukan hal-hal dimana hal itu sebelum dapat mereka kerjakan sebelum mereka sepakat berpasangan.

Jadi salah satu nilai film ini ialah cinta itu bukan sesuatu yang sudah jadi dan manusia tinggal mengenakannya sebagaimana mengenakan pakaian yang sudah selesai dijahit. Cinta bukanlah seperti itu karena cinta adalah sebuah kata lain dari semangat manusia untuk saling memahami dan hal ini harus diwujudkan dengan secara terus menerus.

Jakarta 15 Desember 2009

Wednesday, December 2, 2009

Apakah Kita Zombie

Kami sama-sama senang setelah menonton film Zombieland di bioskop 21 Plaza Semanggi. Kami berdiskusi sambil berjalan kaki sepanjang jalan menuju tempat parkir di gedung Standard Chartered, Jakarta Selatan.

“Manusia butuh saling kerjasama dengan yang lain. Kita tidak bisa hidup sendiri,” kata Vira. Aku setuju dengan bagaimana dia menerjemahkan pesan film Zombieland ini.

Kira-kira kalau film ini dideskripsikan berdasarkan alur ceritanya, begini. Seorang pemuda penakut bernama Columbus terpaksa bergabung bersama pembasmi zombie dadakan bernama Tallahassee.

Saat Tallahassee sedang dalam misi mencari Twinkie yang tersisa di bumi, keduanya bertemu dengan Wichita dan Little Rock, kakak beradik yang sudah bersembunyi di banyak tempat untuk terhindar dari kekacauan ini. Itulah deskripsi sederhana dari Zombieland.

Sebenarnya tidak ada pengalaman hidup yang baru yang ingin ditawarkan pembuat film ini kepada publik. Jadi, menurutku, ceritanya hanya lebih pada keinginan mengingatkan kembali kepada masyarakat tentang betapa pentingnya menghormati dan menghargai orang lain yang ada di sekeliling kita.

Misalnya hal itu ditunjukkan oleh Columbus dan Tallahassee. Pada awalnya mereka menolak untuk untuk saling bekerjasama. Mereka merasa sudah sangat percaya diri untuk dapat menangani kekacauan dan semua permasalahan mereka.

Situasi kacau yang dimaksud ialah dimana sistem tata krama sudah tidak berfungsi. Manusia sudah tidak memiliki rasa kemanusiaan. Menganggap yang lain sebagai ancaman. Sebenarnya ini lebih tepat untuk menjelaskan situasi kemasyarakatan dunia modern dewasa ini. Dimana sebagian anggota masyarakat berpikir kita harus mencurigai orang lain akan berbuat jahat kepada kita.

Tetapi toh pada akhirnya kekuatan kekacauan jauh lebih berkuasa daripada sifat egois yang dimiliki Columbus dan Tallahasse. Situasi sangat tidak menguntungkan dan akhirnya menempatkan mereka pada kondisi untuk tetap saling membutuhkan satu sama yang lainnya. Untuk kembali pada kerinduan saling percaya dan dipercayai.

Pulau zombie menurutku merupakan terjemahan dari suatu sistem yang diciptakan oleh pemilik modal atau oleh penguasa yang membangun kerajaan sendiri. Mereka menciptakan rupa-rupa aturan main yang tentu saja mendukung keinginan mereka untuk mencapai keuntungan dan kenikmatan sebesar-besarnya.

Entah secara sadar atau tidak mereka telah mempersempit ruang gerak masyarakat melalui aturan-aturan main. Sehingga masyarakat terjebak pada aturan itu. Masyarakat tidak lagi memiliki kebebasan karena semuanya sudah diatur lewat sudut pandang sistem pemilik modal.

Ketika yang berjalan di lapangan tidak lagi sesuai sistem yang diatur itu, kemudian masyarakat dianggap telah melakukan suatu pelanggaran. Singkat cerita akhirnya yang terjadi ialah saling memakan satu sama lainnya. Rasa saling memanusiakan, memahami, menghormati, dan menghargai telah hilang dari muka bumi dan selanjutnya tergantikan oleh aturan main bikinan pemodal itu.

Sistem baru yang tercipta ialah segala sesuatu kemudian diukur dengan prestasi kerja, penampilan fisik, kecerdasan berbicara, dan lain-lain. Kerjasama kini tidak lagi didasari rasa saling memanusiakan, memahami, sopan santun, saling mempercayai, melainkan kemudian tergantikan oleh ukuran-ukuran itu tadi.

Columbus dan Tallahassee dalam perjalanannya ke negara bagian yang lain secara tidak sengaja bertemu dengan Wichita dan Little Rock. Kakak beradik ini cerdik dan pemberani. Berkali-kali mereka berhasil memperdayai Tallahassee yang sangat percaya diri dan terkenal tidak pernah takut pada zombie.

Kecerdikan ini, menurutku, penjelasan dari usaha mati-matian manusia dari rasa terancam oleh keberadaan orang lain. Karena mereka sudah terjebak pada sistem yang mewajibkan bahwa orang lain itu harus dicurigai, mereka harus mempertahankan diri dengan cara memperdayai dan lari, lari, dan lari.

Apakah lari dari kenyataan bahwa kita harus mengenal orang lain itu merupakan solusi?
Kecerdikan dan kepintaran kakak beradik ini pun tidak bisa mempertahankan hidup mereka sendiri. Toh, pada akhirnya mereka tetap butuh hidup kerjasama dengan Columbus dan Tallahassee. Itu ditunjukkan ketika film ini akan selesai.

Bersama-sama kemudian mereka berjuang melawan para mayat hidup atau melawan sistem. Mereka ingin menjelaskan kepada dunia modern ini bahwa jangan sampai terjebak pada sistem-sistem yang justru menempatkan manusia untuk tidak saling mengenal satu sama lainnya. Jadi, buang ungkapan bahwa orang lain itu jahat. Karena sebelum kita mau mengenal orang lain, bagaimana tahu dia jahat.

Senin 14 Desember 2009

Filosofi Jembatan Semanggi

Jembatan Semanggi. Bangunan fisiknya berupa jalan layang yang melingkar-lingkar. Karena bentuknya mirip struktur daun lalapan, semanggi, maka kemudian meresap dan menjadi nama jembatan itu sendiri.

Pada perkembangannya, kawasan Jembatan Semanggi menjadi ciri khas Ibukota Jakarta. Jembatan ini menjadi semacam poros lalu lintas Ibukota Jakarta sekaligus sebagai simbol kemakmuran perekonomian.

Lokasi jembatan terkenal ini berada di kawasan Karet, Semanggi, Setia Budi. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Proses pembangunan Jembatan Semanggi tidaklah mudah. Presiden Soekarno tidak begitu saja mendapat restu dari rakyat. Sebab, pada waktu itu orang sudah mulai berpikir kritis terhadap ide-ide pembangunan fisik.

Pada masa itu, anggota masyarakat yang kritis terhadap kebijakan pemerintah menilai bahwa gagasan Bung Karno ini hanyalah proyek mubazir. Proyek yang hanya akan menghabiskan keuangan negara dan tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat.

Bung Karno tentu saja memahami apresiasi yang disampaikan masyarakat. Dia menampung semua protes itu. Bung Karno mengolahnya.

Tapi, bukan Bung Karno namanya kalau kemudian mundur oleh berbagai kritik. Dia tetap mantap pada pendirian, yakni merealisasikan pembangunan Jembatan Semanggi. Tahun 1961 proyek dimulai.

Waktu itu, Jembatan Semanggi hanyalah salah satu dari paket pembangunan fasilitas publik yang akan dibangun pemerintah. Proyek lain yang juga didirikan, antara lain Gelora Senayan (Gelora Bung Karno) dan Hotel Indonesia.

Mengenai nama Semanggi, Bung Karno punya cerita sendiri. Dalam satu kesempatan, dia pernah bicara filosofi tentang daun semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan, dalam bahasa Jawa dia menyebut “suh” atau pengikat sapu lidi. Tanpa “suh” sebatang lidi akan mudah patah.

Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan “suh” menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.

Itulah sejarah singkat Jembatan Semanggi yang kini tetap berdiri kokoh dan mengimbangi pesatnya pembangunan infrastruktur Ibukota Jakarta.

Bila menilik sejarahnya, pantas memang bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan Jembatan Semanggi sebagai tempat wisata bernilai sejarah.

(Bahan tulisan diolah dari berbagai data kepustakaan)

Mengapa Mereka Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan melakukan ini banyak macamnya, tapi umumnya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan.

Hal itu diungkapkan ahli psikologi Sani B Hermawan kepadaku Rabu 2 Desember 2009 untuk menanggapi beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia selama sepekan terakhir, dua di antaranya terjadi di pusat belanja Jakarta.

Selain dilanda putus asa karena tidak mampu memecahkan masalah, ada juga diakibatkan oleh kepribadian tertentu. Salah satunya depresi. Jadi, kata Sani, orang yang tidak puas dan tidak kuat menahan cobaan hidup, bisa memilih jalan bunuh diri.

“Jadi, orang yang punya kepribadian seperti itu, dia memiliki kecenderungan untuk bunuh diri,” kata Sani.

Ditanya mengenai motif bunuh diri sebagaimana ilmu sosiologi jelaskan, yaitu karena ingin berjuang melalui keyakinan yang dianut, Sani mengatakan kasus semacam itu memang ada.

Dia menyontohkan bunuh diri dalam budaya Jepang yang dikenal istilah hara-kiri. Hara kiri, kata dia, didasari semangat untuk mencapai suatu kehormatan. Karena mati dianggap lebih terhormat daripada hidup tidak punya harga diri.

Kemudian bunuh diri karena ideologi tertentu, misalnya dengan meledakkan diri di tempat publik.

“Alasan pelaku kan karena ada yang ingin dia perjuangkan. Tapi menurut saya, itu paradigma yang keliru,” katanya. “Karena yang tewas bukan hanya dia sendiri, orang lain juga jadi korban.”

Sani mengatakan tidak melihat kasus bunuh diri di Indonesia dilakukan karena didasari semangat pencapaian kehormatan seperti dalam hara-kiri. Sebab, budaya Indonesia dengan Jepang beda. Apalagi, masyarakat Indonesia umumnya taat pada agama dan agama melarang bunuh diri.

Jadi, Sani lebih menangkap kasus bunuh diri di Indonesia hanya sebatas karena mereka tidak mampu memecahkan masalah pribadi dengan baik.

Nah, kalau persoalannya itu, Sani mengatakan salah satu cara mencegahnya ialah dengan memahami mereka yang sedang menjalani cobaan hidup. Dan ini merupakan tanggung jawab teman dan keluarga. Mereka harus membantu, mendengar, memahami, mendukung, dan mencari solusi bersama.

Hai, Panggil Aku Mo

Suatu sore aku dan temanku Vira main di Taman Ismail Marzuki. Sehabis membeli buku tentang tokoh filsafat, Freud, Sartre, dan ilmu tentang Kosmologi, di toko buku milik Pak Jose Rizal Manua, kami nongkrong di salah satu kafe.

Di sana, tiba-tiba calon dokter gigi dari UI ini mengeluarkan sesuatu yang terbungkus plastik dari dalam tas trendinya. Lalu, dia memberikan sesuatu itu kepadaku. Setelah kuambil dan kulihat, ternyata seekor monyet. Wow lucunyaaa. Eh, tentu saja ini bukan monyet sungguhan, melainkan sebuah boneka.

Bulunya coklat dan sangat tebal. Dan kalau dilihat dari depan, kepala teman baruku ini tampak botak. Dan justru menurutku itulah salah satu letak kelucuannya. Ditambah lagi dia selaaaaaaalu menyunggingkan senyum kepadaku dan tentu saja kepada siapapun yang berjumpa dengannya.

Vira bilang boneka lucu ini mirip seorang fisikawan bernama Albert Einstein. Kok bisa, pikirku. Oh, rupanya karena kepala boneka monyet ini botak, lalu dia membayangkan monyet ini sebagai Einstein. Hahahhaha.

Selesai makan di kafe itu, aku dan Vira nonton film New Moon. Film yang lagi disukai banyak orang sekarang ini. Film yang menjelaskan tentang hakikat cinta. Cinta berarti memahami. Memahami ciri-cirinya ialah memberi kebebasan kepada pasangan. Cinta bukanlah sesuatu yang sudah tersedia dan mereka tinggal menjalaninya. Bukan seperti itu. Menyintai berati kita bekerja. Bertindak untuk mewujudkannya. Dan itu berlangsung sepanjang hidup. Oh cinta. hahaha.. Eh, monyet temanku ikut nonton. Hehehe.

Dia duduk di tengah, di antara kami para manusia. Mungkin dia satu-satunya monyet yang beruntung malam itu. Beberapa orang sepertinya keheranan padaku. Soalnya, aku duduk jejer boneka. Orang melihat ini seperti langsung memikirkan sesuatu. Ya ya ya ya… Tidak mengapa.

Usai nonton film, kami makan, lalu pulang. Vira bilang monyet ini mesti dikasih nama. Mmm. Betul juga, pikirku. Tapi siapa namanya. Vira bilang ya namanya monyet saja. Masa sih namanya monyet saja. Tapi lama-lama kupikir bener juga. Kenapa monyet harus dikasih nama yang aneh-aneh, paijo, paimin, macan, dan lain-lain.

Sepanjang perjalanan pulang, aku mikir-mikir. Kuberi nama apa ya si teman lucuku ini. Ada beberapa pilihan. Tapi lama menentukannya. Sesampai di kos, aku baru memutuskannya. Yah, kuberi dia nama Mo saja. Dua huruf yang kuambil dari kata monyet. Singkat dan lucu.

Yoi, malam itu akhirnya aku punya teman baru di kamar kos. Pada waktu Vira memberiku hadiah boneka ini, dia bilang supaya temanku bukan cuma buku-buku saja. Mesti ada sesuatu yang lain atau yang baru. Hahahah. Sesuatu itu mungkin maksudnya sesuatu yang menawarkan semacam pengetahuan atau pemandangan yang baru sama sekali.

Memang selama ini sama sekali tak pernah terpikir olehku untuk membeli boneka untuk hiburan di kamar kos. Pasti aneh menurut sudut pandang teman-temanku yang main ke tempatku. Mereka akan pikir, wow Sis sudah menjadi pria gemulai. Haghaghag.

Nah, aku juga berpikir bahwa di situlah letak menariknya. Mungkin saja Vira berpikir demikian. Dia sengaja menghadiahiku sebuah boneka sekaligus untuk menantang konsep yang menyebut mainan semacam ini hanyalah untuk anak perempuan. Vira mungkin mau menjelaskan bahwa Boneka adalah mainan yang universal. Benda ini bisa menjadi teman bagi siapapun, pria dan wanita, besar dan kecil.

Bisa jadi Vira juga berpikir begini. Boneka monyet ini hanyalah cara bagi dia untuk berkomunikasi dengan orang lain agar masyarakat lebih tergugah hatinya dan menyayangi satwa. Mungkin Vira termasuk pengagum Ahimsa, ajaran Buddhisme dan Hinduisme, yang berarti manusia tidak boleh melukai, apalagi membunuh makluk hidup. Ajaran itupula yang diikuti oleh Mahatma Gandhi. Gandhi menempuh jalan hidup pelayanan.

Wokay, si Mo. Kau sudah jadi temanku sekarang. Kini kau telah kuberi jiwa. Kau kumonyetkan atau dalam bahasa manusia kau telah dimanusiakan. Aneh kedengarannya. Diberi jiwa. Maksudku, kau kuberi makna sebagai teman.

Mo, kini kau perlu tahu. Viralah yang telah menyelamatkanmu dari pertokoan di Taman Safari, Cisarua, Bogor. Waktu kau masih di sana, pastilah kau hanyalah seonggokan benda yang hanya dimaknai sebagai barang dagangan. Kini, kau dikeluarkan dari sana ketika Vira dan keluarganya berekreasi di tempat asalmu.

Dan kini kau tinggal di tempat yang jauh lebih terhormat yaitu di kosku. Kau kutempatkan di dekat buku-bukuku. Kau tau, bagi manusia, buku adalah salah satu jalan untuk membuka pikiran dan membuka kecerdasan. Walau kau tak membaca, setidaknya kau berada di dekat buku-buku kelas beratku. Hehhe.

Hmmmm… Ngomong-ngomong soal monyet. Ternyata bukan aku saja yang suka monyet. Si Vira pun agaknya suka sekali. Hahaha… Jepret.. jepret… jepret… beberapa foto berhasil diambilnya di Taman Safari sore itu. Bahkan, mungkin saking bangganya, dia memampangnya di facebook.

Dia bercerita telah berhasil menjepret salah satu monyet yang agak kurus ketika mobil yang ditumpanginya dicegat. Ada lagi satu monyet diambil fotonya ketika sedang meminta-minta kepada para pengunjung taman. Okeh.

Kembali pada Si Mo yang manis. Si bulu coklat yang tebal. Kepalanya agak plontos bergaya Einstein. Dia adalah makluk yang kusebut sebagai pemilik senyum abadi. Kusebut demikian karena struktur mukanya memang akan selalu membikin dia tetap ngguyu terhadap apapun yang terjadi.