Tuesday, September 24, 2013

Humas Senang, Wartawannya Agak Merengut

RUPA-rupa cara dipakai kalangan humas perusahaan untuk membina hubungan baik dengan wartawan. Dan cara yang mereka pakai pun mengikuti perkembangan jaman. Seperti yang dirasakan wartawan di salah satu media ini.

Suatu sore, wartawan itu bingung. Benda apa yang baru saja ia terima lewat TIKI yang dikirimkan seorang humas salah satu perusahaan swasta. Bentuknya tipis, kotak, dan bisa dilipat.

Garuk-garuk kepala terus dia, pertanda makin puyeng.  Teman di sampingnya yang penasaran pun berniat membantu. Tak lama kemudian, setelah dilihat-lihat, akhirnya benda tipis sebesar kartu nama itupun disimpulkan sebagai USB. :D

Monday, September 23, 2013

KAMUS JURNALISTIK KATANYA

JEBRET. Sebagian redaktur atau editor berita media massa terkadang senyum-senyum sendiri seperti orang gila bila sedang membaca laporan dari reporter, terutama untuk berita straight news.

Singkat cerita, yang membuat mereka senyum-senyum, terutama ketika menemukan kata ganti untuk menunjukkan orang atau narasumber yang memberikan suatu pernyataan. Dan kata ganti itu seringnya tidak tepat sasaran. Contone:

Lurah Sujarwo mengimbau para Ketua RT/RW mengkoordinir warga untuk gotong-royong membersihkan got. "Saya sudah minta mereka untuk membantu," jlentreh Lurah Sujarwo.
Kemudian ada lagi yang menulis begini:

Friday, September 20, 2013

Wartawan Pun Sikat Jatah Narasumber :D

HADOOH, perilaku wartawan elektronik Tanah Air ini bener-bener keblinger. Betapa tidak, apa yang bukan menjadi jatahnya, mereka sikat habis juga. :D :D

Jadi begini ceritanya. Waktu itu, ada kasus besar yang terjadi di salah satu kota. Dari segi bisnis media maupun dari segi nilai jurnalistik, berita itu menguntungkan dan kuat sekali.

Maka, redaksi pun membuat rencana liputan live alias wawancara langsung dengan salah satu kepala keamanan di kota yang menjadi tempat kasus besar tadi.

Thursday, September 5, 2013

Nasib Reporter Berwajah Tanpa Ekspresi

INI cerita dari seorang kepala media di salah satu daerah. Ceritanya tentang penampilan wajah wartawannya di lapangan.

Dia punya seorang reporter yang ditempatkan di salah satu instansi. Reporternya memang banyak tanya bila ketemu narasumber. Cukup kritis dan tak hobi amplop, walau kadang-kadang mau juga isi amplopnya.

Reporter kesayangan redaktur ini punya pembawaan yang agak kaku. Kepala media menyebutnya punya wajah yang datar dan jarang tertawa di redaksi.

Wednesday, September 4, 2013

Sogokannya Karaoke

ADA kasus besar di salah satu kota. Wartawan online di daerah itu kemudian menulisnya ramai-ramai. Dan tulisannya cenderung menyudutkan salah instansi hukum setempat.

Karena tak ingin imej-nya buruk karena pemberitaan, kepala instansi hukum itu langsung memanggil para wartawan media cetak ke salah satu ruangan kantor. Wartawan online sengaja tak dipanggil karena dianggap tak punya pengaruh.

Di ruangan itu, abang-abang wartawan media print mendapat pengarahan. Intinya, agar besok mengeluarkan informasi yang baik-baik tentang instansi hukum tadi. Bikin berita yang soft-lah.

Wartawan Lapan Anam Kaget Setengah Modar

INI pertanyaan yang kerab dilontarkan oleh sebagian wartawan yunior. Kenapa pengusaha atau pejabat mesti takut ketika didatangi wartawan atau diancam wartawan akan diberitakan bila tidak memberi uang.

Kalau pejabat atau pengusaha tak bersalah, kata wartawan yunior itu, harusnya tenang-tenang aja saat menghadapi wartawan.

Nah, soal keberanian menghadapi wartawan, ada baiknya menyontoh seorang pengusaha Tanah Air ini. Walau sebenarnya perusahaannya tak jujur-jujur amat atau tak bersih-bersih amat, ia punya keberanian melawan wartawan yang coba-coba memerasnya.

Tuesday, September 3, 2013

Pak Pejabat Apes, Abang Wartawan Pun Apes

INI benar-benar apes. Apes buat si pak pejabat maupun apes buat Bang Korlap dan beberapa temannya. Lho, kok bisa yak. Bisa dong.

Begini awal mula ceritanya. Ada pejabat yang kepergok baru keluar dari hotel bersama cewek oleh beberapa abang wartawan.

Lalu, dikuntitlah si pejabat itu oleh abang-abang wartawan. Mereka membuntutinya sampai rumah pejabat.

Orang Dekat Pejabat Guyur Uang ke Wartawan

BUKAN rahasia negara lagi bila pejabat tinggi yang sedang berkasus membutuhkan dukungan dukungan wartawan dan media.

Seperti kasus satu ini. Suatu malam, beberapa wartawan sedang menunggu hasil pemeriksaan lembaga hukum. Mereka duduk sambil merokok di tangga gedung.

Tiba-tiba, datang orang dekat pejabat yang sedang terkena kasus korupsi. "Bro, ada rokok kagak neeh," kata orang itu.

Monday, September 2, 2013

Hah, Berita Kau Nih Ada 86-nya

DI jaman media online seperti sekarang ini, nilai berita tak lagi menjadi unsur utama bagi sebagian redaksi media massa dalam menentukan sebuah informasi layak terbit atau tidak terbit.

Ada unsur-unsur lain yang menjadi prioritas. Misalnya, apakah informasi tersebut nanti mendatangkan iklan bagi perusahaan atau tidak. Apakah informasi itu nanti akan banyak diklik masyarakat atau tidak.

Ah, jadi kuliah deh. Singkat cerita begini. Seorang reporter media online A bertugas di desk bisnis dan lifestyle. Tiap hari, ia mendapatkan kiriman press release ke emailnya dari berbagai humas perusahaan.

Reporter Susah Dipegang, Langsung Saja Redakturnya

SUDAH berkali-kali petugas humas lembaga swasta satu ini mengirim press release ke email wartawan dari media A, B, C, D, termasuk Bang Korlap. Tapi, tak satupun yang menulisnya.

Karena terulang terus, humas mulai berpikir, apakah pendekatan kepada wartawan-wartawan itu kurang mantap sehingga responnya seperti itu.

Setelah itu, Bang Korlap dan abang-abang wartawan lain pun di-service makan-makan dulu tiap kali datang untu mengikuti konferensi pers. Harapannya, setelah perut kenyang, mereka bisa diarahkan.

Sunday, September 1, 2013

Wartawan Penjual Buku Kode Etik Jurnalistik Lagi Apes

SEORANG wartawan muda di salah satu daerah mengadu ke blog Korlap 86. Ia mengaku kesal bukan main dengan ulah oknum wartawan yang kegemarannya menakut-nakuti pejabat demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Begini modus operandi oknum wartawan senior itu. Ia menggandakan buku kode etik jurnalistik di percetakan.  Entah berapa modalnya. Kemudian, ia edarkan buku tersebut ke pejabat, termasuk guru dan kepala sekolah.

Ada guru dan kepala sekolah yang mau membeli. Tapi, ada juga yang langsung menolak karena tak ada kepentingan dengan membeli buku macam itu.