Monday, August 2, 2010

Tak Ada THR, Ayam Sakit Pun Tak Apalah

KELOMPOK wartawan bodrek di kabupaten X pandai betul melobi sejumlah kalangan, mulai pejabat pemerintah, swasta, maupun anggota polisi. Salah satu sasaran swasta wartawan itu ialah usaha ayam potong.

Usaha ayam potong yang menjadi sasaran biasanya yang melanggar ketentuan peraturan daerah setempat. Ketentuan yang dilanggar, misalnya tempat potong itu dekat pemukiman penduduk atau alur sungai.

Kalau ada usaha ayam potong melanggar perda, maka si toke ayam akan berurusan dengan kelompok wartawan yang korannya kadang terbit kadang tidak terbit itu.

Sebenarnya, jika dipikirkan, wartawan seperti itu, tingkat kontrolnya jauh lebih kena ketimbang wartawan profesional atau wartawan nasional.

Sekelas media nasional, misalnya, tak mungkin bisa memberitakan soal kandang ayam potong yang melanggar perda . Tapi di media kelompok wartawani tu bisa. Dan hebatnya media lokal di kabupaten X, sekali memberitakan, langsung ada reaksi dari pemerintah setempat. Karena itu sejumlah toke ayam potong tidak mau punya masalah dengan wartawan.

Biasanya agar tidak kena hajar wartawan itu, si toke akan menjadi pelanggan tetap media yang kadang terbit kadang tidak terbit dari kelompok wartawan itu.

***

Menjelang lebaran, merupakan perburuan luar biasa bagi wartawan di sana. Mereka akan memburu THR dari kalangan pejabat sampai ke toke ayam.

Nah, karena situasinya seperti itu, biasanya pejabat pemerintah memilih menjelang lebaran. Apa yang dilakukan pejabat ini rupanya juga ditiru para toke ayam tadi.

Walau begitu, perburuan THR yang dilakukan empat wartawan bodrek tadi tetap jalan. Mondar mandir ke sana ke masi. Karena pejabat susah dicari, sasaran terakhir adalah toke ayam.

Suatu sore, mereka tancap gas dengan sepeda motor. Kejadian ini di salah satu kecamatan. Empat wartawan tadi, sore hari pun terys mengejar toke ayam untuk minta THR.

Dengan sepeda motor bututnya, mereka yakin toke ayam tidak menghilang seperti pejabat. Sesampainya di kandang ayam, yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari pusat kota, mereka pun istirahat sejenak.

Lantas mereka turun dari motor, dengan gaya baju pakai rompi. Mereka disambut tiga orang penjaga kandang ayam potong. Mereka sudah saling kenal, karena si wartawan sudah sering ke lokasi itu dengan gaya sok wibawa.

"Kemana toke kau dek," kata salah satu wartawan.

Penjaga bilang, "Bang, kalau sudah dekat lebaran gini, toke sudah jarang ke sini. Sudah empat hari dia hilang."

Wartawan jawab, "Ada ga tokemu titipkan uang THR untuk kami."

Si penjaga kandang ayam potong mengatakan, "Jangankan titip uang bang, kami suruh nambah ayam untuk persiapan tiga hari menjelang lebaran saja dia tak mau. katanya, habiskan saja ayam yang ada."

"Aku telepon-telpon tokemu HP juga mati," kata wartawan dengan sinis

"Bang, abang, kayak ga tau saja, dekat lebaran gini mana mau dia hidupkan HPnya,” kata penjaga itu.

Si wartawan agak kesal, "Kacau bos kau ini, masak THR pun kami tak dikasinya."

Penjaga hanya terdiam, karena mereka juga tidak punya keputusan soal THR itu.

Lantas wartawan tanya, "Masih banyak ayam kau di kandang?"

Penjaga, "Mana ada lagi bang, kalaupun ada yang tersisa sekarang, hanya ayam yang sakit."

Wartawan, "Ya sudah, kau ambil semua ayam yang sakit itu, biar kami sendiri yang menjualnya ke pajak (pajak istilah medan pasar)."

Beberapa saat kemudian, ayam-ayam yang sakit itu dibawa pergi oleh wartawan itu dengan sepeda motor bututnya. Penjaga cuma terdiam. "Daripada tak dapat THR, ayam sakitpun tak apalah," kata si wartawan.

No comments: