Wednesday, December 7, 2011

Bali Plus, Semangat & Tantangan Pelayanan ODHIV

TEMPAT itu terletak di Jalan Tukad Buaji Gang Lotus 30, Denpasar Selatan, Bali. Ketika rombongan yang terdiri dari 10 nominator blog World’s Day Blog Competition, panitia dari VIVAnews dan Ausaid tiba, sekitar delapan orang menyambut dengan hangat, Selasa, 6 Desember 2011, sore itu. Di antara orang yang menyambut kami ialah Putu Utami Dewi yang kemudian mempersilahkan kami semua masuk ke dalam ruangan.

Nampaknya teman-teman yayasan sudah menyiapkan penyambutan ini. Kursi-kursi di dalam ruangan sudah ditata rapi. Masing-masing kursi diletakkan brosur warna pink yang berisi tentang  Spirit Paramacitta Foundation Profile. Tujuannya supaya kami bisa membaca dan mempelajarinya. Seruangan dengan kami juga ada teman-teman aktivis dari berbagai kalangan yang memiliki risiko tinggi tertular HIV.

Rendy Jauhari, Senior Public Affairs Officer di AusAID, yakni lembaga bantuan Pemerintah Australia pun memperkenalkan diri secara formal dan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami. Tujuan kunjungan ini yaitu untuk mengenal lebih jauh Yayasan Spirit Paramacitta beserta aktivitasnya. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kompetisi menulis blog tentang HIV/AIDS yang diselenggarakan AusAID yang bekerjasama dengan VIVAnews.com untuk memperingati Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2011.

Tak lupa, Rendy menyampakan ucapan terima kasih kepada teman-teman aktivis Paramacitta yang membuka tangan untuk kedatangan kami semua. Namun belum selesai sambutan pertama, tiba-tiba aliran listrik ke yayasan padam.

Atas padamnya listrik ini, Putu yang tak lain adalah Direktur Yayasan Spirit Paramacitta langsung minta maaf kepada semua yang hadir pada pertemuan sore yang hangat itu. “Mohon maaf, suasana tidak menyenangkan, tidak ada kipas, tidak ada AC.”

Tapi, tidak masalah listrik padam. Tidak masalah ruangan jadi agak panas. Saat itu, tidak ada yang mengeluh. Yang terpenting semangat kami semua di sana adalah bisa mengobrol dan mendengarkan pengalaman teman-teman aktivis Paramacitta.

Spirit Paramacitta

Sebelum tiba di sana, saya sangat penasaran dengan nama Bali Plus. Namun ternyata, namanya kini bukan lagi Bali Plus, melainkan Yayasan Spirit Paramacitta. Paramacitta merupakan organisasi non-profit yang bergerak dalam meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV (ODHIV) di Bali.

Ternyata bukan hanya saya yang baru tahu perubahan nama itu. Putu mengakui bahwa sampai sekarang banyak orang yang mengenal yayasan ini sebagai Bali Plus. Wajar saja, sebelum bertransformasi menjadi seperti sekarang, yayasan ini dulunya memang bernama Bali Plus. Yayasan Spirit Paramacitta baru secara resmi berdiri pada 25 Januari 2001 di Denpasar.

Bagaimana latar belakang pendiriannya? “Pendiriannya dilatarbelakangi temen-temen yang positif (HIV). Dulu anggotanya ada enam orang,” kata Putu yang selalu menyungging senyum itu.

Putu mengisahkan awal-awal pendirian yayasan ini. “Jadi waktu itu, kita kumpul, kita lihat apa sih maunya kelompok ini, kita pikir ada manfatnya. Misalnya, untuk memotivasi teman yang baru positif HIV.”

Orang yang baru tahu dirinya positif HIV, pada umumnya belum siap dengan kenyataan baru itu. Mereka menjadi merasa begitu shock, bahkan merasa hidup sendirian. Oleh karena itu, mereka makin yakin kehadiran Paramacitta kelak akan sangat dibutuhkan ODHIV. “Ketika ada kelompok dukungan, mereka bisa bersama, merasa tidak sendiri, secara emosional terdukung.”

Pada waktu itu, teman-teman yang ikut mendirikan yayasan juga melihat aspek lain yang dialami ODHIV. Yakni, mereka selalu mendapat stigma dari lingkungan sosial. Misalnya adat dan keluarga. “Sampai sekarang masih ada permasalahan yang dihadapi ODHIV, misalnya ketika ada yang meninggal, tidak ada yang berani mengurusinya,” katanya.

Secara psikologis ODHIV memiliki perasaan tertekan. Bahkan, sebagian dari mereka yang sampai sekarang masih kerap mendapatkan diskriminasi dari masyarakat, bahkan untuk mendapatkan hak layanan kesehatan sekalipun. Apa yang dialami sebagian teman-teman ini sangat dilematis. “Ada kasus ketika mereka mau operasi kaki. Dokter tidak jadi mengoperasinya karena mereka mengakui ODHIV,” ujar Putu.

Tekanan psikologis terhadap teman-teman ODHIV, khususnya di Denpasar, tidak hanya di bidang kesehatan, bahkan di sektor ekonomi pun demikian. Mereka bisa langsung dipecat oleh perusahaannya, ketika terbuka bahwa dirinya telah terinveksi virus HIV. “Banyak sekali permaslahan,” tutur Putu.

Teman-teman ODHIV merupakan kalangan yang tergolong rentan, baik fisik mereka karena dapat mudah terserang penyakit, sebab sistem kekebalan tubuh menurun maupun psikologinya. Positif HIV bukanlah pilihan mereka. Oleh karena itu, sangat tidak adil bila mereka diasingkan dan didiskriminasikan dengan alasan dapat mudah menularkan ke orang lain, Padahal, kenyataannya, penularan HIV tidak semudah penularan flu. HIV hanya dapat menular melalui pertukaran darah dan cairan kelamin. Jadi, seharusnya mereka mendapatkan ruang yang normal di masyarakat, kita semua perlu memberi dukungan agar ODHIV tetap bisa semangat hidup.

“Teman-teman pada waktu itu merasa kita perlu untuk berkumpul. Dengan berkumpul bisa merasa semangat, dengan berkumpul bisa saling mendukung,”  kata Putu yang mengenakan pakaian batik itu.

Singkat cerita, organisasi ini pun berkembang pesat. Teman-teman Paramacitta memiliki misi "That in  Society, PLWA and their families as individual, communicty and society member maintain the same equal ritghts as all human beings. That PLWA are equally responsible for their behaviour and are aware of and respect human rights."

Adapun misi yang mereka emban ialah untuk pemberdayaan ODHIV agar mandiri dan mencapai kebutuhan gaya hidup sesuai dengan aspirasi mereka.

Program

Ada empat program yang saat ini dilakukan Paramacitta. Pertama, konseling HIV dan dukungan emosional. Layanan konseling ini dapat diakses oleh siapa saja dan tanpa biaya. Yayasan ini mempunyai dua konselor, yang terdiri dari orang yang telah berpengalaman sejak tahun 2002. Layanan konseling dapat diakses dari Senin sampai Jumat, pukul 09.00, sampai 17.00 WITA.

Kedua, memberikan dukungan bagi ODHIV yang membutuhkan bantuan kesehatan. Program ini telah berjalan sejak tahun 2002. Program ini bertujuan memberikan dukungan emosional bagi orang dengan HIV yang memiliki masalah dengan kesehatan mereka. Kemudian mendorong mereka untuk terus meningkat kesehatan melalui terapi pengobatan, terutama terapi antiretiroval.

Selain itu juga memberikan mentoring kepada para relawan untuk membantu memberikan informasi kepada orang yang hidup dengan HIV, relawan juga dapat memberikan informasi dan dukungan untuk keluarga / pasangan dengan HIV yang membutuhkan. Paramacitta, saat ini telah memiliki 50 relawan di delapan daerah di Bali (Denpasar Badung, Buleleng, Jembrana, Gianyar, Karangasem, Klungkung, dan Tabanan).

Ketiga, pembentukan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) untuk Pemberdayaan HIV. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan ODHIV di daerah masing-masing. Sampai saat ini KDS sebanyak 21 dukungan yang telah terbentuk di delapan Kota / districs di Bali, dengan jumlah anggota aktif sekitar 150 orang.

Keempat, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang HIV dan treatment-nya. Kegiatannyya meliputi pelatihan berkala yang melibatkan ODHIV, keluarga / pasangan dan masyarakat umum yang peduli dengan masalah ODHIV. Pelatihannya antara lain memberikan pengetahuan dasar tentang HIV dan pengobatan, berbicara di depan umum, dan pengobatan pendidik.

Di Lapangan

Seiring dengan perjalanan waktu, sejak tahun 2001 hingga sekarang, jumlah ODHIV dari berbagai kalangan yang dilayani Yayasan Spirit Paramacitta sudah mencapai 1.085 orang. Putu mengakui jumlah aktivis Paramacitta tentu tidak sebanding dengan jumlah dampingan. Oleh karena itu, ia menerapkan strategi merangkul lebih banyak relawan untuk membantu pendampingan.

“Strateginya dengan membentuk KDS (kelompok dampingan sebaya) untuk merangkul anggota-anggota lain di kota maupun kabupaten masing-masing, di daerah masing-masing,” tutur Putu.

Anggota KDS bukan hanya dari kalangan teman-teman yang positif HIV saja, namun juga mereka yang bukan ODHIV, bahkan orang tua ODHIV. Hal ini tentu telah memberikan spirit baru bagi teman-teman Paramacitta.

Karena menilai pentingnya keterlibatan KDS yang tujuannya tak lain demi peningkatan kualitas hidup ODHIV, Spirit Paramacitta akan terus meluaskan jangkauan layanannya. Rencananya, untuk tahun 2012, akan membuka KDS lagi di daerah Bangli.

“Nah, dengan adanya kelompok dukungan, kita bisa advokasi dan saling memberikan dukungan,” kata Putu.

Dalam pertemuan dengan teman-teman Paramacitta sore itu, para nominator juga mendapat kesempatan untuk mendengarkan pengalaman langsung dari para koordinator KDS. Di antaranya Suwarni dari KDS Tunjung Putih. Kelompok ini mendampingi keluarga ODHIV, umumnya mereka terdiri dari ibu rumah tangga yang membutuhkan dukungan psikologis.

“Setiap bulan, kita ketemu. Kita mendiskusikan masalah kesehatan atau bahkan sharing,” ujar Suwarni.

Dalam pendampingan, biasanya teman-teman KDS terus menerus memberikan dukungan kepada keluarga ODHA, khususnya yang baru tahu anggota keluarganya positif HIV. “Kita jelaskan bahwa, mereka tidak sendiri. Mereka punya teman,” katanya.  “Mereka bisa bebas cerita di KDS ini. Mereka bisa belajar dari teman lain yang mengalami hal yang sama.”

Hingga saat ini, teman-teman KDS Tunjung Putih telah mendampingi sebanyak 200 orang. Suwarni cukup lega karena mereka pada akhirnya dapat memahami masalah HIV/AIDS. “Mereka (ODHIV) sudah berdaya untuk akses kesehatan tanpa pendampingan lagi,” katanya.

Koordinator KDS lainnya, Sonya, juga punya cerita. Tidak mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari ODHIV agar mereka meneria pendampingan. Tetapi, karena pendekatannya intens, pada akhirnya ODHIV akan tumbuh rasa percaya kepada KDS, dan lama kelamaan akan mendapatkan rasa percaya diri.

Ia juga punya pengalaman tentang bagaimana membuat ODHIV mandiri atau tidak selalu tergantung pada pendamping. “Kalau dia nunggu penjelasan dari saya terus, saya akan kasih tahu bahwa saya juga harus mendampingi ODHA lainnya di tempat lain,” katanya. Cara seperti ini, katanya cukup ampuh memotivasi ODHA cepat mandiri.

Agung, Koordinator KDS lainnya juga ikut angkat pengalaman mendampingi. KDS yang dipimpinnya sudah empat tahun ini berjalan. Saat ini anggotanya sudah ada 30 orang, yang aktif 10 orang. Setiap bulan sekali mereka mengadakan pertemuan. Di pertemuan ini, biasanya yang dibicarakan sama seperti yang dibicarakan Suwarni dan Sonya.

Tantangan

Dalam perjalanan pelayanan yayasan, banyak tantangan yang menghadang. Ada tantangan internal dan eksternal. Contoh tantangan internal yakni saat  yayasan telah berhasil membentuk anggotanya menjadi koordinator pendamping yang matang di lapangan, namun tiba-tiba direkrut oleh lembaga donor maupun LSM lainnya.

Adapun tantangan eksternalnya, antara lain, sampai saat stigma yang diberikan kepada teman-teman ODHA masih kuat di Bali, terutama untuk mendapatkan layanan kesehatan secara normal.

Tantangan lainnya ialah saat menangani jenazah ODHIV. Di Bali, saat menangani jenazah, tangan orang yang memandikan langsung bersentuhan dengan kulit jenazah, tanpa sarung tangan. Hal ini merupakan tradisi untuk penghormatan terakhir almarhum atau almarhumah. Tapi, kenyataannya, kasus ini masih menjadi persoalan. Masyarakat masih takut akan tertular HIV bila memandikan jenazah. Padahal, teman-teman yayasan sudah melakukan sosialisasi dan pelatihan tentang prosedur menangani jenazah “Ya sudah, kalau sudah begitu, temen-temen KDS yang memandikan jenazah,” ujarnya.

Tantangan yayasan yang berada di bawah kerjasama dengan AusAID ini berikutnya ialah mengenai dana. Menurut Putu, dukungan dana yang diterima yayasan semakin menurun. Tapi, ia tetap positif menanggapi hal ini. “Mungkin kami ini diminta untuk mandiri di masa depan,” katanya.

Oleh karena itu, saat ini Putu mulai membangun kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya perusahaan untuk menjadi donatur.

Dengan berbagai upaya dalam menghadapi macam-macam tantangan, organisasi Paramacitta tetap bertekad untuk dapat mencapai tujuan semula, yakni, membangun kembali harga diri ODHIV dan kesadaran atas potensi mereka, agar ODHIV mampu bertahan hidup dengan kualitas hidup yang lebih tinggi, menciptakan lingkungan positif dan inklusif untuk mereka, dan menjadi pusat sumber daya bagi teman-teman ODHIV.

Teman-teman di berbagai daerah di Tanah Air yang mungkin ingin berkomunikasi dengan Paramacitta. Berikut ini kontaknya:

Spirit Paramacitta Foundation
Jalan Tukad Buaji, Gang Lotus Nomor 30
Denpasar Selatan 80224 Bali
Phone: 08283600203
E-mail: spiritparamacitta@ymail.com
Contact Person: Putu Utami Dewi

No comments: