Sunday, January 8, 2012

KIDP: Kembalikan Dunia Penyiaran pada Khitahnya

JUDICIAL Review terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran oleh Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) bukan semata-mata merupakan sikap antipati terhadap dunia industri penyiaran itu sendiri.

Eko M dua dari kanan (Tribunews)
KIDP Coordinator, Eko Item Maryadi, dalam siaran pers yang diterima singkatcerita.blogspot.com hari ini, Minggu, 8 Januari 2012, mengungkapkan tanpa peran serta kalangan industri, dunia penyiaran nasional tidak akan berkembang hingga seperti sekarang. Selain itu UU Penyiaran juga memberi porsi lebih terhadap terwujudnya industri penyiaran Indonesia dalam rangka membangun dan memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum.

Oleh sebab itu, KIDP memandang bahwa yang perlu diluruskan dalam ajuan judicial review adalah mengembalikan dunia penyiaran ke ranah yang demokratis, dan perlu ditekankan sekali lagi bahwa langkah ini bukan untuk menjegal atau menghadang gerak kalangan industri.

KIDP, lanjut
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu, memandang perlunya dunia penyiaran dikembalikan pada ruh demokratisasi, sebab selama ini dunia penyiaran yang berkembang jauh dari kesan itu. Lihat saja, misalnya dunia penyiaran yang semakin carut marut, rendahnya mutu siaran, seragam, terlalu menonjolkan aspek hiburan dan komersial, mengumbar sensasi dan selera rendah publik melalui tayangan kekerasan, pornografi, dan kehidupan pribadi figur-figur tertentu, jauh dari watak televisi yang mendidik dan bisa menjadi panutan warga.

Buruknya mutu siaran televisi kita disebabkan oleh banyak aspek, seperti terbatasnya sumber daya manusia penyiaran yang berkualitas, persaingan bisnis-politik, dan juga tak bisa dilepaskan dari aspek kepemilikan yang terbatas.


Secara faktual, kata Maryadi, dunia penyiaran kita saat ini dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi yang sarat dengan kepentingan bisnis dan politik, menggunakan ranah penyiaran untuk mengeruk keuntungan ekonomi, tanpa memikirkan kualitas isi penyiaran. Ini terbukti dari buruknya kualitas siaran televisi kita.


Faktor-faktor di atas telah membuat dua jiwa (zeitgeist) dunia penyiaran menjadi sirna. Dua jiwa tersebut di antaranya, azas keberagaman isi siaran (diversity of content) dan keberagaman kepemilikan (diversity of ownership) yang nyata-nyata memiliki keberpihakan terhadap kepentingan publik. Tindakan yang menghilangkan dua jiwa dunia penyiaran ini merupakan ancaman terhadap demokratisasi penyiaran dan merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi dan UU Penyiaran itu sendiri.

Untuk itu KIDP meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan dunia penyiaran pada khitahnya, yaitu penyiaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keberagaman. Dan sebagai langkah awalnya, KIDP memulai dengan melakukan judicial review (uji materi) di Mahkamah Konstitusi.

No comments: