PANDEMI Covid-19 ternyata juga menghajar penghasilan Bang Korlap sejak awal Maret 2020. Tapi beberapa hari yang lalu, dia terlihat sumringah betul.
Usut punya usut. Bang Korlap baru dapat undangan untuk jumpa orang politik di daerahnya.
"Wah mbeleh iki," kata Bang Korlap kepada rekan. Mbeleh artinya bakal dapat jale setelah sekian lama nggak dapat-dapat.
Cepat-cepat Bang Korlap meluncur ke TKP yang ditentukan oleh orang politik lokal. Dia ngegas motornya, corona mungkin minggir semua karena takut ditabrak.
Sampai di TKP, orang politik lagi nyruput kopi. Rupanya dia sudah lama menunggu Bang Korlap, yang datang tergopoh-gopoh.
Basa-basi sebentar. Lanjut ke obrolan serius, tetapi kadang-kadang mereka cengegesan.
Orang politik itu curhat selama ini ditekan terus sama pimpinannya. Dia diancam kalau sampai nggak memenangkan kandidat A bakal di-PAW. Maksudnya, pergantian antar waktu.
Orang politik itu juga cerita kalau selama ini di fraksinya sering dicuekin kolega, disindir-sindir, pokoknya dia merasa terdiskriminasikanlah. Pokoknya dia merasa jadi korban ketidakadilanlah.
Bang Korlap mendengarkan dengan seksama. Walau dalam hatinya berteriak: "Dancuk, ngomong apa sih lu. Wedus."
Bang Korlap sebenarnya kurang sreg dengan orang politik yang duduk di depannya karena doi pendukung kepala daerah yang mengalahkan kandidat F yang disukai sama Bang Korlap. Bang Korlap menyukai F karena gampang memberi amplop.
Walau hati dongkol, Bang Korlap tetap berusaha sabar.
Di akhir curhat, orang politik berharap kepada Bang Korlap membantu menjembatani supaya dia tetap aman. Orang politik itu percaya kepada Bang Korlap karena selain senior, banyak jaringan, juga dianggap masih memiliki sikap.
Akhirnya orang politik pamit pergi. Bang Korlap bernafas lega, selesailah mendengarkan curhat, sambil berharap keajaiban amplop datang sebelum politikus pulang.
Tetapi apa yang terjadi kemudian? Nol.
Sambil berjalan gontai ke tempat parkir kendaraan, batin Bang Korlap protes keras. "Wedus. Setidaknya aku disangoni. Lha iki wedus. Cuma disuruh denger curhat."
Segera dia pergi lagi ke tempat kos. Kepada rekan satu kos dia bilang: "Aku dikon dadi penjembatan, mbokya setidaknya ada uang transport, uang saku, lha iki, wedus. Tobat, tobat," katanya.
PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
No comments:
Post a Comment