INI cerita seorang wartawan yang ditawari jadi redaktur oleh atasannya. Biasanya, reporter yang dapat kesempatan itu akan bangga sekali karena menjadi indikator kemampuan jurnalistik atau jejaringnya diakui redaksi.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi Bang Korlap ini. Dia sedih sekali karena tidak bisa menolak diangkat jadi redaktur.
Usut punya usut, ternyata sebabnya karena pendapatannya dari sektor jale sudah pasti berkurang. Kalau biasanya hampir dua hari sekali dapat pemasukan dari sana sewaktu masih liputan di lapangan, kini tidak bisa lagi karena dia harus menghabiskan lebih banyak waktu kerja di komputer kantor.
Yang membuatnya lebih sedih lagi. Area yang selama ini "basah," kini diambil alih oleh reporter yang baru menggantikannya.