Sebenarnya kebijakan semacam itu bukan hal baru di dunia pers negeri ini. Bahkan, ada media besar yang lain juga melakukannya sejak lama.
Tapi cerita ini tidak masuk pada pembahasan etikanya. Cuma mau cerita kelucuan si korlap yang memang dasarnya suka 86.
Korlap makin sering turun ke lapangan, terutama ngedekem di lembaga yang sejak dulu jadi sumber jale buat dia.
Suatu hari, teman liputannya mencarinya karena lama tak jumpa.
"Wah, ane lagi sibuk cuy di lembaga ini," kata korlap menjawab pertanyaan teman.
"Lho, sibuk ngapa boy," teman itu penasaran.
"Ini nih, wawancara sama nulis. Pusing kepalaku. Banyak banget," kata korlap.
"Wow, lagi investigasi nih," kata teman.
"Bukan. Biasa nih, nyari-nyari buat iklan," kata korlap.
"Lho kenapa nggak diserahkan saja ke sales kantor lau boy," kata teman.
"Kasih ajalah ke sales. Kan tugas sales itu cuk ancuk," teman mencoba mencarikan jalan keluar.
"Nggak ah, Soalnya kalau ingat feenya jadi happy nih hatiku," kata korlap sambil tertawa.
"Dasar pale lau peyang. Kalau gitu ya gak usah ngeluhlah," kata teman.
Jadi, si korlap itu sengaja menangani sendiri pekerjaan yang seharusnya dikerjakan sales. Dengan begitu, dia bisa dapat fee gede. Kalau kerjaan itu dia kasih ke sales, nanti dia gak dapat apa-apa.
PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
No comments:
Post a Comment