Karya seni berangkat dari sebuah ide. Ide itu mengalami proses pengolahan dan hasilnya berwujud karya. Bentuk fisik karya itu bisa cerpen, puisi, novel, teater, dan film. Gagasan tersebut bisa dari hal sederhana, seperti pengalaman pergaulan sehari-hari, misalnya perasaan cinta. Bahkan bencana yang tidak dikehendaki mampu melejitkan karya sastra luar biasa.
Demikian diungkapkan Mustafa Ismail, penulis cerita pendek dan puisi di acara bertema "Memaknai Bencana dalam Karya Seni" di Komunitas Budaya Pangkalan Bambu, Jalan Letnan Sarbini, Kampung Pangkalan Bambu, Margajaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Sabtu lalu.
Bagi redaktur budaya Koran Tempo itu, yang terpenting dalam proses mencipta adalah terus menjaga sikap disiplin diri, ketelatenan, dan kepekaan pada sekeliling sehingga akan mampu menyimak sesuatu keadaan atau perubahan. Alhasil, ide yang setiap saat bermunculan itu tidak lenyap begitu saja, tapi bisa ditangkap dan diolah.
Hal itu dilakukan Mustafa ketika menyaksikan malapetaka tsunami di tanah kelahirannya, Nanggroe Aceh Darussalam. Juga ketika bencana gempa terjadi di Yogyakarta. "Bencana menjadi sebuah lecutan untuk karya. Dan segala sesuatu yang menarik dan menyentuh itu bisa menjadi ide," kata Mustafa.
No comments:
Post a Comment