INI cerita seorang wartawan yang selama ini dikenal sebagai koordinator amplop beken di kota setempat. Dia jadi beken karena kegigihannya untuk meraup amplop.
Hari itu, dia senang sekali. Soalnya, baru dapat undangan seorang pengusaha untuk meliput aksi bakti sosial di salah satu desa. Diajaklah semua teman-temannya berangkat ke TKP. Semuanya tentu saja bahagia. Mereka dijemput pakai bus.
Seperti biasa, acara semacam itu hanyalah seremonial belaka. Sambutan dari si ini, sambutan dari si itu. Sebagian wartawan sampai sempoyongan karena kelelahan.
Beberapa jam kemudian, acara selesai. Setelah itu, wartawan-wartawan mulai berjalan ke bus yang tadi mereka tumpangi. Sedangkan si korlap wartawan sibuk mencari si pengusaha yang mengundangnya. Tentu saja dia ingin mengurus jatah amplop.
Wartawan-wartawan sudah berada di mobil. Semuanya buru-buru ingin pulang karena sudah mendekati jam deadline pengiriman berita ke redaksi.
Karena mereka lupa kalau si korlap belum naik ke bus, para wartawan yang tengah diuber deadline ini langsung minta sopir bus untuk menjalankan bus.
Nah, ketika bus hampir sampai ke tempat biasa para wartawan kumpul, seorang wartawan baru ingat kalau si korlap ketinggalan.
Meski demikian, rombongan wartawan cuek saja dan menganggap si koordinator akan pulang bersama bos pabrik yang mengundang tadi.
Sesampai di tempat tongkrongan wartawan, para wartawan pun mengetik naskah berita di laptop masing-masing. Nah, dua jam kemudian sebagian wartawan mulai panik. Soalnya, si korlap belum nongol juga. Tapi, kepanikan itu hilang setelah, si abang korlap datang.
Begitu sampai, sang korlap marah-marah. "Asu, kalian tinggalin gua. Kirik. Gua naik angkot, keujanan dan kena macet, rik.”
Saking kesalnya si korlap langsung menunjukkan amplop yang tadi diberikan si pengusaha. Amplopnya sudah lecek dan basah karena kena air hujan.
Tapi, walau dia kesel, dia tetap membagi jatah amplop buat teman-temannya.
3 comments:
ghahaha, kalo udah kerjaan mah, tinggal aja. :p
hehehhee. hobi ya
haduuuh, kejammm bgt sich, kasian korlapnya ditinggalin, giliran 86-nya mauuk
by dewi athena
Post a Comment