Monday, October 3, 2011

Bukan Amplop yang Menghampiri, Tapi Preman

INILAH satu kisah kelam yang dialami seorang sahabat wartawan koran yang menetap di salah satu daerah kaya minyak.  Sebut saja namanya Johni. Soalnya pria berambut agak kecokelatan ini memang suka sekali menonton film Janji Joni.

Malam itu, di kepala Johni tercetus suatu ide untuk mendapatkan uang, walau sesungguhnya gagasan macam ini bukan hal baru lagi baginya.  Apa idenya? Ia mengirimi SMS kepada salah seorang pejabat untuk konfirmasi. Johni mengarang isu tentang aliran rekening gelap yang masuk kepada pejabat itu.

Gaya Johni ini dinamainya sendiri sebagai gaya melempar isu. Kata lainnya, mengkasuskan yang kira-kira bisa dikasuskan. Sudah berkali-kali ia melakukannya dan umumnya berjalan mulus.

Setelah mengirim SMS, seperti biasanya Johni berharap si pejabat takut atau semacamnya, lalu mengajak dirinya bertemu. Lalu ngobrol-ngobrol dan ending-nya 86 alias lapan anam. Ia sudah membayangkan bulan ini tak akan sulit hidupnya. Ia akan dapat uang untuk biaya sewa kontrakan, biaya sekolah anak, dan berbagai kebutuhan hidup lain yang mustahil terpenuhi dari honor kerja. Honornya kelewat kecil.

Benar seperti dugaannya. Pejabat itu pun membalas SMS. Girang bukan main si Johni. Dibacanya SMS itu. …… Wajah Johni langsung kusut setelahnya. Ternyata, bukan ajakan pertemuan, tapi isinya maki-makian. Bahkan, si pejabat yang agaknya dipenuhi angkara murka itu mendesak Johni untuk segera membuktikan soal rekening gelap tadi.

Karena merasa bersalah, seketika itu Johni pun minta maaf. Tapi, rupanya si pejabat tidak mau memaafkannya. Sampai berkali-kali Johni memohon maaf, tetap saja si pejabat menolak. Sebaliknya, akan memperpanjang urusan. Malam itu Johni jadi susah tidur.

Keesokan harinya, kekhawatiran Johni terjadi. Ah, apes benar. Rumahnya didatangi tamu. Yaitu beberapa pria besar yang tidak ramah. Mereka ingin menemui si Johni untuk menyelesaikan masalah. Beruntung Johni sudah antisipasi dengan bersembunyi agak jauh dari rumah. Dan ia berpesan kepada istri agar bilang sedang tugas ke luar kota selama tiga tahun.

Tak hanya hari itu saja, para preman itu datang setiap siang selama beberapa hari. Johni benar-benar sial. Pulang ke rumah sendiri kini jadi takut. Bahkan, ia pun sampai mematikan telepon genggam supaya tidak terlacak. Sebab, ia yakin orang-orang tak dikenal yang sudah pasti suruhan pejabat itu mampu menemukan rumahnya karena melacak lewat telepon.

Untungnya para bodyguard itu bosan datang lagi karena hanya ditemui istri Johni. “Hidup ini benar-benar berat,"  begitu statusnya di facebook setelah malapetaka itu lewat. Di twitter ia mengaku dosa, "Kapok, kapooook aku, Tuhan."

***
> HIKMAH: Terkadang, apa yang kita rencanakan, hasilnya tidak melulu mulus. Bisa berbeda sama sekali dengan apa yang terbayangkan. Bahkan, tak menutup kemungkinan malapetaka. 

BACAAN LAINNYA:

Refleksi Akhir Tahun Si Wartawan Amplop
Punya Gelar S2, Isi Amplopnya, Podo Bae
Saya Absen, Maka Saya Dapat Jalean
Redaktur Darah Tinggi, Koresponden Mumet


4 comments:

arief maulana said...

aneh-aneh aja.
Ya kalau kerja profesional aja lah, ga usah aneh-aneh. Kalau butuh dana tambahan, tirakatnya ke yang Kuasa dikuatin + cari jalan yang bener :D

Andy said...

Itulah warna warni kehidupan yang harus di jumpai mau atau tidak mau,karena sudah digariskan oleh Tuhan kepada kita
Kesimpulannya mabil hikmah atau pelajaran sederhana saja dr kejadian tsb
Ditunggu kunjungan baliknya ya

Siswanto said...

Bang Arief dan Bang Andy, tarerengkyu. segera meluncur balik

vacuum said...

jadi ternyata semua pekerjaan pasti ada resikonya