Jumat 3 Juli 2008, Aku dan Romo Hendra Sutedja, seorang dosen mata kuliah filsafat China di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara mengendarai mobil menuju Pondok Indah Mall untuk mencari makan. Sepanjang perjalanan dari kantor romo Jesuit ini, dia mencoba menunjukkan bagaimana proses memahami sebuah realita dengan cara yang sangat sederhana.
Menulis tentang korban penggusuran, misalnya. Secara umum, dalam melihat realitas itu, wartawan hanya mampu dan tertarik membuat reportase tentang orang-orang yang pindah dari satu tempat ke lokasi lain. Lalu, keluhan-keluhan dan tuntutan-tuntutan korban kebijakan itu. Dengan demikian, tulisan yang dibuat oleh jurnalis ini hanya berakhir dengan menyalahkan pihak sana dan sini.
Wartawan tidak melihat secara lebih jauh lagi tentang kasus penggusuran itu. Misalnya, menangkap faktor apa saja yang berada di sekitar kebijakan penggusuran yang ditempuh pemerintah.
Penggusuran merupakan sebuah kenyataan yang pasti tidak berdiri sendiri. Di sekitarnya terdapat banyak sekali realita. Pejabat pemerintah, pemilik modal, aparat, program dan kebijakan pemerintah dan lainnya. Tugas wartawan ialah menghadirkan informasi kepada publik secara menyeluruh dengan cara menggalinya jauh lebih dalam.
Sampai di lobi mall, kami berhenti sebentar di dekat pot bunga yang ditaruh di lorong utama pusat perbelanjaan itu. Bunga yang menjadi hiasan gedung sehingga setiap hari pengunjung mall dapat melihat. Bunga itu merupakan sebuah realita. Tumbuhan bunga yang ditanam manusia dan diletakkan sebagai hiasan. Bunga itu menjadi menarik, tapi dia tidak berdiri sendiri.
Di sekitar bunga itu terdapat pot warna merah tanah, ada tanah sebagai media tanam, ada daun hijau yang menjuntai, ada batang pohon dan unsur-unsur lain. Dan realita-realita itu membentuk realita yang dapat dilihat oleh mata pengunjung mall. Semua itu menjadi satu kesatuan yang utuh. Bunga. Bunga itu tidak sendiri.
Di dekat pajangan koleksi kaos warna hitam, kami berhenti lagi. Kaos itu ialah sebuah realita. Dapat dilihat. Bentuknya ya seperti itu. Romo menunjukkan bahwa benda itu sebenarnya tidak berdiri sendiri. Kaos terdiri dari warna hitam, gambar orang, jahitan, benang yang disulam sedemikian rupa oleh penjahit dan lain-lain. Akhirnya menjadi sebuah kaos yang ada di rak pajangan itu.
Kembai pada tulisan berita. Apabila wartawan hanya melihat korban penggusuran sebagai kenyataan orang-orang yang dipindah, maka dia tidak akan mampu membuat karya yang terbaik dan mencerahkan. Apalagi, menawarkan solusi. Sebab, pikirannya tida kmelihat apa saja dibalik realita itu.
Menulis dengan melihat bagaimana realita terbangun. Utuh dan memberikan sebuah gambaran yang jelas dan lengkap. Berarti seorang wartawan bukan sekedar pekerja yang setia pada profesi. Lalu menyajikan berita sesuai yan gkelihatan dimata sehingga hasilnya kering, sepotong-potong dan tidak jelas serta cuma sederet kata deksripsi.
Deskripsi tentang peristiwa penggusuran dalam membuat tulisan pemberitaan itu bagus. Tapi apabila seluruh bangunan tulisan hanya penuh dengan sususan kata-kata untuk menggambarkan kejadian itu, juga ada tidak bagusnya. Tulisan yang bermanfaat banyak ialah yang mampu menggali fakta dan menyatukan fakta-fakta itu menjadi sebuah satu kesatuan yang menawarkan sesuatu kepada publik atau pengambil kebijakan.
No comments:
Post a Comment