Saturday, September 13, 2008

Belajar

Tempat makan Penus terletak di deretan pusat kafe kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Jumat malam, teman-teman redaksi berkumpul. Pesta ulang tahun redakturku, Wenseslaus Manggut dirayakan.

Sebagian besar redaktur hadir. Misalnya Suwarjono, Maryadi, Ismoko, Irvan Beka. Belasan reporter bersuka cita. Hampir semua bangku makan penuh. Meja-meja terisi makanan dan minuman. Aku datang terlambat. Semula kupikir yang ulang tahun adalah redaktur Mas Maryadi. Karena waktu menyalami Mas Wens. Ia menunjuk ke arah Maryadi. Lalu, kuucap salam ke Maryadi. Ditertawakannya.

“Ah, makanannya sudah habis. Sayang sekali datang terlambat.” ada yang bilang begitu. “Tinggal nasi putih saja.” “Boleh pesan air putih saja.”

Suasananya familiar. Makanannya juga sederhana. Ikan bakar, telur, udang, sayur kangkung, es teh manis, jus dan lain sebagainya. Seperti pesta kebun saja. Lalu merokok. Kepulan asap rokok seperti sudah seperti pembakaran kemenyan di kampung-kampung. Teman-teman yang selama ini kupikir tidak merokok, nampak pula klepas-klepus. Boleh jadi karena saking menikmati acara ini.

****

Bekerja di sebuah perusahaan media. Yang paling mahal adalah suasana kebersamaan. Kekeluargaan. Aku merasakan bahwa isi sesungguhnya acara seremonial yang diselenggarakan Mas Wens ini untuk kepentingan itu. Ingin cair seperti air danau Toba. Bukan keras seperti aspal dingin.

Lalu terlintas pertanyaan, bagaimana caranya membangun komunikasi efektif dalam tim redaksi. Efektif berarti efek yang muncul adalah berjalannya sistem kerja.

Sebenarnya, pertanyaan komunikasi ini timbul dari rangkuman keluhan teman-temanku di sejumlah media massa. Antara redaktur dengan reporter tidak kompak. Akibatnya, tugas jurnalistik hanya menjadi semacam acara mengisi waktu luang, berkumpul dengan teman, atau ada juga sambil menunggu panggilan kerja di tempat lain.

Ada baiknya, melihat proses komunikasi secara sederhana. Dalam berkomunikasi ada sebutan pihak yang menyampaikan pesan (komunikator). Pesan itu sampai kepada menerima (komunikan). Pesan diolah. Lalu terjadi umpan balik (feedback). Bentuknya berupa tanggapan atau diskusi. Komunikasi yang baik tandanya tim bisa saling menyemangati.

Ada contoh sederhana pula untuk menjelaskan komunikasi dalam praktek. Misalnya, berlangsung rapat redaksi kanal politik. Redaktur bertindak sebagai pendengar sekaligus mempunyai peran menawarkan solusi. Apabila wartawan mengungkapkan kesulitan-kesulitan di lapangan. Redaktur mencermatinya.

Redaktur memahami inti persoalan. Lalu member penjelasan. Dan wartawan betul-betul mengerti pesannya. Ada diskusi. Ada perdebatan. Hasilnya adalah semangat. Ada tanda sederhana untuk menunjukkan komunikasi telah efektif. Yakni, wartawan tidak akan nggrundel di mana-mana dan mengutuk redaktur. Sebab, semua masalah sudah tercurahkan saat komunikasi dalam rapat.

Redaksi itu telah berhasil membangun komunikasi. Mereka berhasil menumbuhkan kepercayaan diri awak redaksi melalui keberanian mendengarkan dan berdiskusi. Reporter berani membuat usulan. Lalu, betah berlama-lama di redaksi untuk belajar. Sering bertanya bila bingung.

Sebaliknya, bila seorang redaktur berlaku dominan. Tidak mampu memahami persoalan yang sedang dihadapi reporter. Menggunakan kaca mata kuda. Tidak bisa menggali persoalan tim di lapangan saat rapat. Sekedar rapat-rapatan. Lalu, ia membuat ultimatum.

Mereka menjadikan anak buahnya seperti batu atau orang yang tugasnya hanya menerima perintah. Harus baik. Harus betul. Menurut dan lain sebagainya. Tidak bisa menerima kritik. Sebab, kritik ia anggap sebagai serangan.

Sebagai contoh. Seorang teman bercerita. Keputusan redakturnya sebagian besar dibuat asal-asalan. Misalnya memerintahkan reporter menabrak kode etik. Bila reporter berargumentasi bahwa resikonya terlalu besar bila tidak menerapkan etika, hal itu tetap tidak digubris.

Redaktur gemar memaksakan ide yang belum tentu baik buat perkembangan media. Merasa paling benar karena merasa sudah lebih lama menjadi wartawan. Paling suka mementahkan gagasan reporter. Ngebos. Yang terjadi akhirnya ialah reporter putus asa. Tidak percaya diri. Malas. Dan mengutuk.

Apabila yang terjadi demikian. Berarti proses komunikasi yang diharapkan tadi tidak terjadi. Semuanya berlangsung searah. Yang timbul kemudian ialah seperti yang dijelaskan secara singkat di atas. Jangan harap tim bisa bekerjasama. Jangan harap media akan maju pesat.

***

Aku pesan jus mangga. Karena hanya itu yang memikat selera. Wens berkali-berkali bilang barang siapa yang belum memesan makanan, dipersilahkan.

“Tapi bayar sendiri,” celetuk seorang teman.

Ada teman yang sepertinya gemar karaoke. Lalu, kami minta pengelola tempat ini mempersiapkan alat karaoke. Tape compo sudah siap. Listik bagus. Tapi, tidak bisa karaoke karena tidak ada mic. Teman di ujung sana berteriak. Karaoke saja di tempat lain.

Acara pesta sederhana ini terbilang sukses. Sukses mengenyangkan. Sukses menciptakan suka cita. Sukses membangun kebersamaan. Dan sukses menciptakan kecairan.

No comments: