Tuesday, October 11, 2011

Cerita Seru dari Pusat Budaya Amerika Serikat

HAYO, siapa di antara teman-teman yang belum pernah mengunjungi Pusat Kebudayaan Amerika Serikat yang terletak di Mal Pasific Place, Jakarta Selatan. Itu-tuh lokasinya di samping Polda Metro Jaya. Eits, bukan mau pamer nih, bukan pula mau gaya-gayaan, tapi ingin bagi-bagi sedikit cerita. Siapa tahu ada yang belum pernah datang. Hehehe…

Kebetulan waktu itu saya diajak pacar datang ke sana untuk mengikuti acara peluncuran buku ‘Atas Nama Jiwa.’ Karya tulis dari Nova Riyanti. Seorang dokter yang juga anggota DPR RI di Komisi IX bidang kesehatan. Cerita tentang buku itu akan saya share di tulisan berikutnya, ya. Tapi, intinya buku ini bercerita tentang kesehatan masyarakat dari perspektif mental health. Event ini juga merupakan bagian dari peringatan Hari Kesehatan Jiwa Dunia.

Nah, untuk datang ke pusat budaya ini sebenarnya cukup mudah. Dapat dicapai melalui banyak alat transportasi, terutama Transjakarta. Yang cukup seru terjadi ketika kita mulai masuk ke pusat kebudayaannya.  Pemeriksaan keamanan dilakukan cukup ketat, maklum ini Pasific Place merupakan mal kelas atas. Apalagi, di sini juga ada Hotel Ritz Carlton.

Pemeriksaan keamanan tak hanya dilakukan ketika kita masuk mal. Kita harus diperiksa lagi begitu masuk ke Pusat Kebudayaan Amerika Serikat yang terletak di lantai tiga. Pemeriksaannya lebih ketat dibanding ketika masuk mal. Pertama-tama harus mengisi daftar tamu. Selanjutnya, semua barang bawaan kita, khususnya tas, harus masuk alat deteksi yang modelnya seperti di Bandara Soekarno-Hatta atau Istana Kepresidenan. Maka, jangan coba-coba menyusupkan narkoba atau senjata tajam di dalam tas. Pasti tertangkap petugas.

Di mana-mana terdapat kamera pengintai di sini. Bagi yang tidak terlalu suka diawasi, saya yakin akan benar-benar tersiksa sekali di sini. Wkwkkw…  Sudah selesaikah setelah itu? Ternyata belum. Kita harus masuk ke ruang pemeriksaan berikutnya. Benar-benar seperti saat masuk ke Istana Kepresidenan di Jalan Merdeka Utara. Di ruang pemeriksaan ini, semua barang bawaan, terutama tas, harus dititipkan ke petugas, sekalipun di dalamnya ada laptop.

Tapi, tenang, jangan khawatir. Barang kita dijamin aman. Sebab, di sini terdapat lemari khusus penyimpan barang, dimana kita sendiri yang akan memegang anak kuncinya. Lemari itu tidak bernomor, seperti lemari-lemari di perpustakaan Universitas Indonesia. Di sini, lemarinya lemari tembus pandang. Sepertinya memang di desain demikian agar petugas mudah mengawasi dan kita gampang mengambilnya lagi.

Begitu kita selesai menyimpan tas dan mengambil kunci, kita tidak boleh langsung masuk ke area utama dari pusat kebudayaan ini, tapi harus melewati pintu deteksi lagi. Dan, di sana sudah ada petugas yang menunggu. Rupanya, setelah itu, pemeriksaan tidak juga selesai. Tubuh kita masih harus diperiksa lagi dengan menggunakan peralatan deteksi khusus. Heheheh.... Benar-benar ketat.

Mungkin saking ketatnya sehingga semacam mengganggu privacy, Sujiwo Tejo, tokoh publik yang kita kenal sebagai dalang edan itu sampai ngomel-ngomel tak karuan.  Pengalaman lucu ini terjadi saat saya dan dia sama-sama akan masuk. Tiba-tiba  Sujiwo Tejo bilang sambil berjalan, “Ini di bangsaku sendiri. Masa (pemeriksaannya) sampai seperti ini.”

Sujiwo yang sering dipanggil di twitter oleh fansnya dengan sebutan Mbah itu sepertinya benar-benar kesal dengan semua mekanisme pemeriksaan yang dilakukan petugas. Apalagi peralatan musik kesayangannya, saksofon, pun ikut diperiksa. “Katakan pada Nova (Nova Riyanti), aku sudah datang, tapi tidak bisa masuk,” katanya dengan suara tegang sambil pergi meninggalkan tempat itu.

Sontak beberapa pengunjung heran dibuatnya. Setelah saya selesai diperiksa, saya tanya ke petugas mengenai sikap Mbah Sujiwo Tejo tadi. Kata petugas, “Mungkin (dia) merasa terganggu sekali dengan pemeriksaan ini.”

Begitulah teman-teman. Pemeriksaannya memang super ketat. Tetapi, begitu masuk ke dalam pusat kebudayaan yang dibuka pada Desember 2010 itu, saya yakin, terutama bagi yang baru datang pertama kalinya ke sini, akan sedikit mendapatkan suasana yang berbeda.

Tema pusat kebudayaan ini terdiri dari bermacam-macam informasi seputar negeri Amerika, mulai dari makanan, keluarga, dan sejarah. Hampir semua informasi disajikan dengan sentuhan teknologi tinggi. Interior di dalam pusat budaya ini juga terkesan sangat futuristik. Bukan hanya buku-buku yang dapat dijumpai, kita juga bisa memainkan game, berselancar dengan google earth raksasa, bahkan bisa meminjam alat baca elektronik IPAD. Cara meminjamnya mudah, tinggal register dengan cara menuka identitas facebook atau twitter.

Setelah melihat-lihat ruangan sejenak, saya pun masuk ke ruangan, yang bentuknya seperti teater. Tempat duduknya berundak-undak dan di depan terdapat panggung. Di sinilah acara peluncuran dan diskusi buku berlangsung. Acaranya cukup meriah. Ada Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Raditya Dika, Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat, termasuk perwakilan dari Pusat Kebudayaan Amerika Serikat sendiri.

Sebelum acara utama dimulai,  perwakilan dari pusat budaya memberikan kata sambutan. Ia mengatakan tempat ini memang dirancang menggunakan teknologi modern. Tujuannya untuk berinteraksi dengan para kaum muda Tanah Air yang umumnya sudah familiar dengan teknologi komunikasi. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai negara terbesar kedua di dunia yang menggunakan jejaring sosial facebook. Ada 33 juta orang!

OK. Eh, rupanya Sujiwo Tejo yang tadi ngomel-ngomel, tidak jadi pergi dari pusat budaya ini. Entah bagaimana ceritanya. Mungkin karena pihak penyelenggara acara langsung memberi penjelasan kepadanya soal ketidaknyamanan selama pemeriksaan. Lalu, dia jadi paham. Dan, akun twitter milik pusat budaya ini ngetwit: @atamerica "welcoming" @sujiwotejo.

Sujiwo Tejo ini merupakan salah satu pengisi acara pada malam itu. Di sana ia juga menyuguhkan beberapa karyanya. Saya lupa nama-nama judulnya. Tapi ingat betul ketika usai nyanyi dia misuh, “Juaancuuuk.”  hehhehe... Kata "juancuk" ini terkenal sekali, sampai-sampai fans Sujiwo Tejo membikin hastag #jancukers di twitter. Kata ini sebenarnya kata kasar yang sangat terkenal di Suroboyo dan sekitarnya. Walau begitu, hadirin pun ger-geran, termasuk Menteri Kesehatan. Bahkan, bule yang duduk mendampingi Menteri Kesehatan pun ikut tertawa. Entahlah, dia bisa menangkap kelucuan pisuhan Sujiwo Tejo itu atau tidak. Atau cuma ikut-ikutan ngekek hadirin saja.


Itulah teman-teman pengalaman singkat malam itu. Oh ya, pusat budaya yang memiliki ruangan seluas 600 meter persegi ini, sekarang sudah dibuka setiap hari untuk umum, mulai pagi sampai sore. Mmmm. Penasaran! Silahkan datang, ya kapan-kapan... ;-)

4 comments:

asaz said...

sayang saya belum bisa mengunjunginya

Siswanto said...

kapan2 kopdar di sana mas

Millati Indah said...

Kalo banyak kamera pengintai, kayanya saya malah bakalan mejeng, gaya2 geje deh :D

siswanto said...

Kalau mejeng, tar di rekam lho. trus dipajang aksi mejengnya wkwkwkw... just joke, bri