Friday, August 28, 2009

Tentang Mengeluh

Bekerja di manapun di dunia dan apapun bidangnya pasti akan menemukan hal-hal yang tidak disukai secara pribadi. Ketidaksukaan atau ketidakpuasan semacam itu kemudian akan muncul dalam bentuk keluhan-keluhan.

Dan keluhan-keluhan itu biasanya tidak akan lama tersimpan oleh orang yang merasakannya. Mereka pasti akan mengutarakannya dengan orang-orang lain di sekitarnya yang sekiranya sama-sama merasakan dunia pekerjaan yang tidak mengenakkan itu.

Dan aku sebenarnya paling tidak suka mendengar keluhan-keluhan tentang pekerjaan. Tapi itu tidak dapat kuhindari seratus persen karena sekarang ini aku berada di antara mereka. Berada di antara orang-orang yang sudah sampai pada puncak emosi sehingga semua keluhan mereka itu seperti sudah wajib dimuntahkan.

Yang paling sering kudengar adalah keluhan tentang sistem pekerjaan dan perasaan beratnya menjalankan pekerjaan. Yang paling sering lagi adalah ketidakpuasan dengan aturan-aturan main yang dikeluarkan oleh atasan.

Menurutku, pada intinya keluhan itu muncul karena harapan dari mereka akan sesuatu dalam pekerjaan yang selama ini dibayangkan, tetap semua itu tidak menjadi nyata. Akhirnya kecewa, tidak puas, marah, dan memuntahkannya dalam bentuk mengeluh.

Hampir tiap hari aku berada dalam suasana seperti itu. Pada titik tertentu, aku mampu membayangkan dalam kehidupan mereka itu dunia ini seperti sudah tidak memunculkan harapan. Seolah-olah semua dipandang oleh mereka secara pesimis.

Seolah-olah sudah hidup ini sudah selesai hanya sampai pada system pekerjaan yang mereka anggap memuakkan itu. Aku membayangkan, mereka ini sebagai manusia yang tidak mampu melihat jalan keluar. Kadang aku terpengaruh dan aku ikut menjadi putus asa.

Tetapi, aku berusaha menyadari bahwa aku punya kebebasan. Hidupku tidak ditentukan oleh siapapun. Aku bebas memilih jalanku dan aku akan dapat menghormati pilihanku. Hidupku tidak buntu pada bidang pekerjaan ini.

Aku berusaha menanamkan pikiran tentang kebebasan itu ketika aku ditempatkan pada situasi putus asa. Frustasi karena berada di dalam lingkaran orang-orang yang suka mengeluh. Aku merasa kasihan dengan mereka yang mengeluh-mengeluh itu, mereka tidak tahu bahwa mereka itu orang bebas memilih.

Ketika mendengar mereka mengeluh, aku memikirkan pikiran mereka. Mereka ini seolah-olah telah menjadi orang yang terjebak dalam sistem kapitalis ini. Mereka menjadi orang-orang yang telah terlindas oleh kapitalisme. Merasa tidak berharga. Merasa tidak punya pilihan. Merasa tergantung kehidupannya kepada pabrik.

Berkali-kali kuungkapkan kepada mereka bahwa mengeluh bukanlah jalan keluar yang rasional. Jalan keluar yang masuk akal adalah membangun sumber daya manusia diri sendiri. Caranya, antara lain, kuliah lagi. Kita harus membuat lompatan karena jaman bergerak terus.

Lompatan yang kita lakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia diri sendiri itu. Bukan pindah kerja, bukan soal pekerjaan. Karena dunia kerja itu sama saja, hanya beda sebutan. Sesuatu yang akan membuat kita bosan, marah, tidak puas, makan hati, itu tetap akan ditemui dimanapun itu.

Situasi perasaan itu terjadi karena mereka tidak percaya diri. Itu terjadi karena mereka merasa tidak punya pilihan. Itu terjadi karena sumber daya mereka merasa lemah. Itu terjadi karena mereka merasa tidak berdaya. Itu terjadi karena mereka merasa tidak punya kebebasan.

Kuliah lagi, itu caraku paling rasional. Dan itu yang sedang kurancang sekarang. Tahun depan, aku harus sudah kuliah di bidang yang paling kusukai. Tentunya masih banyak cara lainnya yang intinya untuk meningkatkan sumber daya diri sendiri.

Selesai kuliah, tentu saja aku masih akan bekerja. Mungkin saja masih bekerja dalam sistem kapitalis. Tapi, ketika aku dijepit oleh sistem itu, aku akan dapat berteriak lantang dan berdebat dengan percaya dengan penjepit kebebasanku itu.

Lompatan. Mengapa kusebut demikian. Dewasa ini, manusia makin kehilangan eksistensinya. Manusia makin tergantung dengan mesin yang diciptakannya. Manusia sudah terlindas oleh industrialisasi. Maka itu, manusia butuh pemupukan pikiran lagi untuk menumbuhkan kesadaran sebagai manusia yang sejati.

Kesadaran tentang kebebasan pribadi di tengah modernisasi akan menjadikan manusia percaya diri. Dan menemukan kesejatiannya sebagai manusia. Akan membangun manusia yang tidak terlindas jaman. Akan menjadikan manusia sadar selama ini telah dikendalikan modernisasi.

Mengeluh. Aku sudah bosan mendengar orang mengeluh. Mengeluh itu ibarat hanya menuntut segala sesuatu berjalan sesuai kehendaknya, tapi tanpa usaha untuk menguatkan diri agar menjadi dirinya sendiri dalam dunia bekerja yang memang sudah tidak dapat dihindari.

Aku sebenarnya bukan pula manusia yang antimengeluh. Tetapi, aku menginginkan mengeluh itu harus dengan solusi bagaimana mengatasi mengeluh itu. Maksudku, mengeluhlah dengan optimis bahwa ada jalan keluar yang jangka panjang. Bukan mengeluh yang justru menumpulkan diri sendiri.

Sekarang tinggal memilih, tetap mengeluh dan tidak keluar-keluar dari kesempitan. Atau membuat lompatan untuk menyadari bahwa manusia punya pilihan, kebebasan, dan mampu melihat dunia ini tidak selebar kertas buku, melainkan begitu luas dan member peluang bagi yang kreatif.

No comments: