Monday, September 28, 2009

Hidup Monoton

Hidup di Jakarta dewasa ini mau tidak mau harus ikut sistem bisnis yang terjadi. Tanpa itu, manusia akan tergilas dan mati. Sistem itu kemudian menciptakan manusia-manusia di ibukota ini hidup berdasarkan hitungan jam.

Manusia di ibukota yang tidak sadar dengan betapa mengerikannya dampak sistem bisnis kemudian memilih hidup mengikuti saja putaran bisnis yang dikembangkan pemodal. Tidak terlampau peduli eksistensi diri. Yang penting hidup bekelebihan.

Kuperhatikan orang-orang di sekelilingku monoton hidupnya. Tidak menarik. Seperti kubilang tadi, cara hidupnya seperti sudah terkunci dengan jam. Bangun tidur. Berangkat bekerja. Sibuk bekerja di kantor. Tidak mampu bicara, selain soal kerjaan. Pulang bekerja. Tidur. Dan seterusnya.

Menurutku, pola hidup semacam itu sangatlah mengerikan betul. Yah, tapi apa mau dikata. Tentu orang-orang macam ini punya argumentasi sendiri. Mungkin saja mereka, aku sendiri, sesungguhnya telah menikmati itu semua. Sistem bisnis. Sistem bisnis.

Lalu aku berpikir cari cara agar tidak terjebak dengan pergulatan dunia semacam itu. Rasanya, sekarang ini aku sudah menemukannya. Caranya, aku harus mampu memahami secara utuh pola hidup yang ditekuni manusia-manusia yang menetap di ibukota ini.

Aku harus mengambil posisi seolah-olah naik helikopter. Ibarat menonton permainan sepak bola. Jadi, kalau aku menyaksikannya dari ketinggian tertentu di atas lapangan, aku dapat mencermati permainan secara utuh dan jelas.

Begitu juga dalam menjalani kehidupan di ibukota ini. Manusia harus mampu memahami berbagai pergulatan dalam posisi itu tadi. Dengan begitu, kita akan lebih menyadari diri kita dan obyek di depan kita. Obyeknya ialah pergulatan manusia-manusia dalam sistem bisnis itu.

Kupikir kenapa orang kemudian orang monoton hidupnya. Kemudian mereka tidak bahagia karena selalu tidak puas dengan jalan hidupnya. Masalahnya ialah mereka tidak mampu mengambil posisi hidup seperti posisi dalam helikopter itu.

Mereka terlalu terikat sistem dan tidak menyadari eksistensinya. Mereka ikut nonton bola, tetapi tidak mampu menikmati permainan secara keseluruhan dan detailnya karena posisi menontonnya berada di pinggir lapangan sepak.

Aku juga berpikir ada baiknya menjadi orang yang mampu menertawakan diri. Menertawakan lingkungan. Dan menertawakan sistem bisnis. Konteks yang kutawarkan ini bukan bermaksud oportunis. Maksudku lebih pada agar kita tidak terjebak.

Yah, aku harus tertawa. Kutertawakan saja manusia-manusia yang tidak mau merenungkan hidupnya itu. Terutama mereka-mereka yang selalu merasa tiada arti dan tiada puasnya dengan pekerjaan. Dan hidupnya monoton. Kutertawakan mereka karena tidak mau menyadari kebebasan pribadinya.

Kebebasan pribadi dalam konteks ini ialah bersedia meluangkan waktu dan merenungkan kehidupan. Lalu memutuskan untuk meningkatkan sumber daya pribadi supaya menjadi luas pikiran dan budinya. Bahwa manusia tidak harus terjebak dalam sistem bisnis.

Manusia tentu saja harus bekerja dalam sistem. Tetapi alangkah menyenangkannya ketika manusia dalam sistem pekerjaan itu mampu mengambil sikap dan menyadari posisinya di dunia. Memahami bahwa kita punya kebebasan pribadi. Misalnya, kebebasan untuk memilih untuk mencapai hidup bahagia.

Orang pada posisi ini, aku yakin mereka tidak akan mudah mengeluh dan menganggap hidupnya tiada arti karena selalu punya pikiran tidak puas. Kalaupun dia tidak puas dengan pekerjaannya dan memang sudah betul-betul mentok, menurutku pilihan mereka kemungkinan besar mengambil studi.

Studi ini terkait erat dengan pengembangan sumber daya pribadi. Manusia akan menjadi lebih percaya diri ketika dengan kebebasannya dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan dan studi. Dalam pikiran mereka, tidak puas dari satu pekerjaan dan memilih pindah ke pekerjaan lain, tentu saja hal itu bukan mencari solusi. Sebab, problem yang sama akan ditemui lagi di tempat baru.

10 comments:

Anonymous said...

kasiihan sekali yaaaa.....

Anonymom Indonesia said...

eksistensi??? apa itu???

saatnya keluar dari zona nyaman. cara tepat merasakan eksistensi pribadi...

TIRSA said...

gmn dunk biar hidup g monoton?
aktifitas & kegiatan sehari2 gthu2 ajjh..tp kn kita harus mensyukuri apa yg d'brikan-NYA

Aef said...

tolong jawab cara keluar dr gaya hidup monoton tuh gimana?

Siswanto said...

Kreatif

Anonymous said...

Kamu sombong sekali. Hidup monoton karena pekerjaan bukan suatu hal yang selalu disesali.

Tidak semua orang seberuntung kami yang bisa hidup kreatif. Kadang kala hanya pekerjaan itu yang mereka punya. Itu pilihan hidup seseorang, mungkin karena alasan usia, terpaksa karena keluarga, dll dll.

JANGAN TAKABUR KAMU SISWANTO! HANYA KARENA KAMU SUDAH PERNAH KERJA DI BERBAGAI MEDIA, INI TIDAK MEMBUAT KAMU MENJADI SESEORANG YANG KREATIF - BUKTINYA KAMU ADALAH SEORANG YANG NAIF, HANYA MEMANDANG 'TERIKAT PEKERJAAN' SEBAGAI SESUATU YANG MONOTON.

INI YANG KAMU SEBUT 'KREATIF'??

SUNGGUH ALLAH MEMBENCI ORANG2 YANG MENGHAKIMI SEPERTI KAMU.

CIH.

Siswanto said...

Tuhan memberkati

deon said...

hmmmmm
jujur aja, gua bosen banget sama kehidupan yang begini terus. gak ada habisnya lah. bosen banget gua. monoton hidup gua tuh. emang, harus mensyukuri yang allah berikan. gua mensyukuri banget.tapi gimana lagi. gua bosen dan jenuh. monoton banget. bangun pagi, berangkat kerja. pulang kerja malem, bagun lagi dan seterusnya. apa mau dikata, inilah kerjaan gua. hadehhhh. kalo ngomongin puas atau tidak. itu tergantung masing2 ya. hmmmmm... gua cukup pesimis kalo hidup gua kaya gini terus. pengen bahagia gitu. huhuhuhu

Siswanto said...

bergerak dan bergerak terus,bro. berani bikin lompatan hidup.

Munawir said...

cukup beri petunjuk bagi kami...