Tapi hal itu tidak berlaku bagi Bang Korlap ini. Dia sedih sekali karena tidak bisa menolak diangkat jadi redaktur.
Usut punya usut, ternyata sebabnya karena pendapatannya dari sektor jale sudah pasti berkurang. Kalau biasanya hampir dua hari sekali dapat pemasukan dari sana sewaktu masih liputan di lapangan, kini tidak bisa lagi karena dia harus menghabiskan lebih banyak waktu kerja di komputer kantor.
Yang membuatnya lebih sedih lagi. Area yang selama ini "basah," kini diambil alih oleh reporter yang baru menggantikannya.
"Siaul," kata Bang Korlap.
Reporter pengganti Bang Korlap rupanya hobi 86 juga. Makin sedihlah Bang Korlap.
Mana si reporter itu tidak mau kerjasama. Istilahnya berbagi jale. Iya dong, pikir Bang Korlap. Berita-berita "wangi" kiriman dari reporter pelit itu kan yang menaikkan ke situs Bang Korlap.
Sampai suatu ketika, kekesalan Bang Korlap memuncak. Pada waktu tokoh yang sering ngasih jale mau ngajak ketemuan wartawan, Bang Korlap tugaskan si reporter untuk liputan di tempat lain.
Dengan begitu, Bang Korlap punya alasan untuk turun ke lapangan, meliput tokoh tadi.
PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
Kamus Besar Wartawan Amplop
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
Kamus Besar Wartawan Amplop
No comments:
Post a Comment