Sunday, June 30, 2013

Curhat Wartawan Ibukota yang Kecewa Beraaaat

ALKISAH seorang wartawan muda dari salah satu media online yang belum pernah menerima amplop atau arahan dari narasumber.

Suatu ketika, ia mendengar cerita tentang perdebatan antara boleh menerima amplop dan menolak amplop. Wartawan muda itu pun penasaran.

Jale atau oleh kerap disebut juga 86, kadang disalahartikan oleh beberapa wartawan. Ada yang menganggap jale itu sesuatu yang wajar (uang terimakasih-red). Namun, sebagian wartawan lagi mengatakan amplop harus ditolak.

Ketika sedang duduk santai di pelataran Balai Kota, wartawan yang baru berkarier di dunia jurnalistik selama setahun itu tiba-tiba mendapat tawaran dari kawannya untuk meliput acara "jelas."

Pertama-tama, hati kecil wartawan muda itu menolak. Namun, karena rasa penasaran yang tinggi tentang bagaimana rasanya mendapatkan amplop, ia pun menyetujui untuk ikut liputan acara tersebut.

Pagi sampai sore hari, ia tidak lepas dari teman yang mengajaknya liputan jelas tadi. Kemana pun kawannya melangkah, wartawan muda ini tetap berada di sampingnya.

Sampai dia pun melupakan tugas utamanya meliput orang nomor satu di Jakarta. Dari pagi, siang hingga sore, dia terus menjadi tukang ojek bagi temannya yang akan mengajak liputan jelas. Dengan naik motor, dia berpanas-panasan mengantarkan liputan ke berbagai tempat.

Ketika malam hari tiba, acara jelas yang dinanti-nanti pun tiba. Sebut saja Tom, teman yang mengajak wartawan lugu itu. "Bagaimana Tom, jelas tidak?" tanya si wartawan muda.

"Positif bro," kata si Tom.

Setelah mendapatkan instruksi itu, si wartawan muda pun segera menyantap makan malam yang sudah disiapkan panitia acara.

Tom menginstruksikan kepada wartawan muda agar absen dan tanda tangan dulu di acara itu. Si wartawan lugu pun segera mengisi daftar hadir yang disediakan panitia.

Selanjutnya, mereka berdua meliput acara salah satu organisasi yang sedang berulang tahun itu. Seusai meliput, wartawan bertanya dengan Tom. "Bagaimana nih, sudah kelar acaranya," kata wartawan muda sambil berharap-harap cemas untuk segera menggenggam amplop.

"Tenang aja bro, sudah diamanin," katanya. Maksudnya, amplop sudah diamankan oleh redaktur si wartawan muda yang ternyata  juga datang ke acara tersebut.

Tapi dasar lugu. Si wartawan muda tak tahu maksud kata diamankan itu.

Ia pun terus menunggu kepastian. Dengan setia, ia tetap bertahan di tempat acara berlangsung. Akan tetapi, hingga acara berakhir, wartawan muda tak juga mendapatkan amplop.

Ia pun pulang dengan menundukkan kepala sedalam-dalamnya. Sialnya lagi, dalam perjalanan pulang, ban sepeda motornya bocor.

"Asu, asu, asuuuu. Tau gini gue ga dengerin ucapan si Tom. Padahal cuman mau tau rasanya dapet jale, jadi sial gini," katanya.

Sampai tujuh hari lama setelah malam sial itu, si Tom tak menampakkan batang hidungnya.

Dan si wartawan lugu itu tidak pernah mau menerima lagi ajakan dari siapa pun untuk liputan jelas, kecuali dengan redakturnya.

SALAM LAPAN ANAM.......


PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
Kamus Besar Wartawan Amplop

No comments: