APAKAH tahun 2014 benar-benar akan menjadi gerbang kekalahan pers sebagai pilar keempat demokrasi, dalam kasus pembunuhan jurnalis Harian Bernas Yogyakarta Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin?
Tahun 2014 merupakan detik-detik penentuan kasus Udin, mengingat pada tanggal 16 Agustus 2014, kasus ini terancam tutup buku alias kadaluwarsa. Situasi dan kondisi di akhir tahun 2013 ini menyisakan rasa pesimistis kasus tersebut bakal terang ke public karena polisi tak juga menunjukkan tanda-tanda serius untuk menguaknya.
Kasus yang dialami Udin bukanlah satu-satunya kasus pers yang gelap tak terungkap. Masih ada sedikitnya tujuh kasus pembunuh terhadap jurnalis Indonesia yang tetap gulita. Alih-alih pelakunya dituntut sampai pengadilan, hingga kini kasusnya saja tetap digantung.
AJI Indonesia memandang tahun 2014 juga merupakan tahun yang rawan terjadinya kekerasan terhadap para jurnalis. Tahun depan akan berlangsung Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Situasi dan kondisi yang terjadi di redaksi dan lapangan bakal penuh dinamika.
Sebagai gambaran kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada 2012 tercatat sebanyak 56 kasus, termasuk yang dilakukan oleh kalangan legislator dan aparat penegak hukum. Tahun 2013 tercatat lagi sebanyak 35 kasus kekerasan, baik dalam kasus Pemilukada maupun lainnya.
Kendati angka kasus kekerasan cenderung menurun, dari sisi kualitas kekerasan ternyata semakin meningkat. Sebut saja yang terjadi di Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Gorontalo. Masalah politik kemudian merembet ke jurnalis. Jurnalis Stasiun TVRI Gorontalo diserang, alat kerja mereka dirusak, dan kantor redaksi sempat diduduki massa. Contoh lain lagi adalah kasus kekerasan yang terjadi ketika berlangsung Pemilukada di Palopo. Keberingasan massa berujung pada pembakaran kantor redaksi Harian Palopo Pos.
Dengan melihat catatan tersebut, di tahun 2014, AJI Indonesia masih memiliki kekhawatiran kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik terulang lagi.
No comments:
Post a Comment