Setiap malam, setiap pulang dari redaksi, anak kucing berbulu hitam di kos selalu menyambut kedatanganku. "Miauww.. miauwww." Mungkin dia bilang, selamat datang kembali. Sepertinya dia senang betul melihatku.
Malam itu, setelah melompat dari pojokan teras rumah, dia mendekatiku. Lalu menggelendot ke kakiku. Aku sampai tak enak harus menjauhkan badannya dari kakiku supaya aku bisa jalan masuk rumah.
Mungkin dia ingin mengobrol denganku. Cerita-cerita melalui bahasa belaian. Dan dia menjawab dengan. miauwww.. Menyenangkan memang punya teman seperti ini. Setia kawan.
Karena agak ngantuk, aku tidak bisa membelai kepala kucing hitam dan berbulu putih di dada itu. Aku masuk dan menutup pintu rumah. Tumben saja, kucing ini tidak ikut masuk. Dia rupanya ingin tidur di luar atau di kain teras.
Oh, rupanya di teras tetanggaku ada si Boim. Dia ini pria kurang waras yang tinggal di lingkungan sekitar rumah kosku. Boim yang gemar tertawa terbahak-bahak itu sedang tidur-tiduran. Kucingku tadi berjalan mendekati Boim.
Begitu sampai di dekat tempat tiduran Boim, si Boim tersenyum pada kucing. Kurasa kedua makluk tuhan ini ada kontak komunikasi. Tiba-tiba Boim tertawa lebar. Dan kucingku mengeong.
Aku memperhatikan mereka dari jendela. Wow.. si Boim memberi tempat kepada kucingku. Dia menggeser badan lalu kucingku langsung menempati ruang kosong di dekat si gila itu.
Setelah itu, Boim mulai fokus pada dunianya sendiri. Ngawang-awang entah apa yang dikhayalkan. Sementara kucingku langsung melingkar malas sambil menggerakkan ekornya. Bahagianya mereka. Begitu bebasnya jiwa mereka menjadi makluk hidup sehingga tidak ada lagi saling curiga.
3 comments:
meongggggg..
coba klo manusia waras bisa sperti mereka... tanpa saling curiga...
Indahnya dan luasnya makna persahabatan ya.
Post a Comment