DI jaman media online seperti sekarang ini, nilai berita tak lagi menjadi unsur utama bagi sebagian redaksi media massa dalam menentukan sebuah informasi layak terbit atau tidak terbit.
Ada unsur-unsur lain yang menjadi prioritas. Misalnya, apakah informasi tersebut nanti mendatangkan iklan bagi perusahaan atau tidak. Apakah informasi itu nanti akan banyak diklik masyarakat atau tidak.
Ah, jadi kuliah deh. Singkat cerita begini. Seorang reporter media online A bertugas di desk bisnis dan lifestyle. Tiap hari, ia mendapatkan kiriman press release ke emailnya dari berbagai humas perusahaan.
Itu sebabnya, tiap hari pula ia mengirimkan berita yang berbahan press release. Terus, ia lebih sering malas menulis ulang press release itu. Dengan kata lain masih style tulisan humas.
Redaktur barunya yang dulu hobi 86, lama-lama hafal dengan kebiasaan si reporter dalam pelaporan berita. Utuh-utuh press release. Hanya menambahi tanda kutip, katanya, ujarnya, tutur dia, pungkasnya, dll.
Si redaktur tak pernah mempermasalahkan nilai berita karena redaksinya memang melonggarkan soal itu atau dengan kata lain yang penting jumlah berita yang dipublish banyaaaak.
Tapi, lama-lama, si redaktur gemes sekali dengan laporan si reporter tadi. Suatu hari, ia tak bisa tahan diri. Kumat hobi lamanya, lapan anaaaam.
Jadi, dia bilang begini waktu mengedit berita:
"Hah, berita kau nih ada 'aduh' (86) nya nih. Bagilah abang kau nih, pulsa abang habis ini," katanya.
PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
Kamus Besar Wartawan Amplop
No comments:
Post a Comment