Wednesday, August 27, 2008

Menjadi Wartawan Online

Pada dasarnya, penerapan kaidah-kaidah jurnalistik di semua jenis media sama. Baik, media tradisional maupun new media, seperti situs berita, tetap mengacu pada kode etik jurnalistik dan bahasa Indonesia jurnalistik. Tetapi, memang ada yang secara ketat melakukanya. Di lain kesempatan ada juga yang sering menabraknya demi tujuan tertentu.

Yang menarik bekerja untuk media online ialah tingkat kesibukannya lebih tinggi, dibanding surat kabar, radio serta televisi. Kalau media cetak, bisa memiliki waktu lebih luang untuk melaporkan bahan berita ke redaksi. Sementara online, harus cepat. Kalau bisa, malah berita muncul beberapa saat setelah peristiwa terjadi.

Media online juga mengembangkan teknik memberitakan dengan mendahului peristiwa. Contohnya, siaran pers atau pidato kepala Negara. Biasanya, media sudah lebih dulu memperoleh bahan, sebelum pidato dilaksanakan. Mereka langsung membuat laporan saat itu juga. Kalau media ini cerdik, ia akan menunggu waktu menerbitkannya berbarengan dengan pidato.

Untuk mengenali wartawan itu bekerja untuk media online sebenarnya paling gampang. Mereka tersibuk diantara wartawan lainnya. Sebentar-sebentar berjalan menjauh, sebentar-sebentar berbicara melalui telepon, sebentar-sebentar bertanya informasi kepada rekannya. Itu sudah bisa ditebak. Kadang-kadang, mereka paling panik.

Mengapa ia begitu? Sebab, redaksi menuntutnya untuk secepat mungkin melaporkan bahan berita sehingga bisa segera menyajikan kepada pembaca. Wartawan yang cerdas, idealnya langsung memahami persoalan yang ingin dilaporkan sehingga bisa langsung menyusun struktur berita. Tetapi, yang masih belajar, biasanya akan melaporkan data mentah.

Tuntutannya bukan hanya melaporkan bahan berita, melainkan fisik juga mesti lebih sehat dan kuat. Tiba-tiba redaksi menugaskan mereka untuk meliput berita peristiwa kebakaran, misalnya. Ia tidak boleh terlalu lama. Mesti segera mencapai tempat kejadian perkara dalam waktu singkat. Tujuannya, agar yang bersangkutan bisa membuat reportase pada saat api masih menyala dan reaksi korban saat itu.

Contoh lain, tiba-tiba kepala Negara menggelar siaran pers di kediaman pribadi. Kebetulan rumahnya berada di luar kota. Maka ia harus datang, meskipun cuaca hujan di sore hari. Kalau tidak hadir, tentunya akan ketinggalan berita penting. Kalaupun akhirnya ia mendapat informasi dari wartawan lain, pasti tidak akan lengkap sesuai dengan kebutuhan media tempat bekerja.

Ada satu cerita. Ini dialami seorang teman. Saat itu ada informasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan jumpa pers di kediaman Cikeas, Kabupaten Bogor. Kepala Negara akan memberikan pernyataan terkait perkembangan kesehatan mantan Presiden Soeharto. Dengan mengendarai sepeda motor, teman ini menembus hujan. Dari Kemayoran, Jakarta Pusat ke Cikeas ia tempuh sekitar 2 jam. Tiba di pintu gerbang rumah Presiden, ternyata tidak ada konferensi pers.

Menghadapi tuntutan kecepatan membuat laporan juga merupakan beban tersendiri. Ini sering membuat panik. Di satu sisi wartawan ingin mengedepankan kejujuran dan akurasi. Di lain kesempatan, dikejar-kejar redaksi yang kadang tidak memberinya ruang mengendapkan informasi lebih dulu sebelum melaporkannya.

Itu salah satu ujian fisik dan mental yang dialami wartawan yang bekerja di media online.

No comments: