Wartawan Indonesia dewasa ini sudah dituntut untuk melakukan perubahan. Tidak hanya memiliki kemampuan membuat laporan tertulis saja ke redaksi, melainkan mampu mengoperasikan kamera video dan membacakan berita. Singkat cerita, insan pers harus memiliki kemampuan di bidang yang lainnya. multi skill.
Pada saat briefing awal Agustus 2008 lalu di redaksi media online, Kanalonecom, Wakil Pemimpin Redaksi M Teguh mengatakan bahwa kerangka berpikir wartawan-wartawan yang berasal dari media cetak yang tergabung dalam situs berita ini harus berubah. Kebiasaan bekerja di cetak dengan online sangat berbeda.
Wartawan-wartawan yang masuk ke media portal grup Bakrie ini mendapatkan training jurnalistik kamera di stasiun ANTV. Dengan demikian mereka dapat sekaligus liputan dengan kamera dan liputan secara tertulis. Hasil liputan audio visual itu nanti akan
dipublikasikan di salah satu kanal.
Kehadiran kanalone di sidang pembaca ingin memberikan pencerahan melalui berita yang disajikan. Pengelolaan situs berita ini disepakati untuk tidak mengekor style jurnalistik media-media online di indonesia yang sudah ada lebih dulu. Disebut ingin memberikan pencerahan karena akan tetap menggunakan gaya elegan dalam pemberitaan.
Menurut Teguh, tidak ada gunanya membangun kanalone ini dengan mengikuti jejak media online Indonesia lainnya. Karena memang sudah kalah dari segi start-nya.
Sebagian wartawan yang direkrut ke dalam redaksi kanalone ini terdiri dari orang-orang yang sudah memiliki pengalaman di media massa terkemuka. Tidak sedikit diantaranya yang sudah pernah bekerja di media online. Gabungan orang-orang itu dianggap sebagai tim yang telah memiliki prestasi.
Perubahan yang dituntut dari wartawan bukan hanya dari skill, melainkan prinsip bekerja yang pokoknya hanya pada satu media. Banyak wartawan yang tidak berkenan hatinya apabila dimintai bantuan oleh media lainnya yang masih satu group. Kasus semacam ini kerap terjadi di media group.
Penulis pernah mengalaminya saat masih bekerja di okezonecom. Situs ini merupakan group Mediacom. Setiap kali rapat redaksi, selalu ditekankan bahwa kami bekerja di group. Kami bersinergi dengan Sindo, Trijaya, GlobalTV, TPI, RCTI dan lainnya. Kenyataannya baru sekitar 2 persen saja dari jumlah wartawan yang bersedia memberikan laporan ke okezonecom.
Banyak sekali alasan mengapa hal itu terjadi. Biasanya wartawan sendiri yang keberatan, honornya yang dianggap terlalu kecil. Kemudian masalah prinsip ekslusif dari wartawan itu sendiri. Tentunya, kalau data yang diperolehnya dipublikasikan di online saat itu juga, dia tidak akan memiliki berita ekslusif lagi. padahal media cetak baru akan menerbitkan keesokan harinya. Nah, ini akan menjadi problem bagi
media yang menerapkan sinergi redaksi.
Kembali ke masalah pergeseran pola berpikir yang harus dilakukan wartawan. Menurut Pemimpin Redaksi Kanalone Karaniya D, paradigma bekerja di media sekarang sudah maju. Melaporkan berita, bukan hanya dengan teks. Tapi dipadu dengan skill audio visual. Nah, menyatukan berbagai skill itu menjadi satu kesatuan merupakan tantang yang dihadapi para pengelola media online dan awak redaksi.
2 comments:
Aku sependapat dengan tulisan Pak Siswanto (he..he..) bahwa wartawan memang harus memiliki kemampuan tambahan, selain menulis. Tentu, kemampuan "plus" ini nantinya dengan harapan dapat menunjang pekerjaan sang wartawan pada saat situasi dan kondisi tertentu/khusus. Sekitar tiga tahun lalu, Kepala Redaktur Umum kantor berita Antara (kini Ka. Biro Antara di Australia) pernah memberi nasihat yang sama kepadaku. Katanya, selain dan setelah bisa menulis, calon/wartawan Indonesia harus mulai bisa mengoperasikan kamera (kamera foto/video) atau bahkan menyunting berita videonya sendiri. Dia mencontohkan, sejumlah media massa besar di luar negeri seperti di AS dan Eropa sudah mempersiapkan para wartawannya dan mempraktikkan hal tersebut, terutama bagi para reporter yang mendapatkan pos di daerah perang/konflik. Dilihat dari segi institusi media indikasinya juga semakin jelas, semua media massa saat ini sudah mengarah ke format multimedia (cetak, TV, radio, online). Di Indonesia sendiri, Antara dan Kompas mulai menjajakinya. Dan, kalau aku tidak salah kini juga sudah ada label "news cameraman", di luar istilah wartawan (tulis, foto, radio). Namun, dibalik wacana tersebut aku masih memiliki kekhawatiran. Mungkin lain waktu kita bisa obrolkan kembali.
Betul Hut. Akan ketinggalan kita kalau menggunakan kacamata kuda
Post a Comment