Tuesday, August 19, 2008

Running

Dari sudut pandang penyajian berita, demikian mentor jurnalistik Hasudungan Sirait, media online yang berkembang di Indonesia sekarang, masih kurang bermutu. Salah satu pemicunya ialah penerapan konsep memberitakan dengan mengejar kecepatan. Karena itu, redaksi yang bersangkutan sering melupakan faktor keutuhan dan kelengkapan berita yang disajikan.

“Jangan atas nama kecepatan, kemudian mengorbankan kelengkapan, kedalaman dan lain-lain,” kata Hasudungan saat berdiskusi tentang perkembangan media massa di redaksi vivanews.com pada pertengahan Agustus 2008.

Para pengelola media online memiliki argumentasi sendiri terhadap kritik semacam itu. Dalam menyajikan berita, prinsip kelengkapan sebenarnya sudah terpenuhi. Hanya saja bentuknya lain. Unsur itu tidak disajikan dalam satu badan berita, melainkan secara intensif melaporkan perkembangan demi perkembangan.

Teknik ini sebenarnya mengandung bahaya, utamanya media online yang tergesa-gesa menerbitkan laporannya. Mereka berpotensi melakukan penyesatan informasi kepada pembaca. Misalnya, menulis berita peristiwa hanya berdasarkan informasi dari radio dan konfirmasi singkat, setelah dilakukan pengecekan di lapangan, faktanya tidak sesuai dengan informasi awal tadi.

Di samping itu, ada kasus yang dialami sebagian pembaca. Setelah membaca satu tema berita yang disajikan dengan terlalu banyak judul laporan, mereka pusing karena tidak paham. Sebab, teknik pemberitaan semacam itu sering tidak nyambung antara satu laporan dengan lainnya.

Ada juga teknik melaporkan dengan cara kredit berita. Caranya, sekarang melakukan wawancara kepada narasumber A. Bahan yang didapat kemudian sengaja dipecah-pecah menjadi beberapa seri. Padahal, sebenarnya kalau hasil wawancara itu ditulis menjadi satu badan berita, hasilnya akan jauh lebih lengkap, utuh dan tidak membingungkan pembaca. Strategi potong-potong itu dilakukan agar kuota terpenuhi.

Hasudungan mengatakan, sebagian media online juga kerap kali berspekulasi. Misalnya meliput aksi demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Baru terjadi orasi disertai dengan dorong-dorongan dengan aparat keamanan, ada wartawan yang melaporkannya telah terjadi bentrok fisik atau pukul-pukulan.

“Tapi, kalau disuruh ralat, alasannya tidak punya waktu. Ah, nanti, pembaca juga akan lupa. Dan mereka (wartawan) berharap terjadinya pukul-pukulan,” katanya.

Menurut Hasudungan, memang media online Indonesia secara intensif melakukan running berita. Tetapi, ia melilhat belum ada penerapan penulisan yang dilakukan secara komprehensif. Misalnya, tetap mempertahankan teknik itu, tetapi tetap ada tulisan yang utuh. Fungsi laporan ini untuk mengikat data-data sepotong-potong itu menjadi tulisan yang kuat, lengkap dan tidak membingungkap pembaca.

Dari Koran ke Multimedia

Media yang berkembang di dunia berawal dari versi cetak. Koran. Dari Koran kemudian muncul majalah atau tabloid. Perubahan ini terjadi karena pembaca memerlukan informasi yng sifatnya soft dan menghibur, tetapi lebih lengkap dan mendalam.
Setelah media cetak, baru generasi media elektronik. Ditandai dengan lahirnya radio. Tuntutan akan kelengkapan informasi terus terjadi. Lalu, lahir televisi.

Berbagai media itu disebut sebagai media tradisional. Dewasa ini, hadir pendatang baru bernama new media. Salah satunya, online media. Pendatang ini mempunyai potensi menjadi pemain utama. Sebab, paradigm media telah bergeser dari setelah terjadi perkembangan pesat di dunia teknologi informasi, dimana media massa lebih dapat berhubungan secara interaktif dengan pembaca. Kelebihan ini yang tidak dipunyai generasi sebelumnya.

Sekarang ini, memang media cetak masih menjadi mainstream, namun, media online merupakan kekuatan besar yang terus membayangi.

No comments: