Friday, August 15, 2008

Ngobrol Tentang Media Online

Persisnya di samping gedung Sampoerna Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, kantor redaksi vivanews.com (kanalone.com) berada. Siang itu, di salah satu ruang lantai 31 gedung Standard Chartered, tengah berlangsung sekolah wartawan online. Semua penanggung jawab bidang liputan hadir, termasuk asisten redaktur. Pemimpin Redaksi Karaniya Dharmasaputra yang memimpin studi menarik ini.

Karaniya mengatakan, sebenarnya tatap muka ini bukan untuk melatih jurnalistik. Sebab, teman-teman yang berkumpul ini rata-rata sudah cukup lama berkecimpung di bidang kewartawanan. Artinya sudah tidak perlu mendapat pendidikan secara khusus tentang jurnalisme. Hanya saja, mereka berasal dari berbagai macam “partai” yang tentunya di kepalanya membawa ideologi yang berbeda-beda.

Ada teman-teman yang berasal dari koran harian pagi, koran harian sore, majalah, tabloid, radio dan televisi serta media online. Keragaman ini merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki vivanews.com. Lebihnya ialah apabila visi dan misi teman-teman ini berhasil bersinergi menjadi satu kesatuan, maka hasilnya sungguh luar biasa baik bagi perkembangan media online ini.

Sekarang, sumber daya manusia yang tersedia sudah lebih dari cukup. Lantas, pertanyaan mendasar sekarang ialah media ini akan dibagaimanakan dan sebenarnya siapa jatidiri kita. Berangkat dari tantangan itu, masing-masing wartawan mesti bisa bersinergi dan mengeksplorasi keahliannya. Tapi, tetap harus berjalan sesuai kode etik jurnalitik. Dengan demikian, ke depan media ini pasti akan maju.

Viva News
Sesekali, jalannya pertemuan ini sangat serius. Tapi, di lain kesempatan bisa juga tertawa. Ngomong-ngomong soal nama media. Sekarang ini kanalone.com sudah berubah nama menjadi vivanews.com. Ada sebagian teman yang mengatakan, kok, memberi nama mirip dengan merk kosmetik terkenal pada era 1980-an.

Lalu, ada yang menambahi begini, jangan-jangan pengelola media ini sedang mendapat tugas untuk mengangkat merk Viva itu kembali. Maklum, masyarakat sekarang sudah banyak beralih dari Viva ke kosmetik bermerk terkenal lainnya.
Kata Karaniya, ya tidak apa-apa. Dulu saat awal-awal Tempo berdiri juga sempat dikenal sebagai merk pabrik obat, Tempo Scan Pasific.

Nurlis Meuko menimpali sambil terkekeh-kekeh, malah saat itu, nama media Tempo juga pernah dikatakan sebagai korannya tukang obat atau koran obat. Tapi, wajar saja kalau belum familiar. Lama-lama nama vivanews yang satu group dengan ANTV dan TVONE ini pasti akan diterima dan tidak asing lagi bagi orang.

Alasan sebenarnya ialah terletak pada nuansa nama itu.

Pergerakan Media
Di Amerika Serikat, masyarakat di sana sudah sangat menikmati ketersediaan fasilitas internet. Mulai dari memesan Pizza, membeli buku dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya, mereka melakukannya dengan komunikasi via internet. Negeri Paman Sam ini memiliki jumlah pengguna internet yang sangat tinggi.

Begitu juga mengenai kebutuhan media massa. Masyarakat yang menetap di negara barat, umumnya lebih banyak memanfaatkan media online untuk memenuhi kebutuhan informasi. Media tradisional, seperti koran dan majalah, bukan lagi primer.

Bahkan, media New York Time cetak kabarnya akan ditutup. Mereka akan memfokuskan pengelolaan di New York Time online. Sebab, tingkat pelanggan versi online jauh lebih banyak dibandingkan cetak.

Perkembangan new media ini sudah bergeser ke Asia Tenggara. Dan khusus di Indonesia pun sudah memulainya. Melihat pergerakan perkembangan kebutuhan akan jaringan berita di dunia maya dewasa ini, kata Karaniya, media internet akan berada di posisi terdepan di masa yang akan datang.

Memang sudah terjadi pergeseran paradigma kebutuhan media, tetapi tingkat kebutuhan pembaca terhadap berita-berita dari media jenis ini masih jauh apa dari yang telah dicapai oleh negara-negara maju.

Ruang inilah yang sedang dikembangkan oleh pengelola new media Indonesia. Yakni, mengenai bagaimana membangun media yang tetap mengedepankan kredibilitas di tengah arus jurnalisme yang sedang mengalami perubahan. Ada satu catatan yang sangat penting yang disampaikan Karaniya dalam mengelola media online ini.

“Jangan justru menerapkan jurnalistik yang lebih rendah dari media tradisional. Mestinya, revolusi media ini bergerak untuk melebihi generasi media sebelumnya, bukan justru makin rendah,” kata dia.

Perubahan Peran Jurnalis
Dulu, wartawan yang berkerja di sebuah media dapat menulis bidang apapun. Misalnya, mulai dari seni, makanan, musik sampai politik. Wartawan mendapat tugas menggarap semua berita yang ada. Tetapi, sekarang ini mestinya konsep generalis seperti itu sudah berubah. “Saya kira tidak bisa lagi untuk sekarang ini, karena dunia makin komplek. Ilmu pengetahuan terus berkembang,” kata Karaniya.

Pengelola media di Indonesia sudah saatnya secara serius mencari bakat terpendam yang dimiliki wartawannya. Kemudian memfokuskan wartawan yang bersangkutan untuk menangani bidang yang menjadi keahliannya. Misalnya ahli di bidang bursa, maka akan dikhususkan menangani kasus-kasus bursa.

Sekali lagi, kata Karaniya, wartawan yang menulis itu mestinya merupakan orang yang ahli dibidangnya masing-masing. Model macam ini biasanya disebut jurnalis spesialisasi. Wartawan diberikan kesempatan untuk mengeksplore dirinya. “Sebaiknya kita memiliki keahlian. Kita mengeksplore diri kita,” ujar Karaniya.

Ia berharap ke depan, tidak ada jurnalis yang ditertawakan pembaca kritis karena karya tulisnya tidak matang. “Kadang banyak karya jurnalistik diketawakan orang karena jurnalis itu tidak tahu tentang banyak hal,” tutur Karaniya.

Singkat cerita, pertemuan siang itu berhasil menambah wawasan. Tetapi, sebenarnya yang dibicarakan bukan hanya seputar paradigma jurnalisme online saja, melainkan prinsip-prinsip media online juga. Tapi, soal ini akan diceritakan berikutnya dalam blog ini.

No comments: