Ada beberapa kasus yang dirasakan jurnalis saat meliput berita. Ketika bertemu dengan narasumber, ada yang tidak mengetahui darimana ia harus memulai wawancara. Padahal, dalam hati, wartawan ini ingin mendapatkan suatu laporan yang besar. Mungkin ia malu sehingga bingung dan merasa bersalah. Boleh jadi, ia sesungguhnya tidak memiliki bahan pertanyaan.
Dalam kondisi yang demikian, ia hanya dapat mengandalkan rekan-rekan lain yang kebetulan berada di sana. Berharap ada yang memiliki pertanyaan. Dengan begitu, sumber berita memberikan pernyataan. Kalau sudah begitu, ia tinggal menyodorkan alat rekaman suara. Sudah dan dapat berita. Begitu seterusnya. Tiap kali ada wartawan melakukan wawancara, ikut mengerubuti.
Ada wartawan yang meliput di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Malas membaca koran atau membuka situs berita untuk mengetahui informasi. Tapi, setiap kali ada wawancara bersama, ia sangat bersemangat. Karena tingga menyodorkan rekaman suara di depan narasumber. Tidak pernah bertanya. Setelah itu membuat transkrip. Sebelum menyusun bahan menjadi berita, ia selalu merasa panik. Sebab tidak bisa membuat angle (sudut pandang) dan merangkainya. Soalnya, tidak tahu isu.
Biasanya kasus semacam itu terjadi karena yang bersangkutan tidak menguasai atau mengetahui perkembangan terakhir informasi. Padahal, setiap saat, informasi selalu mengalami perkembangan. Akan lain ceritanya kalau ia sudah memiliki perencanaan sebelum berangkat liputan. Dan pasti paling banyak pertanyaan saat bertemu narasumber.
Perencanaan? Maksudnya, sebelum berangkat dari rumah, ada baiknya membaca surat kabar, mendengarkan berita radio atau menonton televisi. Itu salah satu cara untuk mengetahui perkembangan terakhir berita media. Teknik itu sangat sederhana. Dengan demikian, secara otomatis, informasi-informasi itu akan mengisi kepala lalu menjadi referensi dan sekaligus merencanakan liputan.
Sesungguhnya, dalam merencanakan liputan, tidak ada aturan baku. Tapi, keinginan untuk menjadi wartawan yang lebih baik saja yang membentuknya. Banyak sekali cara mempersiapkan liputan. Misalnya lagi, sebelum berangkat tidur malam hari, bisa membuat perencanaan sederhana untuk hari esok. Atau dengan mengingat-ingat hasil liputan sebelumnya, ia bisa merancang rencana besok.
Ada sebagian wartawan yang mempunyai kebiasaan membuat perencanaan secara mendadak. Mereka membeli koran di jalan raya saat berangkat tugas. Setelah tiba di pos liputan, ia berusaha keras membacanya. Cara ini boleh jadi kurang maksimal. Karena pasti terburu-buru dan tidak detail meneliti isu yang menarik. Padahal, setiap artikel, setiap tulisan berita, pasti ada isu menarik yang dapat diangkat kembali.
Umumnya, redaksi pun membuat rencana liputan untuk dikerjakan wartawan-wartawannya. Ini penting. Salah satu tujuannya agar media yang bersangkutan tetap konsisten mengangkat tema masalah. Selain itu supaya tidak sepotong-potong. Kasus menarik, pasti akan dikejar terus. Tetapi, ada juga redaksi yang tidak membuat perencanaan yang baik. Ini terlihat dari isu yang mereka angkat. Tidak ada suatu perkara yang mereka ikuti hingga tuntas.
Untuk perencanaan redaksi. Ini membutuhkan kerjasama dengan reporter. Reporter yang serius, ia akan bersemangat mengerjakannya. Sebab, di kepalanya sudah ada kerangka masalah. Tinggal menemukan narasumber dan wawancara.
Tetapi, ada juga yang tidak dapat bekerjasama. Banyak gagasan dan rencana redaksi yang hebat-hebat, tapi di tengah jalan gagal. Salah satu penyebabnya, reporter tidak mengerjakannya dengan baik. Tapi, mungkin juga narasumber yang telah ditargetkan tadi tidak dapat diminta penjelasan terkait topik berita yang sedang diangkat.
Kasus di atas tadi, khusus untuk menggambarkan persiapan liputan di lapangan. Ada juga liputan tanpa mesti terjun ke lapangan. Misalnya, wawancara melalui telepon. Menerima kiriman siaran pers dan lain sebagainya. Secara umum, persiapan yang dilakukan wartawan sama saja. Tapi, ada kekhususan dalam wawancara pertelepon.
Misalnya, dalam wawancara yang dilakukan melalui hubungan telepon, ada sebagian narasumber yang hanya memiliki waktu yang sedikit. Tidak leluasa. Misalnya, kebetulan narasumber sedang berada di mobil dan sedang terburu-buru, disela-sela acara. Menjelang tidur atau sedang tidak enak badan. Karena itu, wartawan disarankan untuk membuat pertanyaan yang tajam. Pengertian tajam ini ialah langsung pokok persoalan.
Salah satu persiapan sederhana yang biasanya ditempuh ialah menyusun daftar pertanyaan lebih dulu. Dengan demikian, lebih fokus dan terarah. Banyak kasus yang membuktikan, narasumber akan menaruh perhatian serius terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut perkembangan terakhir sebuah kasus. Pertanyaan yang baik, sumber berita akan memberikan penjelasan yang menarik.
Persiapan pertanyaan juga perlu saat reporter melakukan wawancara secara khusus. Misalnya, di kantor narasumber atau di tempat yang telah ditentukan sesuai perjanjian. Ia membawa kertas yang berisi daftar pertanyaan. Apabila menonton acara diskusi di stasiun televise, pembawa acara juga selalu membawa teks yang berisi daftar itu. Tujuannya agar terarah. Tapi, ada juga wartawan yang tanpa teks saat wawancara. Sebenarnya, ini tergantung kebutuhan.
No comments:
Post a Comment