ADA seorang wartawan senior, julukannya Bang Korlap, yang bekerja di dua media. Satu media besar yang kantor pusatnya di Jakarta dan satu lagi media kecil di daerah.
Mengapa ia sudah bekerja di media besar dan berstatus karyawan tetap, tapi masih dobel dengan media kecil? Lidik punya lidik, ternyata itu modus.
Jadi begini operasinya. Ketika Bang Korlap mendapat kiriman rilis dari humas partai ataupun humas perusahaan, ia akan mengirimkan ke media lokal yang fleksibel atau mudah memuat materi rilis.
Soalnya, kalau dikirim ke medianya di Jakarta, sudah barang tentu rilis semacam itu sangat kecil kemungkinan dimuat.
Seperti biasa, ketika berita dimuat, kemudian itu menjadi barang bukti untuk menghadap humas. Barang bukti untuk mendapatkan amplop. Selama ini, Bang Korlap selalu sukses.
Suatu hari, ketika rilis tentang berita partai dimuat oleh media lokal, Bang Korlap datang ke humas. Ia bawa barang bukti tulisan. Dengan bangga ia menemui humas. Dijabat tangan humas erat-erat oleh Bang Korlap.
Tak lama kemudian, ia menyerahkan barang bukti. Eh, si humas ternyata malah meragukan tulisan itu. Sebab, namanya beda. Di daftar nama wartawan, namanya Ababil, tetapi yang datang mengaku namanya Ababal.
Sampai berbusa-busa Bang Korlap menjelaskan kepada humas bahwa ia memang senagaja memiliki dua nama di dua media supaya tidak ketahuan redaksi. Tapi, tetap saja humas tak percaya. Humas malah mencurigainya wartawan ilegal, mengingat belakangan ini banyak kali wartawan bodrek yang datang ke kantor.
Hampir-hampir nangis Bang Korlap menjelaskan dirinya. Tapi tetap saja, gagal.
Endingnya, ia pulang dengan tangan hampa. Asem humasnya. Pekok.
PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!
Klik kategori Etika dan Moral di bar sebelah kanan blog. Di sana ada kumpulan cerita-cerita lucu seputar wartawan amplop, bodrek, juga wartawan yang mencoba tetap idealis.
Kamus Besar Wartawan Amplop
No comments:
Post a Comment