Kami masih menunggu pejabat pemerintah, mungkin deplu, juru bicara presiden atau Mensesneg Hatta Radjasa lewat di halaman istana. Mereka sebelumnya menghadiri acara upacara penyerahan surat surat kepercayaan dubes luar biasa dan berkuasa penuh untuk RI.
Aku duduk di lantai lorong yang menghubungkan satu area ke area lain di lingkungan ini. Posisinya menghadap taman yang memisahkan antara Istana Negara dengan Istana Merdeka. Taman itu lebih mirip lapangan yang luasnya hampir sama dengan ukuran lapangan sepak bola.
Di tepi taman ada petugas kebersihan yang mengenakan kaos khusus yang bertuliskan perusahaan yang memperkerjakan kontrak mereka di sini. Keduanya tampak menyapu guguran daun. Tengah-tengah itu ada beberapa pohon berukuran besar, diantaranya dinamai Ki Hujan. Saking besarnya, ranting-ranting pohon disangga besi agar tidak menyentuh tanah.
Sebentar kemudian, dua tukang kebun itu berhenti menyapu. Mereka duduk di akar pohon yang menyembul di rerumputan. Mereka mengobrol. Sapu dan tempat sampah digeletakkan di samping akar besar itu.
Di sisi lain, beberapa tukang kebun yang mengenakan topi berjalan beriringan berjalan di dekat dinding Istana Merdeka. Mereka menuju ke bagian lain lingkungan istana. Mungkin hendak bekerja di balik bangunan gedung itu. Sementara tukang kebon lain masih menyapu di taman bagian samping Istana Merdeka.
Terdengar kicauan burung sejak aku datang ke tempat ini. Sekarang masih terus berbunyi ramai. Aku tidak dapat menandai burung yang berkicau itu. Ada beberapa yang kuhafal suaranya, misalnya burung prenjak dan emprit.
Mereka berteriak-teriak dari atas pohon memanggil-manggil. Atau mungkin mereka ingin memberikan pesan agar manusia peduli dengan penghijauan. Agar wartawan konsisten membela lingkungan.
Serombongan burung emprit terbang rendah ke padang rumput yang subur. Lalu hinggap untuk mencari makan dan material untuk membangun sarang. Sebentar kemudian terbang lagi menuju ranting-ranting pohon besar di ujung sana. Sampai di pucuk pohon, mereka berkicau bersahut-sahutan di tengah hari itu.
Sambil menikmati lingkungan yang tertata ini, aku dan beberapa teman wartawan lainnya menyatakan kekaguman kepada taman istana dan burung-burung yang sepanjang hari menghuni pohon-pohon, rumput dam tanah merah yang agak lembab itu.
"Aku mengagumi taman ini, burung-burung tidak mau pergi dari sini," kataku.
"Iya, tentunya mereka sangat nyaman di sini. Banyak pohon," kata Dyah, temanku wartawan kantor berita Antara yang duduk bersebelahan denganku.
Seandainya di Jakarta ini banyak pohon-pohon yang ditanam dan taman-taman alami dibiarkan ada, pasti kota ini akan menjadi tempat tinggal burung. Bukan hanya manusia-manusia yang membosankan seperti yang terjadi sekarang ini dan hanya ada gedung bertingkat dimanapun tempatnya. Panas, Polusi dan banyak kriminalitas.
"Kamu belum tahu ya kalau sore di Monas. Burung-burung sudah seperti bermigrasi. Terbang berombongan dari satu pohon ke pohon yang lain," kata Dyah.
Aku ingin mendengarkan terus pengalaman temanku itu. Monas merupakan salah satu kawasan yang peruntukannya untuk hiburan pariwisata. Di sekitar tugu, ada taman dan pepohonan. Kalau sore atau akhir pekan, kawasan ini sangat ramai.
Lumayan. Jakarta masih punya taman monas, pikirku. Aku pernah nongkrong di taman Monas malam minggu. Ternyata ramai didatangi warga. Ada yang membawa serta keluarganya untuk duduk sambil menggelar tikar di sana.
Dan sepotong taman lagi di dalam lingkungan istana ini juga sedikit bisa membuat optimis.
Lihat. Para tukang kebun itu kelihatan giat sekali bekerja. Mereka memotong rumput yang tingginya sudah sampai batas tertentu, mengambil sampah dan membersihkan selokan air.
Setiap hari apabila akan mengikuti acara konferensi pers di kantor presiden, aku selalu melihat bapak-bapak itu bekerja di sana. Mereka kelihatan begitu serius menjaga taman ini. Mulai dari pagi sampai sore hari.
Ayo, teruslah bekerja, bapak-bapak. Hanya kalianlah yang dapat diandalkan untuk merawat tumbuh-tumbuhan di sini. Aku tidak yakin, pemilik otoritas gedung ini punya kesungguhan seperti bapak-bapak sekalian dalam memelihara lingkungan hidup.
Kalau berjalan kaki menuju ke Istana Merdeka, bisa melihat nama-nama pohon dan asalnya. Setiap tanaman, pasti ada petunjuk identitas lengkap tanaman itu. Di taman ini banyak sekali jenis pohon langka. Misalnya Samanea Saman atau Ki Hujan tadi, Kosambi, Beringin Putih, Mahoni. Pohon-pohon itu sudah melewati generasi.
Di bagian tengah lapangan berumput hijau itu ada semacam bangunan. Dyah bilang tempat itu namanya Gazebo. Dulu sekali, ketika pemain sepak bola besar, Zidane, datang ke istana, pernah dijamu presiden di dalam bangunan itu.
Ada juga patung-patung yang menggambarkan pemuda membunuh ular, wanita telanjang berdiri di taman, selain itu patung kijang yang terbuat dari akar kayu juga ada.
Tapi, menurutku, hanya ada satu yang khas. Suara burung berkicau.
No comments:
Post a Comment