Saturday, August 2, 2008

Jurnalisme "Online" Penis

Tawaran traffic terhadap pengemasan berita dengan gaya penulisan semi porno yang sangat menggiurkan. Penulis tidak bermaksud memukul rata semua pemberitaan selalu menerapkan teknik porno. Tapi ada sebagian media online terkemuka yang mengemas berita-berita tertentu cenderung didasari semangat menonjolkan unsur porno, dibanding manfaat bagi kepentingan publik. Dapat dikatakan bahwa media-media itu sudah terlarut untuk menerapkan jurnalisme gaya itu.

Disebut semi porno. Karena gaya tulisannya sudah vulgar betul. Misalnya ada salah satu media begitu antusias mengulas soal bagaimana memperpanjang bagian vital kaum Adam. Penis. Deskripsi tulisan pada bagian intim begitu vulgar. Bahkan, seringkali media online juga menyertakan gambar-gambar adegan pelukan dengan foto setengah telanjang sebagai pendukung tulisan. Strategi ini memang berhasil memancing syahwat orang lalu akan mengklik berita itu.

Ketika masih kuliah jurnalistik dulu, mahasiswa sering menyelenggarakan sesi pembahasan soal unsur berita foto atau tulisan yang menyerempet-nyerempet cabul dan porno. Singkat cerita teman-teman diskusi membuat kesimpulan bahwa berita yang tidak memiliki manfaat buat publik, tidak perlu dipublikasikan. Dan media yang tetap mengedepankan kredibilitas tentu tidak tergiur dengan berita-berita semi macam itu.

Sebagai contoh kasus dugaan suap yang diterima anggota DPR. Ada media online yang gencar menerapkan jurnalistik semi porno dalam melihat kasus itu, yakni membahas sampai urusan rumah tangga dan ranjang hingga sedetail-detailnya. Yang terjadi ialah arah berita sudah tidak pada substansi penyelesaian korupsi itu sendiri.

Pemimpin Redaksi Kanalone.com, Karaniya Dharmasaputra, menyebut media yang menempuh strategi penjualan berita-berita semacam itu sebagai jurnalisme penis. Menurutnya, soal ketentuan dalam mengemas berita yang layak dipublikasi, memang masih menjadi perdebatan. Namun, patokan sejauh ini diterima oleh umum ialah bahan berita itu mestinya bermanfaat bagi masyarakat.

Pada saat orasi di depan awak redaksi yang baru masuk awal Agustus 2008 lalu di lantai 31 gedung Standard Chartered, Karaniya mengatakan, kehadiran Kanalonecom ini bukan untuk mengamini gaya jurnalistik online yang telah lahir lebih dahulu di Indonesia. Melainkan untuk melawan gaya semacam itu. Ingin membuktikan bahwa perkembangan bisnis media online tidak harus dengan menerapkan jurnalisme penis.

Kredibilitas harus tetap dibangun. Hal ini tujuannya untuk mengembangkan media. Soal itu terkait dengan citra. Dengan demikian, masyarakat akan menerimanya sebagai media yang layak menjadi acuan, dipercaya, berguna dan memberikan pencerahan.

Lalu, apabila bicara soal daya tarik investor, tentunya mereka akan sangat berminat menanamkan modal atau memasang iklan di media online yang memiliki pencapaian reputasi yang baik. Bukan hanya itu saja, para pengambil kebijakan pasti akan membaca dan menjadikannya referensi untuk perubahan atau justru sebaliknya.

Apabila ingin serius untuk memajukan jurnalistik tanpa jurnalisme penis, tentu bayaran yang mesti dikeluarkan akan sangat mahal. Ketika semua pengelola media online tahu bahwa jurnalisme penis merupakan salah satu kunci pendongkrak atau cara meningkatkan pageviews media bersangkutan.

Kemudian, bila pemain baru media online tidak ikut-ikut menerapkannya, boleh jadi akan kehilangan kesempatan. Kue jumlah pembaca akan sedikit. Padahal jumlah pembaca yang dimiliki media berpengaruh terhadap keputusan untuk memasang iklan di sana. Tapi, cita-cita Karaniya memang luar biasa. Dia mengatakan tidak akan mengekor gaya
seperti itu.

Dulu salah satu pemimpin redaksi media online yang juga pemimpin redaksi koran di grup media besar pernah menyatakan kebanggaannya dengan gaya judul tulisan gaya "jurnalisme penis." Gaya tulisan semacam ini menurut dia mampu memancing calon pembaca untuk mengklik berita. Dengan demikian strategi memancing orang mengklik berita macam ini mesti dipertahankan.

Ada juga pendapat yang menyatakan demikian. Tanda bukti bahwa jualan berita atau pageviews laku keras ialah ketika judulnya diklik user. Makin sering diklik, itu pertanda positif. Persoalan kualitas berita itu nomor terakhir. Yang penting traffic naik. Traffic tinggi merupakan modal untuk menarik pengiklan ke media yang bersangkutan.

Apabila melihat survei yang diselenggarakan Alexa di portal tersebut, biasanya memang berita dengan judul-judul nyrempet-nyrempet ke "jurnalisme penis" selalu menduduki peringkat pageviews tertinggi. Artinya, sebagian besar pembaca menyukai gaya pemberitaan semacam itu. Tentu saja sebagian besar pengelola media online tidak menyia-nyiakan potensi user seperti itu.

Bukan hanya soal jurnalisme penis yang menentukan reputasi. Penulis masih ingat betul, sebagian besar wartawan yang ditemui di lapangan, selalu bertanya-tanya soal akurasi dan kejujuran pengemasan berita di media Okezone dan Detik, bahkan Kompas dan beberapa situs berita lainnya.

Sebaliknya, para wartawan tadi langsung mempercayai atau tidak bereaksi negatif setelah membaca karya-karya jurnalistik yang dipublikasi redaksi media semacam Tempointeraktif, Antara, TMC, Infotol dan lain-lainnya.

Setelah ngobrol sana-sini, ternyata faktor yang memicu pembaca tidak lekas percaya dengan situs berita tertentu ialah kecenderungan menulis berita dengan mencampur adukkan antara fakta dan opini, bahkan sering memaksakan informasi yang tidak jelas narasumber dan sepotong-potong. Tidak akurat dan banyak kesalahan.

Baiklah kalau begito. Mari melihat perjalanan situs Kanalone ke depan. Sejak awal media yang diawaki wartawan-wartawan pindahan dari Okezone, Inilah, Detik, Tempo, Suara Pembaruan, Investor Daily dan banyak lagi telah melakukan kampanye menjunjung tinggi kredibilitas jurnalistik. Dengan melawan logika jurnalisme penis, apakah media ini akan berkembang dan berhasil menjawab kemunduran ilmu jurnalistik? (baca juga: Sensasi Ngeblog)

19 comments:

Anonymous said...

romo sis sungguh berani dalam memaparkan keindahan dan idealisme jurnalis sebuah media online. saya sangat salut dengan uraian romo sis diatas,,, tapi saya juga tidak sependapat dengan ada sebagai orang jurnalis yang mengagungkan apa "berita yang tidak memiliki manfaat buat publik, tidak perlu dipublikasikan".. kadang jurnalis harus berani mencari sisi lain yang belum bisa digali, itu bukan untuk menampilkan gaya jurnalisme penis, melainkan untuk menacari pendidikan lain, sudut pandang lain yang mampu mebuka cakrawala baru..
sungguh itu, bukan "penis" yang hanya bisa membuat orang ingin melumatnya, mainkan ada ada dengan penis itu, kenapa ingin dilumat,,, itulah yang ingin ditampilkan. mungkin Pemimpin Redaksi Kanalone.com, Karaniya Dharmasaputra, yang anda paparkan, kayaknya juga perlu belajar jurnalisme internet. saya, yakin pendididkan belia juga setaraf profesor, tapi kita tidak bisa pungkiri,,,pendidikan jurnalis internet perlu di pelajari lebih masakk..agar kedepannya, tidak ada kasus "jurnalisme penis vs jurnalisme idealis" bukan begitu romo.

Anonymous said...

romo sis sungguh berani dalam memaparkan keindahan dan idealisme jurnalis sebuah media online. saya sangat salut dengan uraian romo sis diatas,,, tapi saya juga tidak sependapat dengan ada sebagai orang jurnalis yang mengagungkan apa "berita yang tidak memiliki manfaat buat publik, tidak perlu dipublikasikan".. kadang jurnalis harus berani mencari sisi lain yang belum bisa digali, itu bukan untuk menampilkan gaya jurnalisme penis, melainkan untuk mencari pendidikan lain, sudut pandang lain yang mampu membuka cakrawala baru..
sungguh itu, bukan "penis" yang hanya bisa membuat orang ingin melumatnya, melainkan ada apa dengan penis itu, kenapa ingin dilumat dan sangat menggemaskan (heee butuh hiburan,,, dah jenuh,,, dengan aktivitas yang menemukan),,, itulah yang ingin ditampilkan. mungkin Pemimpin Redaksi Kanalone.com, Karaniya Dharmasaputra, yang anda paparkan, kayaknya juga perlu belajar jurnalisme internet. saya, yakin pendididkan beliau juga setaraf profesor, tapi kita tidak bisa pungkiri,,,pendidikan jurnalis internet perlu di pelajari lebih masakk..agar kedepannya, tidak ada kasus "jurnalisme penis vs jurnalisme idealis" bukan begitu romo.

Anonymous said...

luar biasa....romo, cukup tajam dan menukik, he.hee

Siswanto said...

Makasih Mas dan Mbak

Anonymous said...

KENAPA BERTERIAK MENGHUJAT SETELAH BERADA DI LUAR PAGAR...MENGGELIKAN...

MOMENT YANG KURANG PAS MENGKRITISI....

OH... YA MEDIA "BARU" ANDA BERPELUANG UNTUK BERBUAT YANG LEBIH. KONFLIK IDEALISME DI SITU LEBIH TAJAM, DARI YANG TERLIHAT DI LUAR ARENA.

BERANI MEYAKINI HARI PERTAMA?

SILAHKAN.

Anonymous said...

Saya pikir anda salah pengertian dan terlambat. Jikalau anda membaca dari awal posting-posting saya, anda pasti baru mengerti tentang proses belajar.

Tapi, terima kasih ya. Sukses khusus untuk anda. hehhehe.

Anonymous said...

"Dulu pemimpin redaksi Okezone, yang juga pemimpin redaksi koran Sindo, Sururi Al Faruq pernah menyatakan kebanggaannya dengan gaya judul tulisan jurnalisme penis di Okezone. Gaya tulisan semacam ini menurut dia mampu memancing calon pembaca untuk mengklik berita. Dengan demikian strategi memancing orang mengklik berita macam ini mesti dipertahankan."

Beberapa saksi "utama" sedikit mempertanyakan kesaksian anda yang termuntah dalam tulisan di atas. Kapan dan di mana? Karena mulai tiga bulan sebelum bulan ini, dia tidak pernah lagi menginjak kaki di Bimantara teras 4. Di mana anda sudah terkandang tiga bulan terakhir. Di luar itu, anda masih terluntang di luar bukan? Dan bukankah anda tak pernah mengikuti rapat-rapat.

Seorang saksi di sini juga mengaku, subjek yang anda sebut itu tidak pernah berkata seperti yang anda tulis. Atau coba tanya pada saksi yang sekarang ada di sebelah anda.

Jadi sumber anda dari mana?

Saya tunggu jawaban anda.

Siswanto said...

Wualahhh.... hehe mestinya kalau mengajak diskusi itu mencantumkan nama yang jelas sehingga pihak lain bisa mengetahui sedang berbicara. bukannya etikanya seperti itu. Apa anda tidak tahu itu.. Tapi ndak mengapa, saya maklumi anda.

Saya pikir begini, anda ini salah satu orang yang mengalami kesulitan menyimak dengan baik pesan-pesan pimpinan rapat. Mungkin saat rapat dengan beliau waktu itu, anda ketiduran atau malah banyak main-mainnya sehingga tidak dapat mengambil ilmu dan manfaat untuk perkembangan diri dan kemajuan media. Rapatnya sudah cukup lama, jauh sebelum saya diangkat jadi asred atau dikandangkan.

Begini, untuk ke depan, saya sarankan kepada anda untuk membiasakan diri membuat catatan-catatan ke4cil kalau sedang mengikuti rapat yaaa. sehingga pesan dan hasil rapat tidak menguap di kepala dan hilang. Dan ingat!!! kita ini bekerja untuk kemajuan media, di samping untuk sumber daya manusia diri sendiri. Dan media menuntut karyawannya untuk terus mengembangkan diri, bukan mandeg.

Saya juga ingin cerita sedkit dan ini baik untuk perkembangan anda khususnya. Suatu hari, setelah saya diangkat jadi asred ada kesempatan mendengarkan orasi pak HT tentang prospek media online di Indonesia. Beliau memberi pesan-pesan penting untuk karyawan. Dia juga menantang untuk lebih berkreasi demi kemajuan.

Dan pesan - pesan itu saya catat semua karena bagi saya itu penting. Entah kalau buat anda. Coba anda buka postingan saya yang memaparkan soal visi pak HT. Tapi, saya yakin, anda tidak memahaminya. Soalnya anda hanya paham hal-hal yang kira-kira anda anggap mengkritik mental anda, lalu barulah anda bereaksi. Tapi, kalau soal visi semacam itu, anda pasti tidak bisa mendiskusikannya.

Kembali ke persoalan anda tadi. kalau anda termasuk jurnalis golongan optimis, harusnya tidak menganggap ceritera saya di atas sebagai hujatan atau teriakan, melainkan sebuah refleksi dan didasari semangat latihan disiplin sebagai wartawan. Tapi, yaaah, untuk anda, saya maklumi, pasti anda adalah salah satu golongan pesimis.

Walah, kok saya jadi ngobrol sama orang yang tidak jelas identitasnya. Tapi, saya yakin, anda adalah salah satu teman saya. Dari dua komentar anda yang beda-beda dan tidak substansi, saya yakin anda adalah seorang teman saya yang tidaK terlalu disukai oleh teman-teman di lapangan.

Anonymous said...

haahhaaaa. tulisan romo sis kok dibuat repot, kita tertawakan saja!!! betul bigitu romo? soalnya, setiap meadia mempunyai karakteristik tersendiri dalam menangkap isu dan mengembangkan isu, termasuk karakter penaulisan. Romo sis mengukapkan idealisme media onlien kan berdasarkan perspektif idealisme romo, jadi untuk apa dipermasalahkan. intinya, bagaimana kedepan kita bisa menyumbangkan sisi humanisme yang dapat diterima masyarakat baik poitif dan negatif. tapi, saya juga sangat menyayakan idealisme yang aberdasarkan sakit hati atau bernuasa suatu kepentingan tertentu. saya sangat mengahargai idealismen yang tanpa tendensi atau tendensius..

Syaldi said...

Salam kenal,

Saya berharap saat anda bergabung dengan kanalone bisa membuktikan komitmen anda pada etika jurnalistik. Bisa dimulai dengan kanalone mengangkat masalah peran bakrie dalam kasus lumpur lapindo

Anonymous said...

Indra detik..mantab Sis tapi saya heran ko ada yang ribut dengan tulisan seperti ini..ini kan biasa..anggap kritik aja..lanjut sukses buat kanalone-nya

Siswanto said...

makasih ndra. mari bercerita tentang dunia kita.... hehhehe

Anonymous said...

"media mempunyai karakteristik tersendiri dalam menangkap isu dan mengembangkan isu" Betul
Tetapi jangan lupa bahwa terdapat idealisme atau kepentingan juga dalam pengembangan isu. bukan sekedar kepentingan "yang punya uang", tetapi juga kepentingan bisnis, seperti mengejar page views secara membabi buta yang tanpa di sadari ternyata juga "mencederai" etika MEDIA YANG MENDIDIK atau media yang seharusnya mendidik masyarakat. media yang seperti ini (red: mengejar page views) memang biasanya adalah media yang cukup kapitalis, mungkin begitu jika di katakan dengan cukup naif.

Anonymous said...

"Melainkan untuk melawan gaya semacam itu. Ingin membuktikan bahwa perkembangan bisnis media online tidak harus dengan menerapkan jurnalisme penis"
saya setuju dengan pendapat anda, jurnalisme tidak harusnya begitu, masalah diterima ga diterima, contohnya sudah banyak di Indonesia, coba belajar lagi sejarah dunia portal di indonesia. Ada satu karakter jurnalisme yang menurut saya harus dihindari, yaitu jurnalisme 'bunglon' a.k.a `tengkurap`. :D. good luck kanalone

Anonymous said...

Romo Sis...

Ditunggu edisi Jilid II-nya yaa...


by: kurirklenik

Ruhut Ambarita said...

Apakah hal-hal seperti "itu" dapat disandingkan dengan dan atau dikatakan "jurnalisme"? Jadi teringat dengan ucapan si wartawan tua-senior, Rosihan Anwar, tentang "jurnalisme kepiting".

Anonymous said...

halo salam kenal...klw boleh ikutan posting komentar di blog ini. soalnye aku sempet denger dr temans di lapangan ada blog yg bikin geger jurnalis ol. bikin panas kping plus hati. katanya yg pling panas okezone tuh. aku juga jurnalis, tpi baru anak keamrin sore.
oh iya, slama ini aku jga mantaw brita online. ya kompas, detik, okezone juga.
klo bolhe objective di okezone aku kok ngak nemuin brita yg disebut blog ini jurnalisme penis ya? (kok make bahsanya kotor amat sih. emang gak ada bahasa laen yg lebih pantes ya?). ya maksudnya scra general gitu. karna yg diandalkan di news-nya, kayaknya sie ngak ada.

maap ya, bukan mau bela okezone ni. tapi klo yg dimaksud vulgar itu di kanal seksualitas. ya emang sih banyak. hihihihi
tapi kan kanal seks, ya itu seharusnya kan. masak isinya politik?
tpi biar lebih objective,aku cari juga ke om google. keyword ... okezone. pokoknya kata yg ada kaitannya sama seks deh. tapi yg aku temuin di kanal seksualitas terus. gimana dong...
klo bleh menilai. britanya okezne skrang malah lrus-lurus aja tuh. kayaknya gak prnah bkin berita remeh-remeh kyaj detikcom. hihii..

kayaknya kebanyakan ni. itu aja de. thanks ya

Larry said...

Salam Kenal Mas Sis,
Saya setuju jurnalisme penis hanya sekedar cara licik media nambah2 trafik. Mudah-mudahan vivanews bisa lebih baik, ga pake cara2 licik itu, menonjolkan fakta ketimbang opini. Media emang baiknya berisi fakta, nah kalo opini kan bisa di blog seperti ini hehe...

Khusus untuk vivanews, saya tunggu edisi perdananya deh, beneran fakta ga tuh nanti. Misalnya kupas tuntas kasus Lapindo hehehe...

Me and My Little Family said...

mantab sis..