Tuesday, August 12, 2008

Media Online Rentan Kesalahan

Menyusun laporan untuk media online yang mempunyai konsep terlalu terburu-buru mempublikasikan berita sebenarnya rentan dengan tingkat kesalahan. Mulai dari salah mengeja, tanda baca, bahkan salah menulis nama narasumber. Bukan hanya itu saja, kesalahan dalam menyampaikan laporan juga sering sekali terjadi.

Mengapa rentan dengan kesalahan? Umumnya wartawan media online di Indonesia menyampaikan bahan laporan ke redaksi masing-masing dengan melalui saluran telepon. Dari tempat kejadian peliputan, mereka melaporkan bahan pemberitaan itu masih dalam bentuk data mentah atau benar-benar kutipan langsung dari narasumber.

Laporan mentah itu diterima oleh asisten redaktur yang bertugas menyusun bahan-bahan itu menjadi berita. Selama proses ini berlangsung, resiko kesalahan itu terjadi. Kadang-kadang, jaringan telepon yang suka ngambek membikin suara reporter terdengar lemah sehingga salah dengar. Bisa juga karena penerima telepon merasa sudah mengetahui secara persis maksud dari data itu sehingga tidak mendiskusikannya terlebih dulu dengan reporter.

Karena ingin mengejar kecepatan dalam memposting laporan, maka orang redaksi hanya memiliki waktu yang sangat terbatas untuk cross check data. Ketika berita sudah disajikan di website, saat itulah kesalahan-kesalahan itu disadari. Untungnya, sistem media online memungkinkan untuk secepat mungkin menarik kembali berita itu dan meralatnya.

Ada teman yang pernah bercerita begini, suatu hari, ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mencak-mencak karena pernyataannya berbeda jauh dengan yang ditampilkan di situs berita. Entah kebetulan atau bagaimana, saat ia ingin menunjukkan kesalahan penulisan kepada wartawan melalui komunikatornya, ternyata beritanya sudah mengalami pembetulan dari redaksinya. Wartawan tertawa-tawa karena anggota dewan itu tidak bisa menunjukkan plintiran berita itu seperti yang ia katakan sebelumnya.

Usut punya usut, itulah kecanggihan media online. Pengelolanya dapat segera meralat apabila terjadi kesalahan. Memang canggih. Tapi, dikemudian hari, narasumber ini mulai antipati dengan wartawan-wartawan dari media itu.

Ada juga narasumber yang baru menemukan kesalahan setelah sekian lamanya. Setelah itu, ia menuntut. Yang berat lagi ialah sumber berita yang baru menemukan plintiran ketika membaca berita hasil wawancara yang terakhir. Karena penasaran, ia mengumpulkan semua berita hasil wawancara dengan dirinya, ternyata hampir semuanya salah dan ia marah kepada media itu.

Tuntutan kecepatan terkadang juga menjebak wartawan. Biasanya adalah berita-berita peristiwa. Misalnya saja informasi mengenai kebakaran di sebuah pertokoan. Redaksi memaksa diri untuk menurunkan laporan itu, meskipun sesungguhnya data yang dimiliki sangat minim dan tidak akurat. Hal ini diputuskan karena konsep mengejar kecepatan itu. Dan sebenarnya, ini sangat beresiko.

Itulah salah satu resiko sekaligus salah satu tantangan yang mesti dihadapi para pengelola media onliner. Ada wartawan yang mengatakan begini, media online memang memang memiliki ciri khas memberitakan lebih cepat dibandingkan media tradisional. Tapi, hal itu bukan alasan membenarkan apabila terjadi kesalahan berita. Sebab, apabila sering salah, kredibilitas menjadi taruhannya.

Media tradisional seperti koran, memiliki waktu lebih panjang untuk melakukan riset data, konfirmasi dengan narasumber, Sebab, penyajian berita media jenis ini baru keesokan harinya. Sementara media online umumnya harus saat itu juga.

Ada cara yang sering dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan. Misalnya begini, setelah data mentah itu disusun oleh penulis, akan mengalami tahap koreksi. Verifikasi berita dilakukan untuk kedua kalinya oleh editor atau redaktur.

Cara yang biasanya ditempuh oleh korektor ialah dengan mengoptimalkan situs google, buku atau ingatan. Misalnya ia masih meragukan penulisan nama, jabatan, alamat dan lain-lain, biasanya mereka akan mengecek lagi lewat sarana itu. Setelah itu, diharapkan sudah tidak terdapat kesalahan lagi dalam berita yang diolah berdasarkan laporan mentah itu.

Walaupun proses redaksi sudah melewati tahapan itu, kadang-kadang berita yang diterbitkan masih ditemukan kesalahan. Kesalahannya justru terletak pada substansi pernyataan narasumber. Seperti narasumber anggota dewan tadi, merasa tidak ngomong A, tapi dalam tulisan wartawan munculnya F.

Ada satu ilmu menulis untuk media online yang diperoleh dari redakturku, Wenseslaus M. Kadang-kadang kasus yang hendak ditulis itu sangat mbulet atau rumit. Cara sederhana agar penulis tidak ikut-ikutan dibikin pusing dan mabuk ialah dengan memetakan pikiran dan perkaranya secara sederhana dulu. Supaya tidak panjang lebar, tulis perkembangan terbarunya, lalu review, setelah itu kembali lagi ke kasus utama.

1 comment:

Anonymous said...

Very fine......