Sunday, August 24, 2008

Selalu Ada Peluang

Di Megaria (Metropole), Jakarta Pusat, 2007
DI tempat jajanan makanan. Lokasinya di area Plaza Menteng. Malam minggu, kawasan ini dipenuhi remaja. Ada yang sekedar nongkrong, ada yang makan. Suasananya lebih familiar. Kios-kios berjejer sepanjang tepi jalan. Untuk makan, penjaja makanan menyediakan bangku-bangku yang disusun berjajar di trotoar, tepatnya samping gedung Lippo Bank.

Aku dan Yosephine Restu Retnaning, di antaranya yang menikmati malam di sana. Yosephine seorang guru bahasa dan sastra untuk SMP dan SMA di Jakarta Pusat. Aku pesan sate padang. Yosephine pesan nasi goreng gila. Aku tidak tahu alasannya nasi itu dinamakan gila. Pikirku, penjualnya saja yang gila. Kami minum fresh tea dingin. Sambil menunggu pesanan, iseng-iseng merokok. Harga rokok di tempat ini lebih mahal Rp2.000 dibanding warung rokok di dekat kosku, Kemayoran.

+++

Saat itu, kami ngobrol banyak hal. Mulai dari film step up the road yang baru ditonton di bioskop 21 Megaria sampai soal pekerjaan. Materi film itu sangat OK, tentang kehidupan anak-anak remaja yang memiliki dunianya sendiri. Yosephine senang sekali dengan film ini. Mempunyai kebebasan. Bagiku, ceritanya baik buat memotivasi diri sendiri.

Tapi, yang paling menarik, ya, ngobrol soal pekerjaan. Yosephine bercerita tentang keinginannya untuk memanfaatkan waktu, di luar jam mengajar. Misalnya, membantu teman sesama guru yang sedang melakukan riset untuk membuat buku. Di samping wawasan yang didapat, kegiatan itu bisa juga menghasilkan uang.

Aku cerita bahwa aktivitas riset merupakan pekerjaan yang positif. Soalnya, sekarang ini banyak sekali lembaga penelitian atau survey di Indonesia. Pengusaha-pengusaha asing yang ingin berinvestasi di Indonesia ingin mengetahui peta wilayah. Misalnya, potensi daerah, kondisi politik daerah maupun nasional dan lainnya. Nah, mereka ini pasti memanfaatkan lembaga-lembaga itu untuk mencari jawaban.


Bukan hanya pengusaha asing saja yang membutuhkan tenaga lembaga penelitian, melainkan partai politik dan calon pemimpin juga butuh peta semacam itu. Misalnya mereka ingin mengetahui daerah A, mereka pasti memerlukan bantuan.

Tapi, ada yang mesti diperhatikan kalau ingin menggeluti bidang riset dan survei. Menurutku, umumnya mereka hanya mendapatkan uang bila ada order. Apabila tidak ada proyek, ya, mungkin tidak mempunyai masukan.

Yosephine mengatakan pekerjaan semacam itu, sebaiknya bukan menjadi pekerjaan utama. Melainkan, sampingan saja. Aku setuju.

Orang yang memiliki keterampilan atau keahlian dibidang tertentu juga mempunyai peluang mendapatkan proyek sampingan. Misalnya, pandai berbahasa Inggris, Mandarin, Jepang. Mereka bisa mendatangkan uang di luar gaji pokok dengan memanfaatkan kelebihan itu. Mengajar secara pribadi, contohnya.

Yosephine mempunyai teman-teman yang memberikan les bahasa Inggris di luar jam mengajar di sekolah. Honornya lumayan. Bahkan, gaji pokok sebagai guru tidak diapa-apakan karena biaya hidup sudah tercukupi dengan member les. Ada juga, teman yang bisa pergi ke luar negeri dari uang hasil mengumpulkan honor.

Yosephine mengajar bahasa Indonesia dan Sastra. Dia merasa, bidangnya ini kurang laku. Tidak banyak orang yang ingin les bahasa Indonesia, disbanding bahasa Inggris. Tapi, kubilang, tidak 100 persen pendapat itu benar. Aku mempunyai teman, namanya Sigit. Ia dulu temanku saat sama-sama menjadi volunteer di lembaga sosial Mitra Inigo yang dipimpin Romo Hendra Sutedja Sj, pengajar Filsafat China di STF Driyarkara.

Tiap kali pulang kerja, Sigit mengajar bahasa Indonesia secara pribadi. Yang membutuhkan pengajaran, biasanya orang asing yang ingin menetap di Indonesia. Temanku ini selalu mempunyai proyek. Waktu itu, aku heran, bagaimana ia selalu bisa mendapat murid baru.

Ini menarik. Ternyata, les bahasa, apapun bahasanya, memiliki dunia sendiri-sendiri. Pasti selalu ada orang yang membutuhkan pengajar. Seperti juga temannya Yosephine tadi, yang memberikan les bahasa Inggris atau si Sigit. Ini mengingatkanku pada film Step Up The Street tadi. Menari dance jalanan, ternyata ada dunianya sendiri. Dunia menari, bukan hanya balet, salsa dan dansa yang ada di sekolah-sekolah formal.

Ngomong-ngomong soal bekerja media massa. Aku memperhatikan komposisi pekerjaan di redaksi media online, vivanews.com. Ada teman yang membidangi riset, dunia anak, penerjemah bahasa. Orang-orang yang bekerja di bidang itu, tidak semuanya berlatar belakang wartawan. Ada yang dosen atau yang menyukai bahasa dan keahlian lainnya.

Yosephine gelisah. Ia seorang guru. Tapi sebenarnya tidak menikmati pekerjaan ini. Ia ingin bekerja di media massa sesuai dengan studi yang dipelajari selama bertahun-tahun di bangku kuliah. Usianya sudah 30 tahun. Ia merasa telat. Mustahil ada redaksi yang bersedia menerimanya.

Belajar dari pengalaman teman-temanku dan teman-temannya tadi, sebenarnya tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Latar belakang sebagai guru, sudah jelas akan menjadi nilai lebih kalau nanti melamar di media massa. Ia bisa masuk ke bidang anak, pendidikan, riset dan penerjemah bahasa. Apalagi, Yosephine ini jago berbahasa Inggris.

Pengalaman mengajar di sekolah merupakan kelebihan yang tidak banyak dipunyai para wartawan. Bukan hanya soal bahasa dan sastra, melainkan akses ke lembaga-lembaga sekolah, pasti akan menjadi bahan perhitungan pengelola media untuk menerimanya sebagai anggota tim redaksi. Kupikir, sekarang ini ia tinggal menunggu giliran saja. Giliran bekerja di media.

+++

Pesanan sudah datang. Asap mengepul dari daging sate yang tipis. Gurih. Aku perhatikan nasi gila pesanan Yosephine. Oh, nasinya tidak digoreng. Yang digoreng hanya bumbu-bumbunya. Lahap sekali ia makan. 


Tempat makanan ini memang khas. Semua gerobak berwarna sama. Penjualnya banyak yang cerewet. Kalau pengunjung sudah selesai makan, mereka hanya mau mengucapkan terima kasih kepada cewek-cewek sambil bermanis-manis.

1 comment:

Siswanto said...

Rasanya selalu sedih kalau ketemu lagi tulisan ini di google. aku selalu berdoa untuk kesehatanmu, suamimu, anak-anakmu, dan keluarga kita di Salaman, Jos... oh ya, aku dulu belum sempat ngucapin terima kasih sama kamu. Jos, terima kasih sudah menunjukkan dan mengingatkan banyak hal kepadaku ya :)