Thursday, June 26, 2008

Keputusan

Saya kira bagaimanapun kita harus belajar tentang siapa diri kita sebenarnya dan kemudian berusaha hidup dengan keputusan itu.

Eleanor Roosevelt

Wartawan Online Bekerja

Persepsi masyarakat awam terhadap profesi wartawan, pastilah orang yang memiliki tugas melakukan liputan dan melaporkan hasilnya. Itu tidak salah. Memang, tugas pokok wartawan ialah mengumpulkan data, menulis, dan menyampaikannya kepada publik. Di dalamnya, ada kode etik jurnalistik, ada kaidah-kaidah yang telah disepakati dan lain-lainnya.

Ketika masuk ke masalah cara mengemas berita, masing-masing media akan berbeda-beda. Media cetak, laporannya dipublikasi melalui kertas, radio melewati suara, televisi dengan suara dan visualisasi. Di Amerika Serikat jauh sebelum Indonesia mengenal internet, sudah mengembangkan new media, diantaranya media massa online.

Sekarang, di Asia Tengara juga sudah mulai familiar dengan jenis media berbasis jaringan internet. Perkembangannya juga sudah mulai masuk ke Indonesia. Sebut saja Detik.com, KCM (sekarang Kompas.com), Okezone.com, Kanalone.com. Pelan-pelan media jenis ini mengambil alih peran media tradisional, seperti cetak, radio dan lainnya.

Pada topik cara pemberitaan ini, penulis mengerucutkan permasalahan seputar media online. Ada kekhususan media portal yang tidak dimiliki oleh media tradisional. Misalnya ruang publikasi. Halaman media online tidak terbatas seperti ruang media cetak, apalagi televisi atau radio. Karena space pemberitaannya sangat luas, maka pengelola media ini dapat menciptakan rubrik apapun, tulisan ulasan sedalam dan sepanjang apapun yang dikehendaki.

Menjadi wartawan yang bekerja di media online ini juga sangat menarik. Definisi jurnalis di manapun sama. Tetapi, soal cara bekerja mereka berbeda dengan yang bekerja di media tradisional. Media cetak memiliki rentang waktu deadline sangat lama. Misalnya, liputan pagi, bisa mengirimkan berita pada sore hari atau malamnya.

Sementara wartawan yang bekerja di media online, dia harus membuat laporan secepat dia bisa atau secepat kemauan redaksi. Sifat media jenis ini ialah mengejar kecepatan berita sehingga harapannya pembaca segera dapat menerima publikasi. Konsepnya, komunikasi dengan pembaca dapat berlangsung sangat cepat. Dalam hitungan menit, masyarakat sudah dapat mengetahui kejadian yang berlangsung di Istana Negara, misalnya.

Presiden menegur salah satu pimpinan BUMN yang tidak hadir dalam rapat di istana, media online sudah mampu menghadirkan laporan soal itu kepada pembaca tidak lama setelah pernyataan muncul. Cepat sekali. Ini salah satu kelebihan media portal. Konsepnya memang kecepatan dan banyak.

Karena sifatnya demikian, wartawan online selalu dituntut untuk ekstra cepat dalam membuat sudut pandang dari bahan berita yang baru saja dikumpulkan. Lebih cepat dari wartawan cetak. Sekali lagi, dengan begitu, redaksi dapat segera mempublikasikan di hadapan pembaca.

Media online yang menganggap bahwa kecepatan memuat laporan sebagai kekuatan satu-stunya, memiliki strategi untuk mempersingkat waktu. Wartawan di lapangan tidak diutamakan dapat menyusun laporannya. Melainkan, mereka hanya diminta melaporkan data-data mentah ke redaksi. Data mentah ialah kutipan-kutipan pernyataan narasumber.

Sebab, di redaksi biasanya sudah ada tim penulis yang akan menyusun laporan itu. Dengan demikian, wkatu penerbitan laporan bisa dipangkas sedemikian rupa sehingga hanya membutuhkan sedikit waktu untuk itu.

Bahkan, ada satu kasus menarik. Mereka melaporkan sebuah berita sekaligus melakukan wawancara dengan narasumber. Wartawan media online, biasanya langsung menyampaikan kutipan-kutipan itu ke redaksi melalui telepon.

Ada lagi yang menarik. Ada seorang wartawan yang bertugas meliput pengumuman partai politik yang lolos seleksi administrasi di kantor KPU. Dia melaporkan berita cukup dengan cara menempelkan telepon genggam ke depan sebuah loudspeaker saat berlangsung konferensi pers.

Tujuannya, agar semua pernyataan pembicara dapat didengarkab penulis di kantor tempat bekerja. Sekaligus penulis itu mencatat seluruh pernyataan dan menulisnya.

Teknik-teknik melaporkan berita semacam itu menarik menjadi bahan kajian para mahasiswa jurnalistik dan pemerhati kualitas berita. Media online-lah yang membuat gaya seperti itu menjadi tidak tabu lagi di dunia pers.

Wednesday, June 25, 2008

Pembekalan Wartawan Online

Menugaskan wartawan tanpa membekali dasar jurnalistik yang memadai akan membuat hakekat jurnalistik itu sendiri hilang. Lalu, hal ini akan berkaitan dengan kredibilitas yang dimiliki media itu. Di sinilah, kemudian, pentingnya sebuah redaksi media selalu membuat pelatihan-pelatihan tentang dasar jurnalisme. Tujuannya, untuk menumbuhkan kembangkan semangat militansi dalam melakukan liputan.

Salah satu contoh media massa cetak yang menerapkan pembekalan dasar dan secara rutin memberikan penyegaran-penyegaran terhadap jurnalis-jurnalisnya ialah group Tempo. Wartawan yang bekerja untuk media ini, harus diakui, lebih memiliki kepercayaan diri. Sebab, mereka mempunyai acuan jurnalistik. Dengan demikian, hasil kerjanya juga bisa lebih baik.

Ada beberapa contoh media di Indonesia yang nampaknya tidak terlalu peduli dengan hal itu. Bahkan, cuek dengan kemajuan yang diperoleh reporternya. Pengelola media yang bersangkutan biasanya hanya menanamkan bahwa profesi wartawan itu tugasnya hanya satu, yaitu membuat laporan bahan-bahan berita sebanyak-banyaknya.

Sudah seperti kurir. Ke lapangan dibekali tape recorder. Setelah mendapat rekaman narasumber hasil wawancara keroyokan, dia mentranskrip seluruh isinya. Lalu, melaporkan mentah-mentah pernyataan pejabat yang bersangkutan. Semakin banyak yang dilaporkan, keuntungan media ini akan melimpah karena konsepnya selalu ada berita terbaru. Yang paling ngeri, kemudian redaksi mengesampingkan kualitas berita itu.

Dan produknya ialah pemberitaan dengan gaya main-main. Laporan tidak berkualitas. Cenderung asal-asalan. Asal ada berita yang bisa dipublikasi. Yang paling berbahaya, kemudian wartawan di media yang bersangkutan terpaksa memilih untuk tetap bertahan di redaksi model itu karena memang tidak memiliki pekerjaan lain.

Ada satu pengalaman berharga yang pernah dialami saat bekerja di situs media dari group PT MediaCom. Memang, sekarang ini redaksi ini terus saling bahu membahu memperbaiki kualitasnya. Tapi, pernah dialami oleh sebagian reporter yang diterima masuk menjadi tim, hanya sedikit mendapatkan pembekalan tentang jurnalisme. Mereka tidak memperoleh pedoman yang memadai mengenai bahasa jurnalistik, konsep berpikir dalam menerapkan standar jurnalistik di media online.

Dengan demikian, saat bekerja di lapangan, mereka seperti perahu kehilangan arah. Melapor, melapor, melapor. Mereka tidak kurang memiliki tanggung jawab untuk mampu memiliki kemampuan menulis dengan baik. Kurang mempunyai greget. Jadi, pedoman tetap penting. Pengertian pedoman di sini ialah sebuah rasa percaya diri yang muncul karena kualitas jurnalistik dan kreatifitas yang dimiliki tim pengelola.

Ini semua muaranya pasti kredibilitas media yang bersangkutan. New media yang berkembang sekarang di Indonesia ada kecenderungan untuk mendoktrin reporter-reporter baru dengan mengatakan bahwa profesi ini hanya bertujuan untuk meningkatkan rank pageviews. Karena, ini berkaitan dengan iklan yang masuk. Karena itu, laporannya harus banyak, sebanyak-banyaknya.

Kuantitas berita penting, tapi tanggung jawab redaksi terhadap perkembangan SDM awaknya juga perioritas. Persoalan ini menjadi rumit apabila konsep berpikir tim media online hanya soal kecepatan mempublikasikan laporan. Bersaing dengan kompetitor soal kecepatan, bukan soal kualitas berita. Tidak peduli apakah sesungguhnya berita yang diterbitkan itu layak atau tidak.

Rumit memang, kalau pengelola media belum betul-betul memihak kepada akurasi dan standar jurnalistik. Tapi, bukan berarti kasus semacam itu tidak dapat diperbaiki. Tetap bisa.

Tuesday, June 24, 2008

Perencanaan, Problem Media Online

Dalam rapat-rapat redaksi media online, problem yang sering muncul ke permukaan ialah masalah perencanaan isu atau perencanaan liputan yang akan digarap. Padahal, soal ini merupakan syarat utama sebuah media dapat menyajikan hasil jurnalistik yang baik dan menarik. Terutama supaya informasi yang pernah diberitakan tidak terputus di tengah jalan.

Perencanaan isu dan liputan ini penting karena untuk menghindari media yang bersangkutan kehilangn arah pemberitaan. Apabila menemukan running berita di media tertentu sering terpotong-potog atau mencar-mencar, hal itu akibat pengelola media tidak menerapkan perencanaan sebelum menugaskan reporter ke lapangan.

Apabila pembaca media itu memahami betul tentang kasus-kasus semacam itu, dia akan berpikir bahwa orang-orang yang terlibat dalam redaksi yang bersangkutan hanya sekedar mengikuti peristiwa yang ada di permukaan saja. Atau mengekor dengan media-media mapan lain. Sebab, redaksi itu pasti tidak dapat membuat perencanaan atau mengelola isu dengan matang.

Penulis pernah menemukan kasus semacam itu di redaksi Okezone.com. Tapi, kemudian memang terus melakukan perbaikan-perbaikan secara sangat serius. Jadi, saat itu, ketika rapat redaksi berlangsung setiap akhir pekan, awak media hanya melakukan evaluasi-evaluasi kerja jurnalistik secara ringan. Misalnya, hanya membahas soal keluh kesah.

Di luar itu, membahas dengan sungguh-sungguh mengenai bahan pemberitaan yang akan dikembangkan selanjutnya, belumlah dilakukan dengan baik. Kalaupun pemimpin rapat meminta reporter untuk menyampaikan pendapat, itupun dilakukan secara tidak tegas sehingga tidak terjadi proses timbal balik sama sekali.

Harus diakui pula bahwa persoalan kemandegan komunikasi ide antara redaktur dengan reporter, terjadi bukan hanya karena tim inti redaksi kurang matang dalam manajemen, melainkan juga pihak repoter yang merupakan ujung tombak tidak media tidak memiliki semangat sebagai jurnalis. Mungkin saja mereka terlalu meremehkan fungsi perencanaan atau lebih senang bekerja sekenanya saja.

Pengelolaan isu dengan baik dan pembuatan perencanaan secara matang merupakan salah strategi memajukan media. Hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Di tengah perkembangan new media di Indonesia dewasa ini, orang-orang redaksi harus ulet dan disiplin dalam mengelola garapan pemberitaan.

Salah satu contoh media online di Indonesia yang sudah memiliki disiplin membuat perencanaan ialah Detikcom. Redaksi Detik yang barangkali memelopori media pemberitaan dengan teknik running di Indonesia ini sudah cukup cerdas untuk melakukan itu. Biasanya, mereka akan mengikuti secara konsisten kasus tertentu yang hangat atau pernah hangat. Mereka mengembangkannya secara terus menerus.

Kemampuan seperti itu sudah pasti membuat media kompetitor menjadi agak tegang. Betapapun media yang bersangkutan menilai isu yang dikembangkan Detik tidak terlalu menarik, tapi tetap mengakuinya sebagai kekalahan dalam hal memanajemen sebuah berita atau isu tertentu yang terjadi di tengah masyarakat.

Sebagian redaktur di Koran Tempo sangat menghargai usulan dari reporter. Saat penulis masih bekerja untuk redaksi Tempo, hampir tiap malam ditelpun untuk memberikan perencanaan besok. Atau tiap pagi SMS ke redaktur untuk mengusulkan tema liputan hari itu. Ini jelas membuat reporter sadar dan selalu dalam keadaan berpikir mencari ide.

Dalam rapat-rapat redaksi, pastilah kasus kurangnya koordinasi semacam ini menjadi
pembahasan. Tidak ada media yang tidak memikirkan hal itu. Hanya saja, kendalanya ialah disiplin tim inti untuk bersedia mencatat tema-tema tertentu yang dinilai akan menarik.

Kemudian, secara konsisten mengajak awak redaksi untuk mengemukakan pemikiran dan idenya saat berlangsung rapat.

Rapat redaksi bukan hanya tempat untuk mengeluh soal capeknya bekerja dan masalah negosiasi gaji. Melainkan juga untuk adu ide, latihan mengusulkan perencanaan yang bernilai positif untuk pengembangan media yang bersangkutan. Itulah yang disebut bekerja sebagai jurnalis.

Tim inti redaksi harus memberikan cerminan semangat untuk memajukan media, bagi reporter.

Letak Kebesaran

Lupakan soal suka dan tidak suka. Keduanya bukanlah konsekuensi. Kerjakan apa yang harus dikerjakan. Mungkin itu bukan sesuatu yang membahagiakan, namun di situlah terletak kebesaran.

George Bernard Shaw (1856-1950), sastrawan Irlandia penerima Nobel Sastra 1925

Monday, June 23, 2008

Ide

Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya daripada ide satu-satunya yang Anda miliki.

Emile Chartier (1868-1951), filsuf Prancis

Saturday, June 21, 2008

Perkembangan Gaya Media Online

Pengelola new media, Kompas.com, yang semula menerapkan prinsip jurnalisme, sekarang, nampaknya mulai membuat inovasi. Mereka bergeser ke pengemasan berita gaya Detik.com. Situs Okezone.com juga demikian, sejak awal media ini memang mengikuti gaya Detik karena memang konsepnya ingin menyaingi Detik.

Harus diakui pula bahwa situs berita Detik.com merupakan satu pelopor media online di Indonesia. Kecuali kantor berita negara seperti Reuters, AFP, AP, Antara. Di luar itu, media umum belum terpikirkan sekitar 10 tahunan lalu.

Detik juga yang termasuk membuat orang begitu mengenal bahasa pemberitaan yang kadang-kadang seperti sedang main-main. Bergeser dari penggunaan bahasa Indonesia jurnalistik yang umumnya diterapkan para pengelola media cetak, katanlah seperti Tempo, Kompas,Gatra dan lainnya. Gaya Detik sering nakal dan kadang-kadang mencampur adukkan fakta dan pendapat. Bahkan bagi kalangan pengkritik media, bahan berita yang dilaporkan sering tidak layak.

Tapi, apabila ditilik dari sudut pandang pengelolaan bisnis, faktanya kekuatan utama Detik dalam memikat user ialah bahasa. Dengan gayanya bahasanya yang terkesan main-main, banyak orang masuk dan tingkat pageviewnya meningkat. Otomatis tingkat iklan juga bertambah. Perkembangan penggunaan bahasa jurnalistik yang diterapkan Detik memang menarik untuk dikaji.

Kesuksesan yang diraih Detik rupanya banyak memberikan inspirasi bagi para pengelola media cetak dan televisi. Gramedia sudah menyatakan untuk serius mengelola Kompas.com. Lounching Kompas Reborn dilakukan secara besar-besaran. Okezone.com juga muncul lebih dulu sebelum Kompas Reborn. Lalu, Kanalone.com dan banyak media online lainnya yang bermunculan.

Sejak awal pendirian, sepertinya tim Kanalone.com sudah menegaskan konsepnya bahwa situs ialah tetap menerapkan standar jurnalistik. Akan tetap mempertahankan penggunaan etika jurnalistik dan standar bahasa Indonesia jurnalistik yang diterapkan pengelola media internasional. Prinsip ini merupakan rahasia untuk menunjukkan bahwa reputasi media yang bersangkutan akan positgi di mata masyarakat.

Sejauh ini, belum ada media online yang memadukan gaya running dengan teknik pendalaman berita atau investigasi. Kalau soal adanya fasilitas berita model visual seperti video tv, foto berita, jurnalisme citizen dan lain-lainnya, semua media online dewasa ini sudah ada. Yang akan membedakan ialah Kanalone memiliki kanal indepth.

Pandangan sebagian pengelola media online bahwa sifat pemberitaan yang disajikan kepada pembaca harus cepat. Mengejar kecepatan. Mengejar angkat statistik pembaca dengan mengedepankan judul-judul yang sangar. Dengan demikian, dagangan media itu akan laku keras.

Selama bertahun-tahun, pandangan itu mendominasi media online di Indonesia. Pengelola rupanya masih menempatkan pembaca sebagai pihak yang hanya sekedar butuh berita-berita keras. Berita yang tidak memerlukan ulasan. Sepotong-sepotong dan dapat dikatakan sekedar mengisi waktu. Dan memang, sekali lagi dapat dikatakan, konsep itu berhasil. Setidaknya belakangan ini.

Ini yang sekarang menjadi perdebatan kalangan pemerhati media online atau pemerhati situs berita di Indonesia. Ini menjadi menarik, ketika persaingan jualan informasi melalui media dengan basis jaringan internet ini makin kompetitif. Dari sana kemudian muncul ide-ide baru atau kreatifitas untuk bagaimana membuat style jurnalisme online yang tetap mengedepankan unsur kecepatan, namun juga kelengkapan dan kedalaman sebuah informasi mendapatkan urutan penting juga.

Ini yang ingin dijawab pengelola Kanalone. Ini tantangan wartawan online saat ini. Mereka harus pandai-pandai membuat inovasi. Tim inti redaksi mesti encer otak atau visioner melihat semua peluang yang berdampak positif bagi pengembangan media yang terbilang belum terlalu familiar untuk sebagian besar penduduk Indonesia.

Kreatifitas Syarat Mengelola New Media

Bekerja mengelola situs berita online dewasa ini kuncinya ialah kreatifitas. Adu kreatif. Karena yang dimaui masyarakat atau user selalu berkembang. Apabila pengelola media tetap tenang-tenang saja dan sudah merasa kuat dengan pencapaian saat ini, sudah bisa ditebak redaksi yang bersangkutan akan tertinggal.

Kreatifitas. Seperti apa itu? Misalnya, dengan melakukan berbagai pendekatan dengan lembaga-lembaga yang berpotensi menjadi mitra dalam memajukan media. Salah satu contoh, membangun kerjasama dengan institusi KPU, Lingkar Survei Indonesia dan lain-lainnya. Sasarannya ialah lembaga-lembaga itu akan menyediakan data-data terkini yang nanti diperlukan media bersangkutan. Singkat cerita, nilai ekslusivitas yang ingin dicapai.

Kemudian, pengelola media itu rajin mengikuti berbagai pertemuan penting menyangkut teknologi informasi dan bisnis. Misalnya ada pertemuan di Bali beberapa waktu lalu. Pesertanya, diantaranya ialah agensi iklan, pengusaha dan orang-orang yang berpotensi membutuhkan publikasi media. Ikut serta dalam pertemuan semacam itu akan membuka cakrawala pengelola media mengenai tuntutan sesungguhnya dari para pemilik modal itu terhadap new media.

Melalui diskusi yang diikuti oleh orang-orang yang melek kekuatan dahsyat dan potensi besar media online, pengelola portal dapat mengetahui bahwa sebenarnya mereka itu membutuhkan media yang memiliki reputasi baik di masyarakat. Mereka menuntut gengsi. Iklan di tempat yang bergengsi akan meningkatkan citra produknya.

Misalnya perusahaan mobil Mercedes. Mereka tidak akan memilih mengiklankan mobilnya di media online yang reputasinya diragukan. Nah, kalangan ini sebenarnya sedang mencari-cari media online yang bagus. Kalau sekarang ini, mereka masih berkiblat ke media-media di luar Indonesia, misalnya Singapura.

Pengelola Kompas.com sudah mampu melihat kunci itu. Mereka akan mendukung secara finansial orang-orangnya untuk belajar tentang kemajuan media online terkini. Media internet ini berkembang setiap saat dan hal itu harus dipelajari agar paradigma berpikir pengelola selalu terjaga baik. Update dengan perkembangan media online di dunia.

Grup MediaCom yang juga mulai melihat peluang bisnis ini sekarang sudah memiliki media Okezone.com. Tapi, nampaknya pemilik modal masih belum 100 persen menggarapnya.

Padahal kalau mau berhitung dengan ketersediaan sumber daya manusia di group MediaCom, mestinya media ini jauh lebih kuat di bandingkan media online di Indonesia manapun. Bayangkan saja, apabila seluruh wartawan yang bekerja di media-media di sana digerakkan untuk mengisi berita di Okezone.com, pasti akan banyak sekali bahan berita. Sinergi group ini yang tidak banyak dimiliki media di Indonesia.

Bicara soal fasilitas audio visual. Yang mana fasilitas ini sekarang sudah digarap media-media yang lain. MediaCom memiliki RCTI, Global TV, dan TPI. Selain itu tivi channel dan lain-lainnya. Misalnya, Cross Media Internasional, MNC Network, Starmedia Nusantara. Selain itu media cetak, seperti Sindo, Genie, Realita. Juga radio. Masih banyak lagi. Dengan mengaktifkan sinergi, ketersediaan fasilitas audio video terpenuhi.

Lagi-lagi soal kreativitas, Orang-orang yang menggarap situs portal dituntut untuk membuka paradigma berpikirnya tentang sesungguhnya apa saja yang dibutuhkan masyarakat. Ini menyangkut belajar di luar kantor. Apabila tim intinya tidak memiliki waktu banyak untuk selalu mengikuti berbagai pertemuan di luar, sudah pasti tidak berkembang pesat. Tidak update informasi.

Media baru, Kanalone.Com, tampaknya sedari awal menyadari pentingnya kekuatan kreativitas ini. Sebelum portal ini dilounching Oktober 2008, dua orang dari tim inti dikirim untuk mengikuti pertemuan bisnis dengan pengusaha dalam negeri dan luar negeri di Bali. Sedangkan KCM mengirimkan lebih banyak lagi orangnya untuk belajar, tentunya sekaligus untuk mempromosikan habis-habisan dot com-nya.

Saat ini, pembelajaran itu sudah mulai diterapkan Kanalone. Pengelola media sudah membuat kerjasama dengan agen iklan tokoh-tokoh publik kelas besar, Fox Indonesia. Proyek-proyek iklan mereka diharapkan dapat masuk ke media portal.

Momentum menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 ini mesti dilihat sebagai peluang yang besar dan serius. Tidak menjemput bola, melainkan pengelola media mesti aktif dan kreatif mendatangkan mereka untuk promosi produknya dengan media yang dikelola.

Reputasi media sebagai media yang tetap menjaga standar jurnalistik sangat penting. Ini menentukan pandangan pihak perusahaan yang akan memasang iklan. Pandangan pengelola media mestinya tidak melulu mengharap iklan-iklan lokal, sebaliknya visioner. Iklan-iklan dari perusahaan skala internasional harus ditangkap.

Sebenarnya banyak perusahaan berskala global yang mencari media online Indonesia. Tapi, syaratnya yang memiliki reputasi baik. Dengan demikian produknya tidak jatuh. Mereka membutuhkan media di satu negara untuk melakukan pemasaran di teritorial itu. Hanya saja, sejauh ini, keinginan mereka itu tidak terpenuhi.

Genre New Media (Online) di Indonesia

Global MediaCom sudah mengantisipasi respon user di Indonesia terhadap kebutuhan new media. Menurut hitung-hitungan Hary Tanoesoedibjo, diperkirakan 5-10 tahun lagi, perkembangan media generasi baru ini akan mengambil alih peran media tradisional yang selama berpuluh-puluh tahun mendominasi pasar.

***************

Okezone.com di group Global MediaCom tidak berdiri sendiri, melainkan bersinergi dengan group. MediaCom ini memiliki sejumlah stasiun televisi nasional RCTI, Global TV, dan TPI. Selain itu tivi channel dan lain-lainnya. Misalnya, Cross Media Internasional, MNC Network, Starmedia Nusantara, Mobile8, Infokomelektrindo, Indovision. Selain itu media cetak, seperti Sindo, Genie, Realita. Juga radio.

Sekarang, perusahaan media ini nampak masih menyeriusi pengembangan stasiun-stasiun TV, baik tingkat nasional maupun lokal. Proyek TV siaran lokal itu untuk menangkap peluang bisnis terkait dengan aturan yang diterbitkan pemerintah untuk pengelolaan media dengan mengedepankan kebudayaan daerah.

Maping perkembangan media terbagi menjadi dua jenis, yaitu tradisional dan new media. TV, radio, koran dan lainnya itu dimasukkan dalam media tradisional. Sedangkan new media meliputi internet, komputer, game, chat, friendster, google, dan lain-lain.Termasuk Okezone.com, Kompas.com, Detik.com dan Kanalone.com.

Dewasa ini, di Indonesia, respon user terhadap perkembangan new media relatif masih kecil. Sebab, sebagian besar penduduk di negara ini dapat disimpulkan belum familiar dengan teknologi komputer atau sebenarnya melek, tetapi tidak memiliki perangkat atau kesulitan untuk mencari akses internet.

Di dunia, perusahaan new media yang terbesar saat ini ialah Google.com yang bermarkas di Amerika Serikat. Mengapa demikian? sumber daya manusia penduduk di sana sudah jauh lebih maju. Semua orang, baik tua dan muda, sudah menjadikan komputer dan internet sebagai kebutuhan primer atau yang mesti terpenuhi. Di mana-mana tempat, di negara itu sudah terdapat fasilitas WiFi atau jaringan internet gratis.

Tapi yang mesti diperhatikan ialah kemajuan yang dimiliki negara-negara Barat sudah mulai bergerak ke Asia Tenggara. Contohnya, perkembangan new media di China sungguh luar biasa cepat, pada saat ini. Akses jaringan internet sudah menjadi primer bagi bayoritas penduduk negara itu.

Singkat cerita, Global MediaCom nampaknya sudah bergerak untuk mengantisipasi respon user di Indonesia terhadap kebutuhan akan new media. Menurut hitung-hitungan Hary Tanoe, diperkirakan 5-10 tahun lagi, perkembangan media generasi baru ini akan mengambil alih peran media tradisional yang sudah berpuluh-puluh tahun mendominasi.

"Kita sudah antisipasi hal itu. Jangan asal menganggap ini (okezone.com) hanya mainannya MediaCom. Ini strategis," kata Harry Tanoe saat orasi kebudayaan di redaksi Okezone.com.

Okezone ini merupakan investasi MediaCom yang sangat berharga mahal. MediaCom sebenarnya dapat saja melengkapi seluruh kebutuhan infrastruktur situs itu, hanya saja, market sasarannya masih dilihat belum memiki kesiapan untuk merespon kehadiran new media.

Dengan demikian, MediaCom baru sampai pada tahap step by step, perlahan-lahan untuk menggelontorkan anggaran besar untuk memenuhi infrastruktur Okezone.com.

Tapi, prinsip yang dipegang oleh pemilik modal ialah perkembangan new media ke depan ini sangat baik. Contoh kecilnya ialah game internet sudah mulai populer di Indonesia. Karena itu, MediaCom akan terus memajukan Okezone.com. Dengan catatan sepanjang pasar siap, sejauh user bersedia merespon Okezone.com.

Begitulah. Mengapa situs berita ini dinamai Okezone. Zone ialah zona atau kawasan yang oke. Konsep awalnya,dengan mengakses ke Okezone, maka user dapat masuk ke kanal-kanal yang lain, kemanapun dalam dunia maya.

Menghidupkan Okezone.com penuh dengan persaingan yang ketat. Lihatlah Kompas.com, Detik.com. Mereka sudah lebih dulu menjadi pelopor genre ini di Indonesia. Terutama Kompas.com yang belakangan ini terus melakukan inovasi-inovasi untuk merebut hati user.

Mau tidak mau tim Okezone juga mesti demikian. Harus menanamkan ambisi untuk mendapatkan apa yang sudah didapatkan tim Kompas dan Detik.

Keinginan seperti itu harus datang dari tim Okezone sendiri. MediaCom berjanji akan merespons gagasan, konsep baru untuk memajukan media. Group media sudah menawaran sinergi apa yang bisa grup lakukan untuk Okezone.com. Semua akan diberikan, tapi kembali ke tim Okezone. Apa dia punya konsep, ide kreatif?

Hary Tanoe meyakinkan tim okezone bahwa dalam rentang waktu 5-10 tahun lagi genre new media yang sebelumnya dia katakan, pasti akan terbukti. Contohnya ialah fasilitas game, pasti nanti akan melalui kanal new media.

Saat ini pengelola Kompas.com sudah mampu melihat peluang itu. Bahwa new media akan menjadi the future. Karena itulah, Kompas.com melakukan lounching besar-besaran dengan tema Kompas reborn pada pertengahan 2008.

Harry Tanoe memberikan keyakinan kepada tim Okezone bahwa keberadaan media ini merupakan bagian penting di group MediaCom. Pihak pemodal tidak sekedar melihat bahwa ini sesuatu yang penting sehingga harus dimiliki oleh group.

Substansi orasi Hary Tanoe di redaksi Okezone ialah semua yang menyangkut kemajuan dan perkembangan media, erat kaitannya dengan etos kerja. Kunci pesatnya kemajuan Okezone sekarang ini yaitu support yang ditunjukkan melalui kualitas kerja yang baik.

Dengan menerapkan prinsip karya jurnalistik yang memiliki kredibilitas, eye catching, secara otomatis akan menarik bagi user. Yang harus dapat dipastikan oleh tim ialah pembaca melihat bahwa berita-berita Okezone ini memiliki kredibilitas. Terpercaya.

Apabila berbicara mengenai kredibilitas, akan berkaitan dengan tulisan-tulisan yang dipublikasi. Misalnya tetap mengedepankan standar jurnalistik sehingga memenuhi syarat kredibilitas itu.

Salah satu strategi untuk mengundang user mengakses Okezone ialah dengan menggarap kuis dan undian-undian. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk melibatkan user. Dengan demikian tercipta interaksi yang intens. User akan sering-sering masuk ke Okezone.

Gagasan semacam ini harus diakui bahwa sesejauh ini memang belum terpikirkan sama sekali oleh tim inti Okezone. Itu pandangan subyektif penulis. Yang terpikir baru sampai pada level bagaimana pemberitaan itu bisa dimuat dengan cepat. Bagaimana lebih cepat dibanding Detik. Lalu, soal kredibel, soal ide-ide kreatif, rasanya belum ada.

Bagi MediaCom, target utama Okezone ialah mampu menyaingi perolehan Kompas.com. Ada logika sederhana dan logika ini menabrak logikanya tim okezone yang selama ini terus dipertahankan. Yakni, mestinya perolehan pageviews Okezone ini lebih banyak dibanding Kompas.com.

Artinya, diandaikan bahwa apabila user masuk ke Kompas.com akan sama seperti melihat koran Kompas. Karena itu, tentunya orang akan segan untuk membuka Kompas.com lagi karena sudah ada koran. Atau misalnya okezone.com ini dinamai Sindo.com. User merasa tidak tertantang melihat Sindo.com karena sudah membaca Koran Sindo.

Itulah alasan mengapa Okezone yang satu grup dengan koran Sindo ini dibuat dengan nama sendiri. Tidak lain, tujuannya untuk mengantisipasi persepsi user semacam itu tadi. Jadi, menurut pemodal Okezone, mestinya, posisi Kompas.com berada di bawah Okezone.com.

Yang paling penting lagi content Okezone. Bagaimana mengembangkannya. Content Okezone ini apa saja? Dalam tahun ini, misalnya, contentnya apa?

Kemudian soal infrastruktur. MediaCom akan memenuhi semua yang diajukan tim Okezone apabila memiliki alasan yang baik. Apabila usulan itu diajukan untuk membuat sesuatu yang baik, MediaCom akan memenuhinya.

Pemimpin group MediaCom menantang tim inti redaksi Okezone. Begini, group ini memiliki sinergi dengan media-media lain yang luar biasa memadai. Misalnya, punya stasiun TV, channel di dalam dan luar negeri, koran, radio dan lainnya. Persoalannya kemudian ialah bagaimana dapat memanfaatkan semua itu.

Channel TV yang mengudara di luar negeri bisa dimanfaatkan. Okezone bisa nunut (ikut) agar orang di luar sana mengetahui keberadaan media ini. Okezone bisa menggunakan channel itu sehingga berita di luar sana bisa diketahui di dalam negeri dan sebaliknya. Kemudian Koran Sindo misalnya. Bisa saja setiap minggu sekali menyediakan rubrik khusus untuk mengulas tentang Okezone.

Terus apalagi yang bisa dikerjakan MediaCom untuk pengembangan Okezone. Pemodal mengembalikan lagi ke tim situs itu. Konsep, usulan atau ide apa yang bisa dilakukan MediaCom untuk situs ini.

MediaCom memilik banyak event. Misalnya di TV atau koran atau radio. Sebenarnya Okezone bisa nunut di event-event itu. Intinya ialah, harus ada konsep yang datang dari tim okezone untuk dapat mengarahkan MediaCom ke segmen yang memang menjadi target.

Persoalan mempromosikan keberadaan okezone sebenarnya bukan persoalan besar. Dengan memanfaatkan event-event itu, selesailah masalah.

Tapi juga mesti melihat event itu. Jangan ketika pas tayangan film kartun atau segmen anak-anak, iklan okezone muncul. Jadi, mesti diperhitungkan pada jam berapa iklan dimunculkan atau pada program apa dimunculkan.

"Saya ingin mediumnya harus di yang tepat, contentnya juga tepat. Coba pikirkan pola-polanya bagaimana?" kata Hary Tanoe.

Content tepat berarti yang disukai user atau yang diinginkan oleh pasar. MediaCom tetap harus jalan dan tepat sasaran yang dituju. Contohnya, bentuk kerjasama-kerjasama dengan pihak universitas, LSM dan lembaga-lembaga yang membuka peluang positif bagi Okezone, agar namanya terus popular.

Yang paling penting lagi ialah komersialitasnya juga mesti jalan dengan baik. Soalnya ini juga menentukn bisnis ini bergerak normal. Comercia, infrastruktur, human resources harus sama-sama dipenuhi.

Semuanya kembali lagi kepada kreativitas pengelola redaksi sendiri. Harus disadari bahwa kompetitor utama MediaCom ini berada di tingkat Internasional, bukannya level Bakrie saja. MediaCom sudah menegaskan tidak takut kepada Group Bakrie.

Ada pertanyaan, mengapa selama ini yang disukai user ialah media-media asing, seperti Yahoo, Google dan lain-lain itu?

MediaCom menekankan agar redaksi Okezone tidak kalah dengan mereka. Tapi, target utama yang berada di depan mata sekarang ini bagi MediaCom ialah Kompas.com.

Singkat cerita, kunci terpenting dalam mengelola sebuah media ialah memiliki kemampuan untuk mengetahui pasar yang akan dituju.

Friday, June 20, 2008

Bekerja! Gali!

Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-Saudara. Berjiwa besarlah, ber-imagination. Gali! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia.

Presiden Soekarno (1901-1970), pidato di Semarang, 29 Juli 1956

Wednesday, June 18, 2008

Risiko

Risiko datang dari ketidaktahuan atas apa yang Anda kerjakan.

Warren Buffet, Miliarder AS

Ilmu vs Dogma

Ilmu justru akan membunuh dirinya sendiri jika ia dipahami sebagai sebuah dogma.

Thomas Henry Huxley

Friday, June 13, 2008

Kalau Penerjemah Presiden Salah Paham

Tadi ada kasus yang unik terjadi di Istana Merdeka, Jalan Merdeka Utara. Tidak ada yang menduga, penerjemah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bernama Darmawan Ronodipuro, bisa melakukan kesalahan menerjemahkan kalimat yang diucapkan presiden saat konferensi pers bersama Perdana Menteri Australia Kevin Michael Rudd.

Di ruangan Istana Merdeka yang seluruh dindingnya berwarna putih, presiden berdiri di mimbar warna hitam kecoklatan. Dia menghadap ke puluhan wartawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Saat itu, semuanya yang berada di ruangan itu konsentrasi kepada seluruh detail pernyataan yang diungkapkan Presiden Yudhoyono.

Panjang lebar presiden mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibicarakan dengan Kevin Rudd saat berlangsung rapat tadi. Dia berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Sedikit-sedikit dia tetap memakai bahasa Inggris. Satu pernyataan selesai, kemudian penerjemah bekerja menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dan begitu seterusnya.

Presiden berbicara menganai hubungan antarkedua negara, menginggung persoalan kerjasama investasi, manajemen, konteks ekonomi sosial politik, isu demokrasi, keamanan dan kedamaian serta pertumbuhan pembangunan manusia. Intinya ialah soal strategi kerjasama pembangunan Australia Indonesia 2008-2013.

Sampai di satu pernyataan presiden berbicara mengenai fakta bahwa pemerintah Indonesia memahami kebijakan travel warning yang masih diterapkan Pemerintah Australia. Tentunya kita tahu Australia mengingatkan warganya untuk tidak melancong ke Bali dengan alasan tidak adanya jaminan keamanan.

Presiden mengatakan bahwa meskipun diterapkan travel warning, faktanya tiap tahun jumlah turis Australia yang datang ke Pulau Bali tetap mengalami peningkatan. Presiden mengharapkan hal itu menjadi pertimbangan bagi Australia untuk mengkaji kembali penerapan travel warning itu.

Namun, saat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, pernyataan presiden menjadi berbeda maknanya. Ronodipuro yang dulu pernah menjadi Kepala Biro Pers Istana pada jaman Presiden Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa pemerintah meminta mencabut pemberlakukan travel warning.

Setelah selesai mentranslate, presiden buru-buru presiden mengklarifikasi terjemahan itu. Ronodipuro nampak kikuk sejak itu. Kasihan sekali.

Wartawan Indonesia yang mengerti persoalan itu tertawa tertahan, ada juga yang menyatakan heran setengah mati. Tapi, wartawan asing yang tidak mengerti bahasa Indonesia hanya diam dan sebaliknya heran melihat sikap wartawan Indonesia.

Persoalan ini menjadi jelas setelah selesai acara yang berlangsung sangat resmi itu. Wartawan-wartawan berkulit bule bertanya-tanya kepada juru bicara presiden, Andi Mallarangeng. Setelah itu, semua diklarifkasi dan kasus itu menjadi bahan berita yang tidak kalah hot dengan demonstrasi menentang kenaikan harga BBM.

Jalan Baru

Jika anda ingin berhasil, anda harus mengambil jalan baru dan bukan terus berjalan pada jalan yang telah usang dengan keberhasilan seadanya

John D. Rockefeller

Rahasia Andi Mallarangeng Menulis

Suatu sore saat di istana, kami datang ke gedung Bina Graha untuk bertemu dengan juru bicara presiden Andi Mallarangeng. Gedung ini, di massa orde baru merupakan tempat berkantor Presiden Soeharto. Kami naik ke lantai dua dan langsung menuju ke ruang kerja Andi.

Andi menyambut kedatangan wartawan. Dengan logat Sulawesi yang kental, dia bercanda dan sebagian wartawan berusaha tertawa-tawa di dekatnya. Bahkan ada yang berusaha keras menimpali dengan candaan juga.

Bahan percakapan pertama saat itu ialah soal pertandingan Piala Eropa, EURO. Rasanya kompetisi ini sudah begitu menyita konsentrasi para pejabat itu. Mereka selalu punya materi untuk berkomentar. Canggih dan cerdas komentar yang selalu keluar. Termasuk Andi Mallarangeng.

Ada satu perbincangan yang membuat mentarik. Rupanya Andi sudah diminta koran Sindo untuk menulis pendapat dirinya tentang Euro. Rupanya dia sudah dikontrak untuk menulis di koran milik perusahaan MNC.

Nah, ada wartawan yang meminta pendapat Andi soal Euro. Saat ini sepertinya hampir semua media akan menyediakan space untuk mempublikasikan komentar-komentar tokoh masyarakat soal piala terbesar di Eropa itu. Bagi media, ini adalah peluang bisnis yang harus digarap serius. Tak peduli yang berkomentar itu paham bola atau tidak, yang utama adalah dia tokoh atau selebriti.

Mendapat pertanyaan itu, Andi mengatakan, dirinya keberatan menjawab. Alasannya, piala Euro baru dimulai tiga hari lagi. Dia tidak bisa berkomentar sebelum melihat pertandingannya dulu. Dan, ada yang menarik lagi, kalau dia berkomentar sekarang, bagaimana dengan tulisan ulasan yang akan diberikan ke Sindo nanti. Tentunya akan sama isinya. Dan bisa-bisa kehabisan bahan

"Bagaimana saya menulis atau berkomentar sebelum menonton. Kalau sudah menonton, kan ada bahannya," kata dia.

Dia mesti melihat sebuah proses pertandingan itu terlebih dulu untuk kemudian diolah menjadi bahan refleksi yang kemudian menjadi tulisan yang baik.

Andi merupakan penulis kolom tetap di koran Jurnal Nasional sejak 29 Mei 2006 lalu. Dia menulis kolom "Dari Kilometer 0,0" yang terbit setiap Senin. Kolom-kolom itu menyajikan ide, isu terkini, dan solusi permasalahan yag dihadapi Indonesia, dengan bahasa yang ringan dan mudah di mengerti oleh berbagai kalangan.

Thursday, June 12, 2008

Burung-Burung Berkicau di Istana

Kami masih menunggu pejabat pemerintah, mungkin deplu, juru bicara presiden atau Mensesneg Hatta Radjasa lewat di halaman istana. Mereka sebelumnya menghadiri acara upacara penyerahan surat surat kepercayaan dubes luar biasa dan berkuasa penuh untuk RI.

Aku duduk di lantai lorong yang menghubungkan satu area ke area lain di lingkungan ini. Posisinya menghadap taman yang memisahkan antara Istana Negara dengan Istana Merdeka. Taman itu lebih mirip lapangan yang luasnya hampir sama dengan ukuran lapangan sepak bola.

Di tepi taman ada petugas kebersihan yang mengenakan kaos khusus yang bertuliskan perusahaan yang memperkerjakan kontrak mereka di sini. Keduanya tampak menyapu guguran daun. Tengah-tengah itu ada beberapa pohon berukuran besar, diantaranya dinamai Ki Hujan. Saking besarnya, ranting-ranting pohon disangga besi agar tidak menyentuh tanah.

Sebentar kemudian, dua tukang kebun itu berhenti menyapu. Mereka duduk di akar pohon yang menyembul di rerumputan. Mereka mengobrol. Sapu dan tempat sampah digeletakkan di samping akar besar itu.

Di sisi lain, beberapa tukang kebun yang mengenakan topi berjalan beriringan berjalan di dekat dinding Istana Merdeka. Mereka menuju ke bagian lain lingkungan istana. Mungkin hendak bekerja di balik bangunan gedung itu. Sementara tukang kebon lain masih menyapu di taman bagian samping Istana Merdeka.

Terdengar kicauan burung sejak aku datang ke tempat ini. Sekarang masih terus berbunyi ramai. Aku tidak dapat menandai burung yang berkicau itu. Ada beberapa yang kuhafal suaranya, misalnya burung prenjak dan emprit.

Mereka berteriak-teriak dari atas pohon memanggil-manggil. Atau mungkin mereka ingin memberikan pesan agar manusia peduli dengan penghijauan. Agar wartawan konsisten membela lingkungan.

Serombongan burung emprit terbang rendah ke padang rumput yang subur. Lalu hinggap untuk mencari makan dan material untuk membangun sarang. Sebentar kemudian terbang lagi menuju ranting-ranting pohon besar di ujung sana. Sampai di pucuk pohon, mereka berkicau bersahut-sahutan di tengah hari itu.

Sambil menikmati lingkungan yang tertata ini, aku dan beberapa teman wartawan lainnya menyatakan kekaguman kepada taman istana dan burung-burung yang sepanjang hari menghuni pohon-pohon, rumput dam tanah merah yang agak lembab itu.

"Aku mengagumi taman ini, burung-burung tidak mau pergi dari sini," kataku.

"Iya, tentunya mereka sangat nyaman di sini. Banyak pohon," kata Dyah, temanku wartawan kantor berita Antara yang duduk bersebelahan denganku.

Seandainya di Jakarta ini banyak pohon-pohon yang ditanam dan taman-taman alami dibiarkan ada, pasti kota ini akan menjadi tempat tinggal burung. Bukan hanya manusia-manusia yang membosankan seperti yang terjadi sekarang ini dan hanya ada gedung bertingkat dimanapun tempatnya. Panas, Polusi dan banyak kriminalitas.

"Kamu belum tahu ya kalau sore di Monas. Burung-burung sudah seperti bermigrasi. Terbang berombongan dari satu pohon ke pohon yang lain," kata Dyah.

Aku ingin mendengarkan terus pengalaman temanku itu. Monas merupakan salah satu kawasan yang peruntukannya untuk hiburan pariwisata. Di sekitar tugu, ada taman dan pepohonan. Kalau sore atau akhir pekan, kawasan ini sangat ramai.

Lumayan. Jakarta masih punya taman monas, pikirku. Aku pernah nongkrong di taman Monas malam minggu. Ternyata ramai didatangi warga. Ada yang membawa serta keluarganya untuk duduk sambil menggelar tikar di sana.

Dan sepotong taman lagi di dalam lingkungan istana ini juga sedikit bisa membuat optimis.

Lihat. Para tukang kebun itu kelihatan giat sekali bekerja. Mereka memotong rumput yang tingginya sudah sampai batas tertentu, mengambil sampah dan membersihkan selokan air.
Setiap hari apabila akan mengikuti acara konferensi pers di kantor presiden, aku selalu melihat bapak-bapak itu bekerja di sana. Mereka kelihatan begitu serius menjaga taman ini. Mulai dari pagi sampai sore hari.

Ayo, teruslah bekerja, bapak-bapak. Hanya kalianlah yang dapat diandalkan untuk merawat tumbuh-tumbuhan di sini. Aku tidak yakin, pemilik otoritas gedung ini punya kesungguhan seperti bapak-bapak sekalian dalam memelihara lingkungan hidup.

Kalau berjalan kaki menuju ke Istana Merdeka, bisa melihat nama-nama pohon dan asalnya. Setiap tanaman, pasti ada petunjuk identitas lengkap tanaman itu. Di taman ini banyak sekali jenis pohon langka. Misalnya Samanea Saman atau Ki Hujan tadi, Kosambi, Beringin Putih, Mahoni. Pohon-pohon itu sudah melewati generasi.

Di bagian tengah lapangan berumput hijau itu ada semacam bangunan. Dyah bilang tempat itu namanya Gazebo. Dulu sekali, ketika pemain sepak bola besar, Zidane, datang ke istana, pernah dijamu presiden di dalam bangunan itu.

Ada juga patung-patung yang menggambarkan pemuda membunuh ular, wanita telanjang berdiri di taman, selain itu patung kijang yang terbuat dari akar kayu juga ada.

Tapi, menurutku, hanya ada satu yang khas. Suara burung berkicau.

Wednesday, June 11, 2008

Ada Warung Mie Rebus di Istana

Wartawan yang mendapat tugas redaksi untuk meliput kegiatan presiden di istana, tergolong yang paling beruntung diantara lain-lainnya. Setiap hari, setiap siang, ada nasi katering tersedia di press room. Menunya bisa dikatakan enak-enak. Minimal yang tersedia ialah nasi dari rumah makan Padang.

Selesai makan, bungkus nasi tinggal diletakkan di meja atau di manapun tempatnya, nanti akan ada petugas tersendiri yang merapikannya. Tapi yang rajin, biasanya akan dibuang ke tempat sampah.

Kalau mau minum, di situ juga sudah tersedia air mineral di atas dispenser. Mau pilih yang dingin atau panas, sudah ada di sana.

Ada yang menarik juga di sini. Ada bapak-bapak orang sipil yang berjualan makanan, seperti , krupuk, kue, mie rebus. Juga ada kopi dan teh manis. Harganya bervariasi, tapi dijamin lebih murah dibanding kalau berbelanja di luar dengan jenis barang yang sama. Misalnya, mie rebus plus telur hanya Rp 2.500. Kopi panas cuma Rp 1.500. Krupuk Rp 500 dan kue-kue rata-rata Rp 1.000.

Bapak ini pasti berjualan tiap sore hari, mulai jam 15.00 WIB. Kecuali kalau hari libur kerja, dia baru tidak menjajakan dagangannya di press room istana atau dikenal di kalangan wartawan, namanya ruang bioskop.

Keberadaan penjual makanan ini sangat membantu wartawan. Sebab, antara pukul 14.00 WIB sampai sore, biasanya perut ingin diberi makanan cemilan. Atau ada sana keinginan untuk makan makanan yang ringan-ringan.

Kalau bapak itu datang, wartawan akan selalu menyanyakannya. Kalau sudah ada, mereka akan menyerbunya. Dia meletakkan dagangannya di salah satu meja yang kosong di bagian belakang. Wartawan mengambil makanan sendiri. Uang bayarannya tidak diberikan langsung ke bapak itu, melainkan dimasukkan ke plastik yang sudah disiapkan di sana.

Kadang-kadang, ada wartawan yang ngutang. Mungkin karena tidak ada kembalian atau sengaja, bayarannya diberikan keesokan harinya. Beliau tidak protes dan oke-oke saja.
Makanan yang paling digemari ialah krupuk atau kripik pedas. Kalau sudah darura, kue bulat-bulat besar itu juga akan dilahap. Aku sendiri sering pesan mi rebus panas plus telur dan sayur sawi yang banyak.

Pokoknya bapak itu sangat berjasa. Bayangkan, seandainya tidak ada beliau, wartawan mesti belanja makanan di kantin lingkungan istana. Harganya selangit.

Aku senang dengan bapak itu. Orangnya baik, jujur dan memahami wartawan. Kadang, aku berpikir, dia kelewat sabar melayani para wartawan itu. Jarang mengucapkan terimakasih dan membuang sampah seenaknya. Dan bapak inilah yang selalu dengan telaten membersihkannya tiap wartawan sudah pulang.

Cara Wartawan Bekerja di Istana

Setiap pagi, protokeler mengirimkan pesan singkat berisi agenda presiden hari itu. Satu kali pesan, biasanya terdiri dari beberapa jadwal presiden, bisa dua sampai empat, bahkan lebih. Acara yang sudah dikirim, bisa dipastikan akan tepat waktu dan pasti akan dilaksanakan.

Contohnya: Acr RI1 11 Juni: 14.00 pertemuan dg pelaku industri minyak gas nasinoal, gd utama setneg, lt 3-pdh. 17.00 cagub-cawagub jabar. 17.40 cagub-cawagub sumut, isneg.

Maksud informasi itu, RI1 berarti presiden, setneg artinya sekretariat negara, lt 3: lantai 3, pdh itu presiden mengenakan pakaian dinas harian pada acara itu

Kalaupun kemudian terdapat perubahan, petugas protokeler akan segera meralat dan memberitahukan informasi terkini kepada pers. Sebab, kalau tidak, berat bagi protokeler, pasti akan mendapat protes keras dari juru berita yang ngepos di gedung tempat presiden memimpin negeri ini.

Pernah suatu kali, wartawan protes karena jadwal yang diterima tidak sesuai dengan kenyataan. Mestinya, saaat ada acara, tapi ternyata batal karena waktunya dialihkan. Ini membuat wartawan-wartawan yang merasa sudah senior kecewa. Protokoler buru-buru membuat klarifikasi. Tapi, ya, ini berhadapan dengan wartawan. Bahkan, ada pers yang memberitakan hal itu ke medianya.

Pada satu kesempatan, aku terburu-buru naik sepeda motor ke rumah presiden di Cikeas. Saat itu, ada informasi SBY akan ada mengadakan konferensi pers mengenai tanggapan terhadap perkembangan kesehatan mantan presiden Soeharto. Kalau naik motor ke rumah itu, rasanya pinggang ini sampai pegel-pegel. Tapi untuk satu berita besar, no problem.

Wartawan menunggu berjam-jam di pintu gerbang dekat kendaraan tank tempur yang dipajang di depan rumah presiden. Singkat cerita, presiden tiba-tiba sedang bermasalah sehingga acara batal. Judul berita kami ialah capek.

Untuk acara di istana, biasanya jadwal presiden SBY dimulai pukul 10.00 WIB. Para juru warta ada yang datang beberapa jam sebelumnya, kadang ngepas, ada juga yang terlambat sampai berjam-jam. Tapi, bagi yang telat biasanya tidak khawatir ketinggalan data hasil wawancara, karena umumnya mereka akan mendapatkan data dari teman-temannya yang sudah datang lebih awal. Istilahnya terkenal dengan nama kloning. Tapi tentu saja, walau kloning data, mereka akan mengolah dulu datanya sehingga tidak sama semua.


Kalau acaranya di Istana Negara atau Istana Merdeka, pers tinggal duduk dan mendengarkan pidato presiden atau pejabat terkait dengan tema acara yang berlangsung. Umumnya, wartawan cetak, radio dan online selalu menggunakan peralatan rekaman. Selesai acara, yang dilakukan ialah mentranskrip hasil pidato itu.

Dalam sesi itu, kalau ada kesempatan, wartawan juga akan melakukan wawancara usai acara. Mereka akan mewawancara pejabat-pejabat di ruangan itu sambil berjalan. Ini namanya doorstop.

Sedangkan kalau acaranya di kantor presiden, biasanya setelah itu akan ada konferensi pers. Misalnya, presiden rapat terbatas dengan menteri terkait, menerima tamu dari organisasi atau lembaga tertentu. Dalam acara semacam itu, biasanya hanya sedikit tanya jawab.

Sepanjang aku pernah meliput di istana, hasil konferensi pers umumnya hanya datar-datar saja, bahkan cenderung yang baik-baik saja yang diungkapkan oleh narasumber. Wartawan yang sudah puas dengan hal itu, akan langsung mentranskrip dan melaporkan hasilnya ke redaksi masing-masing. Tapi, yang kritis, biasanya akan mengejar pejabat yang bersangkutan usai acara.

Juru bicara presiden menjadi andalan wartawan untuk menggali berita. Utamanya kalau sedang sepi kegiatan. Kadang, wartawan menemuinya di gedung Bina Graha. Gedung ini terletak di samping Istana Negara. Dulu kantor ini digunakan mendiang Presiden Soeharto. Tapi, bisa juga dicegat di jalan saat baru keluar dari kantor presiden.

Selain juru bicara, sekretaris negara dan sekreratis kabinet juga akan dikejar. Tapi, kedua pejabat ini jarang sekali dicari, kecuali pada kasus-kasus tertentu saja.

Kepakkan Sayapmu

"Bangunlah pada pagi hari dengan sayap hati mengepak, dan bersyukurlah atas datangnya satu lembar hari yang penuh kasih."

Kahlil Gibran (1883-1931), Pujangga

Tuesday, June 10, 2008

Menulis Cerita Itu Gampang

Menulis cerita adalah pekerjaan mudah. Itu bisa dimulai dengan banyak cara. Orang tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana memulainya.

Yang penting ialah mula-mula dia mau membaca tulisan orang lain secara cermat. Setelah itu, melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Mendengarkan yang terjadi. Merasakan dan memikirkannya. Dengan begitu, otak kita akan terisi memori atau bahan-bahan yang nanti akan menjadi cerita.

Aku tidak perlu mendeskripsikan bagaimana hal itu bekerja pada diri anda. Rahasianya adalah komitmen anda sendiri untuk memulai.

Jangan percaya bahwa menulis itu adalah bakat. Hanya orang-orang yang dikaruniai saja yang bisa melakukannya. Kadang kala orang menjadi menunda-nunda untuk latihan memulai menulis karena memikirkan karunia itu. Menulis itu keterampilan yang membutuhkan aksi. Dalam hal ini, aksi inilah disebut menulis.

Kalau sudah percaya bahwa aksi yang menentukannya, maka buktikan bahwa kita sebenarnya bisa. Dimulai dengan satu kata dan bercelotehlah melalui tulisan. Percayalah bahwa latihanlah yang akan membentuk tulisan itu tepat. Sekarang berceritalah.

Mulai dengan apapun yang ada disekitar. Ceritakan apa yang dilihat, didengar, dirasakan. Mulai dengan pertanyaan-pertanyaan. Tulis semua pertanyaan sampai benar-benar pertanyaan habis.

"Wes pokoke tulisen," kata orang Jawa Tengah. Kalau dibahasakan secara nasional, "Pokoknya tulis dan tulis." Dulu aku mendapat doktrin dari guru-guruku asal Jawa Tengah begitu. Kalau tidak berani memulai nulis, bagaimana mau bercerita. Waktu itu, contohnya surat cinta.

Saturday, June 7, 2008

Teh Manis di Kantor Presiden

Di ruang konferensi pers kantor presiden. Saat itu acara siaran pers belum dimulai. Para menteri dan presiden masih melakukan rapat. Wartawan masih menunggu.

Di tempat ini, ada satu hal yang sangat kusuka. Di bagian dapur, ada alat pemanas air yang selalu menyediakan air teh panas. Aku pasti mengambil satu gelas, kadang setelah habis bisa nambah lagi. Teh manis bikin situasi yang membosankan menjadi tidak membosankan.

Sejak pertama kali aku meliput di istana, setiap kali ada acara di ruangan ini, pasti petugas dapur di sini menyediakan teh manis panas itu. Lengkap dengan gelas kaca dan gelas plastik. Kadang, kalau minum sambil berdiri di dapur itu atau bisa juga dibawa jalan keluar selama acara belum dimulai.

Sehabis minum, biasanya gelas-gelas tidak perlu dicuci karena sudah ada petugas yang mengerjakannya. Jadi, setelah selesai, tinggal diletakkan di meja atau kadang wartawan yang nakal, ditaruh begitu saja di pojokan ruangan. Prilaku yang selama ini belum pernah kulakukan.

Dulu aku kenal sama petugas yang sering menyediakan teh manis itu. Dia mas-mas yang usianya tidak jauh beda denganku. Kadang kalau aku datang ke ruangan ini, masih sempat melihat dia keluar dari dapur atau kadang sedang mencuci gelas.

Di ruangan ini, sangat sulit untuk jajan cemilan atau minuman. Adanya teh manis itu, sangat membuat para wartawan senang. Tapi, aku tidak pernah mendengar ada diantara orang pers yang mengucapkan terima kasih kepada mas-mas itu atas jasanya menyediakan teh manis. Yang ada hanya cuek saja.

Kalau sedang menunggu pelaksanaan konferensi pers terlalu lama, ada juga wartawan yang memesan indomi rebus atau goreng kepada mas itu.

Cara memesannya unik juga. Wartawan mesti ke bagian ruangan belakang dan melewati pintu. Dari pintu yang menghubungkan ke gedung lain, berteriak-teriak memanggil mas itu supaya dibikinin mi. Tentu saja mesti bayar mi itu.

Kadang-kadang aku berpikir, lama-lama ini seperti warung kopi dan mi rebus di dalam istana. Memang ini tidak ada yang mengira ada warung mi rebus di istana. SBY pasti tidak tahu soal itu. Tapi, ini sungguh membuat wartawan yang biasa liputan di sini suka.

Magang Jadi Wartawan

Aku mengerutkan kening di kamar kos untuk berpikir mengenai apa yang akan kujadikan bahan menulis sekarang ini. Aku ingat, pengalaman anak mahasiswa yang sedang magang di redaksiku. Boleh. Menarik juga rasanya untuk diceritakan. Mudah-mudahan menjadi semangat teman-teman mahahasiswa lainnya.

Ada anak magang namanya Malisa atau Ica. Dia mahasiswa Universitas Pelita Harapan. Sebelum diterima di redaksiku, Ica menghubungiku melalui telepun untuk menyatakan keinginan magang sebagai syarat mengikuti tugas akhir kuliah di kampusnya.

Beruntung dia sudah punya kenalan wartawan sehingga bisa membantu mendapatkan tempat magang kuliah dengan baik. Kalau aku dulu, di tahun 2000, saat ingin sekali magang untuk mencari pengalaman bekerja sebagai jurnalis di media, sangat sulit.

Pertama karena tidak punya kenalan wartawan. Kedua, tidak terlalu banyak tahu media massa di Jakarta. Waktu itu, aku baru-barunya mengetahui Jakarta. Dan aku tergolong mahasiswa yang tidak terlalu percaya diri untuk mencari media sendiri dan mengajukan permintaan magang.

Temanku Ica ini tidak begitu. Tidak terbelakang seperti aku. Dia sangat percaya diri untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Memang, mestinya seorang mahasiswa punya sikap seperti itu. Tidak perlu sungkan-sungkan untuk mencari kegiatan yang bersifat positif.

Saat mengutarakan keinginan untuk magang di tempatku, dia juga mengaku sudah melamar ke media bernama "Oops." Dia mesti memilih media mana yang akan dijadikan tempat magang. Kan, tidak mungkin dua sekaligus. Dia bilang, akan konfirmasi lebih dulu ke Oops. Dia bilang juga sedang membutuhkan tempat magang secepatnya selama tiga bulan terhitung Juni ini.

Singkat cerita, dia diterima di redaksiku. Aku katakan ke pemredku, Mas Budi, anak ini harus sudah magang dari awal Juni. Pemredku bilang, sebenarnya Ica ini sedang diurus ke SDM perusahaan untuk mendapatkan honor per bulan Rp300 ribu. Tapi karena Ica ingin cepat-cepat, maka langsung diterima, tetapi belum ada jaminan mendapatkan honor itu. Meki begitu, pemredku janji akan memperjuangkannya dulu.

Setelah diterima Ica dipanggil di hari pertama untuk pengarahan mengenai cara kerja redaksiku. Tapi, malam harinya dia menelpunku, katanya, bingung. Tiap pagi ke kantor dulu, baru siangnya ke lapangan untuk meliput berita. Kukatakan, bukan begitu maksudnya. Dia dipanggil itu hanya sekali saja untuk pembekalan, seterusnya ya di lapangan.

Setelah itu aku tidak tahu perkembangannya. Soalnya, selama Juni ini, aku turun ke Istana lagi untuk menggantikan teman lain yang lagi ditarik ke kantor untuk nulis liputan pertangingan Euro.

Ica ini rupanya masih bingung lagi mengenai cara melaporkan berita. Di redaksiku berbeda dengan kebanyakan media lainnya. Reporter diperbolehkan melaporkan bahan berita dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari narasumber. Redaksiku membutuhkan kecepatan. Nanti di kantor ada penulisnya tersendiri. Aku jelaskan begitu ke dia.

Ada lagi yang membuatnya belum mengerti. Jam pulang. Aku bilang setelah selesai liputan dia mesti memberitahu ke redaksi untuk diputuskan boleh pulang atau tidak.

Waktu aku magang di Suara Pembaruan dulu sampai ada wartawan yang bilang begini ke aku. "Mengharukan." Aku tidak tahu apakah dia menyindirku atau serius memujiku atau bercanda saja. Saat itu, aku sangat bersemangat. Datang pagi-pagi ke redaksi supaya cepat diikutkan ke wartawan aslinya ke lapangan dan aku biasanya pulang sampai malam.

Saat itu, aku sering ikut tandemanku, mas Berthus Mandey, liputan kriminal semalam suntuk. Liputannya ke wilayah Jakarta Utara. Masih ingat sekali pengalaman pertamaku ikut liputan penggerebekan PSK dan razia tempat hiburan malam.

Aku malu sekali saat disuruh wawancara sama Berthus. Malah, aku sama sekali tidak mendapat data karena tidak tahu mesti berbuat apa pada waktu di kantor kecamatan di tengah-tengah PSK. Dan aku ditegur sama Berthus karena tidak bisa meliput berita.

Ini yang beda. Kalau Ica, dia tidak perlu ada pendampingnya. Dia cukup sendiri ditugasi ke acara tertentu dan sudah bisa berjalan dengan sendirinya.

Aku bilang bagus sekali dan terus berkembang. Aku saja yang dulu kikuk sekarang sudah bisa seperti sekarang, paling tidak sudah percaya diri jadi wartawan di Indonesia, bagaimana dengan Ica yang sudah berani sejak awal. Pasti beberapa tahun lagi, dia sudah jago.

Aku menyarankan supaya serius belajar di redaksiku. Latihan disiplin menulis, meski dituntut untuk laporan bahan mentah saja. Sebagai jurnalis atau mahasiswa yang berminat dibidang ini, mesti belajar menulis supaya bisa menulis jurnalistik yang baik.

Alat Komunikasi Wartawan

Sekarang ini alat komunikasi untuk mendukung wartawan mengirimkan berita ke redaksi sudah begitu modern. Contohnya wartawan di istana saja, hampir semuanya sudah memiliki komunikator, 3G, laptop, telepon genggam dan komputer berbasis internet di pressroom istana. Apalagi sekarang sudah ada fasilitas Wi-Fi di sana sehingga laptop kita bisa akses internet dengan gratis.

Sehabis konferensi pers, biasanya para wartawan langsung bekerja. wartawan cetak, online, radio, kecuali TV, langsung mengetik berita menggunakan alatnya masing-masing. Perangkat teknologi yang mungil dan simpel itu memungkinkan mereka bekerja dimanapun. Ada yang di lantai, teras, meja dan sambil berjalan-jalan.

Dulu, aku tidak pernah terpikir akan secanggih sekarang. Wartawan cetak biasanya akan mengumpulkan data lebih dulu. Mereka akan mengetik sore harinya di kantor. Tapi, saat ini, mereka sudah seperti wartawan online, mengetik selesai wawancara dan segera melaporkan ke kantor.

Memang sudah berubah, seiring masing-masing media juga memiliki portal sehingga berita itu juga dipublikasikaan lewat situsnya. Jadi, perusahaannya mewajibkan mereka mengirim lebih cepat.

Wartawan radio dan online sekarang jg sama seperti itu. Menggunakan komunikator, blackberry, laptop untuk mengirimkan berita. Sebelumnya, mereka laporan via telpun saja sudah cukup. Meskipun cara laporan via telpun juga masih ada.

Tuntutan kecepatan pemberitaan makin kompetitif antarmedia. Bisnis informasi sudah menuntut pemberian laporan kepada pembaca dengan hitungan detik. Bahkan, mulai berkembang hampir di semua media TV untuk menyiarkan secara langsung.

Penjaga Presiden

Liputan di istana itu kadangkala serba diburu-buru acara, tapi juga sering kebanyakan duduk-duduk menunggu dan tidak produktif. Aku punya pengalaman menjengkelkan dengan penjaga keamanan presiden saat tergesa-gesa untuk mengikuti suatu acara yang dihadiri presiden.

Waktu itu, aku dan temanku wartawan Tempo sama seorang lagi jalan ke Sekretariat Negara, kantornya Hatta Radjasa. Dari ruang pers istana atau dikenal dengan nama bioskop ke Setneg hanya sekita 15 meter. Nah, karena kami agak terlambat datang, jadi bingung untuk menemukan ruang untuk acara pertemuan itu.

Presiden didampingi menteri-menteri bertemu dengan para ilmuwan, rektor universitas negeri untuk. Tujuannya untuk membicarakan pemanfaatan sumber daya alam menjadi energi alternatif selain BBM yang kini sangat mahal harganya.

Aku tidak tahu apakah pertemuan ini serius untuk tujuan itu atau sekedar ingin memperlihatkan kepada masyarakat menjelang pemilu 2009 bahwa presiden memiliki kepedulian dengan sumber energi alam itu untuk masyarakat. Kan, seminggu lalu, presiden baru menaikkan harga BBM dan menimbulkan reaksi keras dari sebagian mahasiswa.

Sampai di lantai tiga, aku tanya lokasi ruangan itu kepada seorang paspampres. Belakangan aku mengetahui orang ini model tengil atau mriyayi dengan merasa berpendidikan lebih tinggi dari wartawan.

"Pak, dimana ruangan pertemuan dengan Malaysia," kataku. Kemudian, aku menyadari kalau pertanyaanku itu salah. Mestinya aku tanya acara pertemuan presiden dengan para ilmuwan yang membahas soal potensi pemanfaatan sumber daya alam.

Sambil melihat aku dengan matanya yang merendahkan nilai orang lain. "Kamu ini wartawan tidak tahu, mimpi kamu ya," kata paspampres yang menurutku terlalu menilai dirinya pintar itu.

Aku jadi berpikir bahwa mestinya istana, utamanya presiden memperhatikan pendidikan etika kepada penjaganya itu untuk menghadapi masyarakat umum. Karena, masyarakat sipil mestinya tidak boleh diperlakukan seperti militer. Jawaban dan sikap penjaga itu, menurutku, memperlihatkan gaya komandan kepada anak buah yang melanggar aturan.

Toh, dia bersikap baik dan menjelaskan ketidak tahuan kami, tentu tidak akan mengurangi sedikitpun penghormatan orang sipil terhadap penjaga. Dalam hati aku agak kesal. Dia tidak memberikan jawaban sama sekali, meski kami bingung. Aku jadi menyesal dan berjanji dalam hati untuk tidak lagi berbicara dengan penjaga presiden.

Di sisi lain, aku dan temanku sebagai orang sipil juga menertawakan gaya kemiliteran yang galak. Jaman seperti ini, ada orang yang masih seperti itu. Bukannya mestinya mereka sudah dibekali ilmu etika setiap latihan.

Sebelum ini, aku juga pernah punya pengalaman bersinggungan dengan penjaga-penjaga itu. Malam-malam waktu menjelang tahun baru 2008, presiden melaksanakan shalat bersama anggota masyarakat di masjid lingkungan istana.

Aku datang terlambat karena jalan kaki dari kantor. Acaranya tidak di dalam ruangan sehingga kalau masuk terlambat bisa mengganggu pemandangan. Tapi waktu itu, berlangsung di lapangan, artinya wartawan berjalan lewat belakang orang shalat sehingga tidak mungkin mengganggu.

Itu baru pertama kalinya aku masuk. Aku bertanya kepada salah satu penjaga yang berdiri di remang-remang lorong jalan. Dengan gaya yang bagi orang sipil amat menjengkelkan, dia nanya-nanya dulu tujuanku datang. Interogasi.

Kupikir setelah itu sudah selesai, lalu, aku bisa langsung bergabung ke kelompok wartawan yang berada di dekat taman depan masjid. Eh, ternyata, masih disuruh minta izin lagi ke penjaga lain. Sepertinya komandannya.

Sudah begitu masih ditegur soal keterlambatan kedatanganku itu. Katanya, mengapa tidak memberitahu lewat SMS dulu sebelumya. Aku tidak mengerti maksudnya. Aku mesti memberi SMS kepada siapa, lha itu baru pertama kali aku menginjakkan kaki ke sana. Tapi aku menyimpulkan bahwa memang susah berhadapan dengan penjaga macam itu.

Hal yang sederhana dibikin sulit. Dia tinggal memintaku jalan bergabung dengan wartawan, masih dibikin ribet. Toh, aku datang dan ijin juga mempunyai identitas yang jelas seperti kartu istana dan kartu press.

Aku tahu, mereka sebenarnya sedang menerapkan ilmu intelijen dengan menaruh kecurigaan kepada siapapun. Tapi, ya, apa tidak punya sikap yang lebih halus bila masyarakat sipil.

Wednesday, June 4, 2008

kebebasan

"Sesungguhnya manusia telah meraih kebebasan persis saat mengharap kebebasan itu sendiri."

Voltaire (1694-1778), Filsuf Prancis