Tuesday, June 24, 2008

Perencanaan, Problem Media Online

Dalam rapat-rapat redaksi media online, problem yang sering muncul ke permukaan ialah masalah perencanaan isu atau perencanaan liputan yang akan digarap. Padahal, soal ini merupakan syarat utama sebuah media dapat menyajikan hasil jurnalistik yang baik dan menarik. Terutama supaya informasi yang pernah diberitakan tidak terputus di tengah jalan.

Perencanaan isu dan liputan ini penting karena untuk menghindari media yang bersangkutan kehilangn arah pemberitaan. Apabila menemukan running berita di media tertentu sering terpotong-potog atau mencar-mencar, hal itu akibat pengelola media tidak menerapkan perencanaan sebelum menugaskan reporter ke lapangan.

Apabila pembaca media itu memahami betul tentang kasus-kasus semacam itu, dia akan berpikir bahwa orang-orang yang terlibat dalam redaksi yang bersangkutan hanya sekedar mengikuti peristiwa yang ada di permukaan saja. Atau mengekor dengan media-media mapan lain. Sebab, redaksi itu pasti tidak dapat membuat perencanaan atau mengelola isu dengan matang.

Penulis pernah menemukan kasus semacam itu di redaksi Okezone.com. Tapi, kemudian memang terus melakukan perbaikan-perbaikan secara sangat serius. Jadi, saat itu, ketika rapat redaksi berlangsung setiap akhir pekan, awak media hanya melakukan evaluasi-evaluasi kerja jurnalistik secara ringan. Misalnya, hanya membahas soal keluh kesah.

Di luar itu, membahas dengan sungguh-sungguh mengenai bahan pemberitaan yang akan dikembangkan selanjutnya, belumlah dilakukan dengan baik. Kalaupun pemimpin rapat meminta reporter untuk menyampaikan pendapat, itupun dilakukan secara tidak tegas sehingga tidak terjadi proses timbal balik sama sekali.

Harus diakui pula bahwa persoalan kemandegan komunikasi ide antara redaktur dengan reporter, terjadi bukan hanya karena tim inti redaksi kurang matang dalam manajemen, melainkan juga pihak repoter yang merupakan ujung tombak tidak media tidak memiliki semangat sebagai jurnalis. Mungkin saja mereka terlalu meremehkan fungsi perencanaan atau lebih senang bekerja sekenanya saja.

Pengelolaan isu dengan baik dan pembuatan perencanaan secara matang merupakan salah strategi memajukan media. Hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Di tengah perkembangan new media di Indonesia dewasa ini, orang-orang redaksi harus ulet dan disiplin dalam mengelola garapan pemberitaan.

Salah satu contoh media online di Indonesia yang sudah memiliki disiplin membuat perencanaan ialah Detikcom. Redaksi Detik yang barangkali memelopori media pemberitaan dengan teknik running di Indonesia ini sudah cukup cerdas untuk melakukan itu. Biasanya, mereka akan mengikuti secara konsisten kasus tertentu yang hangat atau pernah hangat. Mereka mengembangkannya secara terus menerus.

Kemampuan seperti itu sudah pasti membuat media kompetitor menjadi agak tegang. Betapapun media yang bersangkutan menilai isu yang dikembangkan Detik tidak terlalu menarik, tapi tetap mengakuinya sebagai kekalahan dalam hal memanajemen sebuah berita atau isu tertentu yang terjadi di tengah masyarakat.

Sebagian redaktur di Koran Tempo sangat menghargai usulan dari reporter. Saat penulis masih bekerja untuk redaksi Tempo, hampir tiap malam ditelpun untuk memberikan perencanaan besok. Atau tiap pagi SMS ke redaktur untuk mengusulkan tema liputan hari itu. Ini jelas membuat reporter sadar dan selalu dalam keadaan berpikir mencari ide.

Dalam rapat-rapat redaksi, pastilah kasus kurangnya koordinasi semacam ini menjadi
pembahasan. Tidak ada media yang tidak memikirkan hal itu. Hanya saja, kendalanya ialah disiplin tim inti untuk bersedia mencatat tema-tema tertentu yang dinilai akan menarik.

Kemudian, secara konsisten mengajak awak redaksi untuk mengemukakan pemikiran dan idenya saat berlangsung rapat.

Rapat redaksi bukan hanya tempat untuk mengeluh soal capeknya bekerja dan masalah negosiasi gaji. Melainkan juga untuk adu ide, latihan mengusulkan perencanaan yang bernilai positif untuk pengembangan media yang bersangkutan. Itulah yang disebut bekerja sebagai jurnalis.

Tim inti redaksi harus memberikan cerminan semangat untuk memajukan media, bagi reporter.

4 comments:

Insaf Albert Tarigan said...

Sebaiknya memang kita bicara secara jujur dan terbuka. Aku pikir sebagai reporter teman-teman tak hanya memikirkan perut alias gaji seperti yang anda katakan. Bukan pula meremehkan profesi jurnalis. Sebagai contoh aku pernah berdisuksi dengan anggi lalu uky dan fitra soal judul berita desi mengaku masih perawan awal bekerja dengan max. Aku juga memprotes melalui E-mail ke kantor soal sumber berita anonim di kejaksaan agung yang mengatakan Muladi sebagai pengganti Hendarman. Aku mengkonfirmasi ke Mamik yang tugas di kejagung, siapa sumber yang dimaksud dan apakah benar dia berkata demikian dan mengapa harus anonim. Hari itu Uky dan Kemas gencar memainkan isu Muladi pengganti Hendarman, besoknya berita tersebut nyaris hilang dan ketika aku melanjutkan pipie bilang, "kayaknya seharian nggak mainin isu itu", Jadi benar, ketika anda mengatakan Okezone kurang konsisten dan tak matang merencanakan isu, tapi cenderung suka mengekor. Dan jujur secara pribadi aku menganggap Okezone benar-beanr bergosip seperti tabloid gosip ketika mengatakan Muladi pengganti Hendarman tapi kemudian ditinggal begitu saja.

Siswanto said...

Saya setuju. Kredibilitas

Anonymous said...

waduh romo sis ini memang guru saya menjadi seorang reporter yang tidak oportunis. BTW, mo, saya setuju dengan ide Romo, bahwa sebuah mendia harus membuat perencanaan yang matang atas isu yang akan dibertikan. Namun demikian, alangkah bijak lagi,ketika kita memahami kemnali kemampuan kita masing-masing sebagai garda depan atau tombak dilapangan. Apakah kita sudah mampu menguasai isu, sebara dalam kita mempunyai komitmen mengembangkan ide dan membangun mendia yang kita garap. sungguh naif, ketika kita mengatakan managenet pembeeitaan buruk tapi tidak pernah bercermin kemampuan kita dilapangan. sebagai ujung tombak kita harus sadar, bahwa manajemen berita atas tidak slemananya bagu, untuk itu kirta yang dilapangan haruslah pandai memanikan isu dan berkomiten membangun media kita. apa salahnya kita mainkan isu, baru kita lempar kekantor. media online hanya menampung ramuan dari lapangan. kita yang mencekoki kantor bukan kantor mencekokin kita.. tapi tidak salah juga kita menegur kantor, baru kita menuntut gaji dan menyalahkan sistem pemberitaan.

Anonymous said...

waduh romo sis ini memang guru saya menjadi seorang reporter yang tidak oportunis. BTW, mo, saya setuju dengan ide Romo, bahwa sebuah mendia harus membuat perencanaan yang matang atas isu yang akan dibertikan. Namun demikian, alangkah bijak lagi,ketika kita memahami kemnali kemampuan kita masing-masing sebagai garda depan atau tombak dilapangan. Apakah kita sudah mampu menguasai isu, sebara dalam kita mempunyai komitmen mengembangkan ide dan membangun mendia yang kita garap. sungguh naif, ketika kita mengatakan managenet pembeeitaan buruk tapi tidak pernah bercermin kemampuan kita dilapangan. sebagai ujung tombak kita harus sadar, bahwa manajemen berita atas tidak slemananya bagu, untuk itu kirta yang dilapangan haruslah pandai memanikan isu dan berkomiten membangun media kita. apa salahnya kita mainkan isu, baru kita lempar kekantor. media online hanya menampung ramuan dari lapangan. kita yang mencekoki kantor bukan kantor mencekokin kita.. tapi tidak salah juga kita menegur kantor, baru kita menuntut gaji dan menyalahkan sistem pemberitaan.