KONON cerita, ada seorang petinggi media yang jadi broker jabatan. Ia menawarkan kepada seorang saudagar kaya raya kenalan agar masuk lingkaran kekuasaan. Istilahnya, ia membukakan jalan agar si saudagar bisa menjadi bagian dari panggung kekuasaan.
Berceritalah si petinggi media itu kepada pengusaha kenalannya. Manfaatnya besar sekali, kalau nanti saudagar bisa duduk di panggung kekuasaan. Di antaranya, untuk kelancaran dan keamanan bisnis. Lalu, lama-lama terpupuklah semangat sang saudagar.
Kepada pedagang besar itu, si petinggi media tadi juga berjanji akan ikut mengupayakanya lolos. Tapi, tentu saja tidak gratis.
Salah satu cara yang dipakai ialah si petinggi media itu akan menghembus-hembuskan profil si pengusaha kepada pengambil kebijakan yang punya otoritas untuk merekrut orang-orang baru untuk memperkuat lembaganya.
Di berbagai kesempatan pertemuan dengan petinggi lembaga, si orang media nakal itu selalu memuji-muji habis-habisan si saudagar yang dijagokannya.
Tujuannya ialah, agar si petinggi lembaga tertarik dan memasukan si pengusaha di jajarannya. Lewat kemasan berita dan lewat lobi-lobi kelas tinggi dilakukan.
Lama-lama si petinggi di panggung kekuasaan itu terpengaruh juga dengan strategi komunikasi yang dimainkan orang media tadi.
Mengapa kemudian ia tertarik, selain karena profil si pengusaha itu bagus, juga karena pengaruh yang dimiliki si petinggi media. Karena bagaimanapun juga level si orang media ini cukup berpengaruh.
Si petinggi lembaga itu berpikir, kalau suatu saat nanti si pengusaha itu ternyata bermasalah setelah masuk lingkaran kekuasaan, maka si orang media yang kuat ini diharapkan bisa ikut memback up.
Bukan cuma memback up si pengusaha tadi, melainkan juga lembaganya, terutama jika ada kasus menghadang. Biar aman. Atau paling tidak, semua kesalahan si pengusaha maupun jajarannya kelak tidak akan diungkap semuanya secara detail ke publik.
No comments:
Post a Comment