SEPERTI BIASA, semua wajah kelompok wartawan ini ceria usai memenuhi undangan salah satu anggota dewan di salah satu kota Tanah Air. Wartawan yang selama ini dikenal sebagai koordinator lapangan alias korlap berjalan enerjik dengan wajah sumringah.
Sambil berjalan, tangannya masuk ke dalam tas. Semua teman-temannya sudah tahu kalau korlap ini sedang menghitung isi amplop. Pelan namun pasti, lembar demi lembar rupiah dihitung. Sebab, pembagian harus merata agar tidak muncul suara-suara sumbang di kemudian hari.
Dengan kode tertentu, ia panggil temannya. Begitu teman mendekat, tangan korlap masuk ke kantong celana teman yang baru dipanggilnya. Karena sudah tahu ada pencairan dana, teman-teman lain walau sebenarnya belum dipanggil, mereka mulai mendekat satu persatu ke korlap.
Proses pembagian uang amplop pun selesai dengan lancar. Korlap sudah bisa bernafas lega karena tugasnya selesai tanpa cek cok dengan temannya. Biasanya ada saja grundelan karena jatah kekecilan, mungkin setelah kena potong korlap.
Sesampai di luar gedung, keheningan suasana tiba-tiba terpecah oleh teriakan si korlap. Kontan teman-temannya yang tadi sudah mulai pergi, kaget dan berhenti begitu dengar korlap mereka histeris.
Sambil membuka-buka tas untuk meneliti isinya, si korlap bilang, ia tidak kebagian jatah. Agaknya, ia tidak akurat saat menghitung jatah tadi. Dipikirnya, sudah ambil jatah untuk diri sendiri. Tapi, ternyata belum.
No comments:
Post a Comment