LAGI-LAGI ini cerita tentang Pak Bronto, petinggi di bidang olah raga yang banci tampil di media. Hari itu, wajahnya sumringah setelah bisa bicara di depan wartawan. Ia bicara soal organisasi olah raga lagi dengan harapan besar dapat dimuat.
Seperti biasanya, wartawan mesti kerja dua kali kalau wawancara dengan dia. Soalnya, kalimatnya sama sekali tidak sistematis, kadang-kadang kata-katanya terbalik-balik. Jika diibaratkan tulisan, kalau ia menulis, tulisannya seperti ceker ayam dan tidak logis.
Setelah selesai memberi wawancara, seperti hari-hari sebelumnya, tanpa berat hati, Pak Bronto membagi-bagikan uang amplop. Kadang, wartawan menolakpun, ia paksa untuk menerimanya. Sebagai pertemanan, katanya.
Singkat cerita, keesokan hariinyaaaa. Datang-datang, ia panik bukan main. Wajah dan lehernya berkeringat. Kepada wartawan ia bilang begini, “Ah, aku kena tegur lagi dari atasan.”
Lalu, ia melanjutkan, “Maksud omonganku itu begini, bukan begitu seperti yang ada di media. Aduh, bagaimana ini ya.”
Rupanya dipernyataannya kemarin, ia bermaksud menyanjung organisasi. Tetapi, ia mengakui mungkin salah bicara sehingga tertangkap media secara lain. Sehingga ketika jadi berita, seolah-olah Pak Bronto sedang menghajar organisasinya. Pantas bosnya murka.
Begitu selesai bicara soal penyebab kegelisahannya, lantas Pak Bronto yang dikenal bicaranya belepotan itu mengajak wartawan untuk konferensi pers lagi. Intinya untuk meluruskan pernyataannya yang telah mengundang makian dari atasan.
Usai memberi keterangan, ia bilang, “Tolonglah, aturlah bahasaku jadi yang baik-baik ya. Maksudku begini, bukan begitu, ya.” Setelah itu, Pak Bronto membagi-bagikan amplop kepada wartawan.
HIKMAH: Jangan salah ngomong, biar tidak mengeluarkan amplop sampai dua kali.
No comments:
Post a Comment