Friday, October 22, 2010

Dulu Tolak Amplop, Sekarang Bagi-bagi Amplop

SELAMA jadi wartawan di lapangan, cewek satu ini dikenal oleh teman-temannya selalu tidak mau terima amplop dari narasumber. Karena menurutnya, hadiah apapun dari narasumber itu tidak boleh diterima karena bisa membuatnya tidak bebas sebagai jurnalis.

Kadang-kadang, narasumber sampai menitipkan amplop lewat teman-temannya, tapi cewek ini tetap saja tidak mau terima. Dan terkadang, ia sampai mengembalikan sendiri hadiah itu ke humas panitia acara yang pernah mengundangnya.

Dia sangat menjaga reputasi sebagai wartawan di lapangan. Menerima hadiah dari narasumber, berarti mengurangi harga dirinya, kira-kira begitu.

Beberapa tahun kemudian, dia keluar dari media massa tempatnya bekerja. Dia pindah kerja ke bagian hubungan masyarakat / public relation di salah satu company.

Karena perusahaannya tempat bekerja si cewek ini bergerak di bidang layanan publik, jadi hampir setiap bulan menyelenggarakan konferensi pers untuk mengumumkan pencapaian layanan atau peluncuran layanan baru.

Bulan itu adalah bulan pertama dimana cewek yang sekarang jadi public relation perusahaan ini harus mengundang para wartawan agar meliput konferensi pers.

Dia stres. Apa yang membuatnya pusing tujuh keliling? Soalnya, sekarang dia harus mendata wartawan dan tentu saja menyiapkan anggaran untuk mereka.

Anggaran ini nantinya diperuntukkan untuk kebutuhan pengadaan souvenir yang akan dibagi-bagikan kepada wartawan. Atau bisa untuk anggaran amplop.

Nah, kalau dulu cewek ini selalu menolak pembagian amplop, sekarang dia mau tidak mau dia harus mengurusi amplop. Bahkan, dialah yang bertugas membagi-bagikannya.

2 comments:

ReBorn said...

kayak udah ngejamur ya amplop-amplopan :p
ntar kalo lu dikasi ama dia, lu tolak aja sob, biar dia tau rasanya gimana. klo engga kasih gw aja deh. ghahaha.

Siswanto said...

bisa aja lu bro. hehe. tenang, tar dibagi deh amplopnya yak.