KONON, di salah satu provinsi kaya ada salah satu perusahaan yang akan go public. Karena itu, perusahaan ini harus menjual sahamnya ke publik.
Nah supaya harga saham perusahaan ini bagus, dibutuhkanlah suatu promosi sekaligus pencitraan terhadap nama perusahaan. Kalau semuanya OK, tentu saja nasib perusahaan ini akan semakin mantap saja.
Bagaimana caranya, tentu saja dibutuhkan strategi-strategi khusus. Rupanya, pemilik perusahaan yang sedang naik daun ini tahu betul strateginya. Promosi dan pencitraan tentu saja harus dibangun lewat media massa.
Singkatcerita, agar semuanya mulus, perusahaan memudahkan penjualan sebagian saham kepada wartawan. ,
Pada waktu proses penjualan saham, ada wartawan yang dengan senang hati memanfaatkannya, ada yang malu-malu, ada yang sembunyi-sembunyi, tapi tidak sedikit juru warta yang menolaknya dengan alasan dilarang oleh kode etik.
Perusahaan itu tentu saja tidak secara gamblang minta timbal balik agar selalu mempublikasikan segala sesuatu tentang perusahaan dari segi positif saja. Dalam dunia wartawan nakal, amplopan alias hobi 86, dengan sendirinya, mereka tahu harus bersikap bagaimana setelah menerima kemudahan seperti itu.
Semula, cerita bagi-bagi saham ini rapi tersimpan. Terkubur berminggu-minggu. Sampai suatu hari, kasus ini terungkap dan menjadi cerita terkenal di kalangan wartawan provinsi itu.
Jadi begini. Gara-garanya ada salah satu wartawan yang bisa dikatakan agak senior datang ke salah satu bagian di perusahaan. Ia minta bagian saham karena selama ini sudah sering meliput segala sesuatu terkait dengan bidang yang digeluti perusahaan.
Tapi, juru bicara perusahaan terpaksa tidak meluluskan permintaan si oknum wartawan itu. Ia bilang kalau semua sudah dibagi rata. Dan semua sudah tersenyum.
Si wartawan agak senior itu kaget bukan kepalang. Selidik punya selidik, ternyata jatah yang harusnya ia terima sudah jatuh ke rekan satu kantor yang lebih gesit.
---Hatinya pun misuh---
No comments:
Post a Comment