RUPANYA, sore itu di sebuah ruangan gedung wakil rakyat ada sekitar sepuluh wartawan. Tumben-tumbenan. Biasanya, jam-jam segitu, semua sudah pulang atau kembali ke redaksi masing-masing.
Macam sidang saja. Di ujung bangku, duduklah wartawan yang selama ini dikenal sebagai korlap alias koordinator lapangan. Korlap itu biasanya diperankan wartawan yang lihai membikin panitia acara atau humas cair alias bisa mengeluarkan uang amplop.
Sementara itu, teman-temannya duduk berderet mengelilingi meja kayu. Ada yang senyum-senyum, ada yang cekikikan, ada yang sepertinya tak sabaran. Entahlah.
Usut punya usut, ternyata di bawah meja, tangan korlap dengan cekatan menghitung amplop yang didapat tadi siang dari anggota dewan yang menggelar konferensi pers tentang program fraksi.
Walau para wartawan ini sudah sangat familiar dengan amplop, tetap saja kalau urusan hitung-menghitung atau pembagian jatah, masih malu-malu alias sok jaga image. Entah image apa yang sedang dijaga.
Begitu yakin jumlah amplop cukup untuk semua wartawan di ruangan itu, korlap mulai membagi-bagikan. Cara pembagian amplop mengingatkan pada pengawas ujian yang membagikan lembar soal kepada siswa.
Amplop di berikan ke teman terdekat, lalu dioper lagi ke teman sebelahnya sampai ke tangan wartawan yang duduk paling ujung. Begitu seterusnya sampai tinggal satu amplop di tangan korlap. Karena korlap sudah yakin seyakinnya bahwa semua kebagian rejeki, ia langsung memasukan amplop bagiannya ke kantong celana.
Ketika rapat rahasia dan tanpa suara itu hendak disudahi, tiba-tiba seorang wartawan yang duduk sebelah kiri ujung berteriak lirih. “Oper doooong.” Semua langsung kaget. Rupanya, wartawan itu belum kebagian operan.
1 comment:
mau donk dioperrrrrrr hahaha
by dewi athena
Post a Comment