JELANG pertandingan sepak bola piala menteri, panitia penyelenggara menggelar konferensi pers. Tempatnya di kantor stadion terbaik di kota itu.
Karena event ini masuk kategori bergengsi, panitia hanya mengundang wartawan-wartawan dari media top nasional maupun lokal. Yang datang pun haruslah wartawan olahraga.
Seleksi untuk bisa masuk ke acara konferensi pers pertandingan sepak bola piala menteri sangatlah ketat. Kalau tidak punya identitas jelas, pastilah bisa masuk.
Datanglah dua orang laki-laki yang dengan kartu pers besar yang menggantung di dadanya. Pakaiannya necis. Pakai rompi hitam dengan kantong sangat banyak kanan kiri atas bawah.
Mereka ingin sekali ikut konferensi pers karena biasanya acara seperti ini ada uang amplopnya.
Tapi, nampaknya mereka tidak begitu percaya diri masuk ke arena konferensi pers. Wartawan-wartawan olah raga mengenalnya sebagai wartawan pemburu amplop. Tepatnya wartawan bodrek. Medianya kadang terbit, kadang tidak terbit. Tapi lebih banyak tidak terbitnya.
Seorang wartawan muda dari media nasional olah raga kebetulan melintas di dekat mereka. Dua wartawan setengah baya itu memanggilnya.
Mereka ingin pinjam korek api. Wartawan muda yang juga perokok ini pun meminjamkan korek api. Lalu, ia ingin pergi lagi. Tapi, sebelum pergi, dua wartawan bodrek itu panggil lagi.
Duo wartawan bodrek itu bertanya-tanya soal jadwal pertandingan. Lalu, ia bercerita soal cuaca. Kemudian cerita soal gedung stadion. Si wartawan muda yang saat itu tengah buru-buru ingin masuk karena acara konferensi pers akan segera dimulai, hanya jawab-jawab sekilas saja.
Tidak lama kemudian. Wartawan muda masuk. Di belakangnya duo wartawan setengah baya itu mengikuti. Panitia tidak memeriksa lagi duo wartawan itu karena mengira teman si wartawan muda. Sukseslah rencana si duo itu ikut konferensi pers.
Belakangan, si wartawan muda sadar. Kalau tadi dikerjai duo wartawan itu. Mereka pura-pura mengakrabinya di dekat panitia acara biar bisa lolos ke acara konferensi pers.
No comments:
Post a Comment