DI KANTOR organisasi pers yang selama ini dikenal sering berkampanye tentang idealisme, berkumpul puluhan wartawan. Waktu itu ada acara syukuran. Karena skalanya nasional, diundanglah tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan, sampai anggota DPRD.
Benar-benar kejutan. Ternyata di antara wartawan yang berkumpul, ada beberapa pemuda yang selama ini dikenal sebagai wartawan bodrek. Wartawan yang medianya kadang terbit, kadang tidak terbit. Tapi lebih sering tidak terbit.
Kedatangan mereka disebut kejutan karena selama ini tidak pernah ada ceritanya wartawan bodrek mau datang ke acara yang diselenggarakan organisasi kewartawanan.
Usut punya usut, ternyata mereka datang ke acara syukuran ini karena ada pejabat-pejabat pemerintahan yang hadir. Mungkin, mereka pikir, acara ini banyak duitnya. Ada uang amplop, kira-kira begitu.
Tiga jam kemudian, acara bubar. Wartawan-wartawan dari organisasi kewartawanan pun satu persatu pergi. Tapi, ada beberapa di antaranya yang iseng. Karena mereka tahu ada wartawan bodrek datang, berpura-puralah mereka memegang kertas yang dilipat-lipat mirip amplop yang kemudian dimasukkan ke celana.
Sambil berlalu di dekat beberapa bodrek, wartawan-wartawan tadi sengaja ngobrol agak keras. Mereka bilang baru dikasih uang dari anggota DPRD.
Tentu saja si bodrek bersemangat. Mereka pikir, memang ada pembagian amplop beneran. Wartawan bodrek pun menunggu sambil berharap-harap segera dapat jatah amplop.
Sekretaris organisasi kewartawan yang masih lugu heran sekali dengan pemuda-pemuda itu. Yang lain sudah pulang, kok, mereka belum pergi juga. Dia berpikir. Oh, mungkin wartawan-wartawan ini sedang menunggu kertas siaran pers.
Lalu sekretaris itu masuk lagi ke sekretariat untuk ambil siaran pers. Setelah keluar lagi, ia langsung membagi-bagikan kepada tiga wartawan bodrek tadi.
Si bodrek kecewa berat. Nunggu amplop, malah dikasih kertas press release. Mau marah dan mau nodong, tentu saja mereka tidak punya nyali untuk itu karena sedang berada di kantor organisasi kewartawanan. Akhirnya, mereka pergi tanpa pamit dengan wajah murka.
No comments:
Post a Comment