DI salah acara ramah-tamah di lembaga anti korupsi pertengahan tahun, puluhan wartawan kumpul. Wartawan resmi maupun wartawan yang selama ini dikenal sebagai bodrek ikut acara yang dihadiri banyak pejabat tinggi itu.
Empat wartawan bodrek itu memisahkan diri dari teman-temannya yang wartawan resmi. Mereka bergerombol. Duduk-duduk santai sambil memperhatikan pejabat-pejabat yang kadang-kadang keluar ruangan untuk pergi ke toilet.
Tibalah acara makan-makan. Para wartawan resmi langsung mendekati narasumber-narasumber yang sejak tadi ditunggu. Mereka mewawancarai mereka. Empat wartawan bodrek yang baru nongol di lembaga anti korupsi itu pun ikut-ikutan berdesakan dengan wartawan resmi di depan narasumber.
Nah, begitu selesai acara ramah tamah, para pejabat yang hadir, satu persatu meninggalkan ruangan. Mereka dibagi-bagi tas yang berisi souvenir dan buku tentang Undang-undang Pemberantasan Korupsi, stiker anti korupsi dan lain sebagainya.
Para pewarta pun kebagian souvenir itu. Tetapi, ada pemandangan lucu yang ditunjukkan empat wartawan bodrek setelah mereka menerima tas dari panitia.
Di dekat pintu gerbang gedung anti korupsi, mereka membongkar-bongkar seluruh tas tangan itu. Semua isinya dikeluarkan. Sepertinya mereka sedang berusaha menemukan sesuatu yang sangat berharga di hidup ini. Beberapa menit kemudian, mereka memasukkan buku, stiker, dan lainnya ke dalam tas dengan marah.
Kembalilah mereka ke dalam gedung lembaga anti korupsi buru-buru. Mereka mencari panitia.
Wartawan-wartawan resmi yang tengah membuat laporan untuk redaksi masing-masing memperhatikan keempat bodrek yang terlihat kecewa itu.
Keempat wartawan bodrek itu kemudian bisa menemukan panitia bagian hubungan masyarakat yang tengah berdiri di dekat parkiran gedung. Setelah mereka bertemu, mereka terlibat perbincangan.
Tak tahu apa yang sedang dibicarakan, tapi pertemuanitu hanya berlangsung singkat. Keempat wartawan itu pergi dengan bersungut-sungut. Satu di antaranya mengumpat-umpat.
Setelah bertemu wartawan bodrek, panitia bidang humas tadi menemui wartawan resmi dan bercerita. "Mereka kira di sini ada amplop, salah tempat mereka," kata panitia yang juga mantan wartawan sambil tertawa lebar-lebar.
"Tadi saya seperti memberi kuliah kepada mereka (bodrek) kalau di lembaga seperti ini tidak ada begituan (amplop). Kan, hal itu juga dilarang dalam kewartawanan."
Mendengar cerita panitia, sambil menulis berita, wartawan resmi cuma bisa cengar-cengir sambil melihat keempat wartawan bodrek yang menunggu angkutan umum di seberang gedung lembaga anti korupsi.
No comments:
Post a Comment