CERITANYA begini. Ada seorang pengusaha keturunan China yang menjadi tersangka korupsi. Di awal pekan, ia datang ke kantor kejaksaan untuk memenuhi panggilan.
Karena kasus yang menjeratnya berat karena merugikan keuangan negara miliaran rupiah, jadi waktu itu banyak sekali orang media yang meliput kedatangannya. Milyarder ini ditunggu-tunggu sekitar 30 juru warta di depan kantor jaksa.
Sejam kemudian, pengusaha kakap keluar dengan wajah capek. Kuping merah dan lehernya berkeringat. Wartawan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Setelah sesi tanya jawab selesai, pengusaha itu menuju mobil hitam mewah yang telah menunggu.
Sebelum masuk ke mobil. Ia berhenti sejenak. Lalu, ia merogok sesuatu dari dalam tas kulitnya. Setelah balik badan, pengusaha ini tanya ke wartawan.
“Mana koordinator wartawannya. Mana koordinator wartawannya, sini, sini,” katanya dengan nada cepat. Wajahnya sumringah.
Wartawan yang masih berkumpul di lobi gedung saling melihat. Ada yang bilang ke pengusaha itu, tidak ada koordinator wartawan di sana.
“Ini ada buat kalian (uang). Ayo ke sini, ayo ke sini,” kata pengusaha itu dengan logat China-nya sambil menyeringai.
Wartawan-wartawan yang berada di barisan paling depan secara serempak menolak tawaran pengusaha yang jadi tersangka itu.
Karena tidak ada yang mau menerima uang, pengusaha berjalan lagi mendekati wartawan. Ia mengaku heran. “Ada juga wartawan seperti kalian ya, tidak mau ini (uang),” katanya senyum-senyum.
Si pengusaha kemudian membaur dengan wartawan. Kejadian ini benar-benar mengejutkan. Setelah basa basi sana sini, si pengusaha curhat kalau selama ini sering didatangi wartawan yang umumnya minta uang setelah selesai wawancara. Atau sebagian wartawan lagi mengajukan proposal proyek.
Sampai-sampai si pengusaha memiliki pemahaman tersendiri tentang wartawan. Bahwa wartawan itu juga suka harus dibayar selesai wawancara. Kalau tidak, beritanya bisa miring ke sana kemari. Jadi harus dibayar.
Malahan, ada sekelompok wartawan yang rutin sekali menyambangi pengusaha itu ke kantor tiap hari raya. Alasannya untuk menyampaikan ucapan selamat. Terus, kartu ucapan yang mereka bawa, biasanya juga mencantumkan nama puluhan wartawan, lengkap dengan nama media.
Mungkin saking gemesnya, si pengusaha kaya itu bilang ke wartawan di kantor jaksa. “Wartawan itu sebenarnya agamanya apa. Natal datang minta THR, Lebaran datang minta THR, Tahun Baru datang minta THR, Imlek datang lagi minta THR.”
Kontan saja, wartawan kantor jaksa tertawa terpingkal-pingkal setelah dengar curhatan si pengusaha kakap itu.
No comments:
Post a Comment