TUMBEN sekali siang itu di sebuah kantor polisi. Wartawan yang dikenal suka menguber-uber amplop berkumpul bersama wartawan yang anti amplop. Soalnya, biasanya wartawan amplopan suka tidak betah duduk berlama-lama, karena di kepalanya selalu berpikir bagaimana cara dapat uang dari narasumber.
Beberapa wartawan koran yang anti amplop bisik-bisik. “Ada press release di restoran A, yang membikin acara perusahaan properti.”
Beberapa wartawan amplop tentu saja dengar bisik-bisik itu. Soalnya, kan, mereka ada di satu ruangan. Tapi, karena selama ini mereka tidak terlalu dekat, para pencari amplop tidak berani bertanya soal kapan acara press release itu diselenggarakan.
Sejurus kemudian, wartawan anti amplop satu persatu pergi. Mereka menuju sepeda motor masing-masing yang diparkir di belakang kantor polisi.
Tidak lama setelah wartawan anti amplop pergi, para wartawan amplop juga angkat kaki. Mereka ingin mengikuti kemana perginya wartawan anti amplop tadi.
Seperempat jam kemudian, sampailah para wartawan anti amplop itu di depan restoran A. Sebuah restoran yang terkenal mahal. Dan sering dijadikan tempat konferensi pers para pejabat pemerintah. Setelah memarkir kendaraan di parkiran restoran yang luas, mereka mereka tidak masuk ke restorannya, melainkan ke warung makan tradisional yang terletak samping resto.
Beberapa menit kemudian, datanglah rombongan wartawan amplop. Mereka melihat, sepeda motor para wartawan anti amplop terparkir di depan restoran. Mereka buru-buru ikut memarkir di sana. Lalu, mereka berlari-lari kecil sambil bersiul-siul masuk ke dalam resto.
Di dalam suasananya sepi. Lalu, mereka duduk di salah satu bangku dan memesan jus mangga. Mereka pikir, mungkin datang terlalu cepat sehingga panitia acara konferensi pers dari pengusaha properti belum datang.
Sejam ditunggu. Tapi ternyata tidak ada tanda-tanda ada acara press release. Mereka mulai khawatir. Tak lama kemudian, mereka keluar lagi dengan kepala tertunduk. “Dimana acaranya ya,” kata salah satu di antara mereka sambil melihat ke sana kemari.
Para wartawan anti amplop terpingkal-pingkal di dalam rumah makan tradisional. Mereka melihat para para wartawan bodrek sedang kebingungan dan gondok di teras restoran. Kena para wartawan amplop itu. Dikerjai habis.
******
Keesokan harinya, tanpa disengaja dua kelompok wartawan itu bertemu lagi di lobi kantor walikota. “Brader (brother), bohong yang kemarin. Kami datang kok kosong tuh restoran,” kata salah satu wartawan pencari amplop.
“Tempat jumpa persnya dipindah ke tempat lain sama panitia acara, pren (friend),” kata seorang wartawan anti amplop sambil berusaha keras menahan tawa.
“Kok tidak bilang-bilang ke kami. Kami sampai beli jus kemarin itu. Mahal pula harganya. Mestinya telpon dong brader, duh,” kata wartawan amplop.
“Hmmm betul juga. Tapi kami tidak punya telpon kalian. Bingung juga kami kemarin itu,” kata wartawan anti amlop.
Perbincangan kedua kelompok wartawan selesai setelah salah satu wartawan amplop memberikan nomor teleponnya kepada wartawan anti amplop. “Please, brader, kalau ada info jumpa pers kasih tau yach.”
2 comments:
ebujug dia negbahas AMPLOP ajah looo
wkwkwkkwkwkwk iya no
Post a Comment