Wednesday, January 5, 2011

“Aman”

DI pertengahan tahun, berlangsunglah sidang di gedung wakil rakyat. Tumben waktu itu kursi anggota dewan yang kosong sedikit, padahal biasanya sampai puluhan.

Di sela-sela sidang, seorang wakil rakyat keluar ruang. Seorang wartawan yang sejak lama menunggunya, akhirnya langsung menyodori dengan pertanyaan.

Setelah selesai wawancara, tiba-tiba tangan si anggota dewan mengeluarkan duit. Uangnya pecahan Rp1.000 dan Rp10.000. Entah jumlahnya berapa, tapi sampai segenggaman tangannya.

“Maaf mas, saya lagi ga bawa amplop. Nih mas, terima ya,” kata si anggota dewan sambil menyodorkan segepok uang.

Kontan, si reporter kaget. “Aduh pak, apaan nih.

“Ini buat mas. Saya lagi ga sempet bawa amplop,” kata si anggota dewan lagi.

“Maaf pak, ini memang sudah tugas saya. Jadi bapak ga usah repot-repot untuk ngasih beginian (uang),” jawab si wartawan dengan mrengut.

Entah dia mrengut ada rasa menyesal tidak menerima uang itu karena malu dengan dilihat wartawan lainnya, atau karena benar-benar tersinggung karena menilai wakil rakyat ini tidak sopan hendak memberinya uang liputan.

“Maaf kalau gitu mas,” kata si dewan sambil pergi dan bersalaman dengan si reporter.

Sepeninggal si anggota dewan, dari belakang nampak seorang wartawan lain tergopoh-gopoh datang. Wartawan yang suka amplop itu lalu tanya kepada temannya, kenapa uang dari anggota dewan sampai ditolak.

“Muke lu jauh,” jawab wartawan yang tadi menolak uang sambil menoyor kepala temannya. “Nih lihat!”

Lalu, si wartawan berhidung mancung itu menunjukkan SMS dari asisten anggota dewan tadi kepada rekannya. JAM 14.00 WIB, DITUNGGu DI RUANGAN. “Aman.”