SIANG itu, meluncurlah dua orang 'wartawan' yang berboncengan sepeda motor ke salah satu gedung bertingkat. Setelah parkir, si A bertanya ke si B. "Coi, kemana kita ni."
Si B menjawab, "Tenang saja kau, ayolah."
Si A yang selama ini merupakan teman baik si B pun ikut. Mereka masuk ke lobi gedung. Tak lama kemudian mereka naik ke lantai dua, menuju ke salah satu aula.
"Selamat siang," sapa mbak-mbak kepada si A dan B. Mbak ini agaknya seorang panitia yang menyelenggaraan acara peluncuran produk. Salah satu tugasnya mendaftar tamu, khususnya wartawan, yang datang.
"Siang," jawab si B.
"Dari instansi mana," tanya mbak-mbak.
"Saya wartawan dari XXXX," ujar si B.
"Ada surat undangannya, mas," kata mbak-mbak itu.
"Enggak ada, mbak," jawab si B dengan percaya diri. Padahal, si A mulai tidak enak hati.
"Maaf, mas, yang bisa masuk cuma yang kami undang saja," kata mbak-mbak.
"Kenapa bisa begitu, saya datang untuk liputan karena tema acara ini terkait dengan masyarakat," kata si B.
"Betul, mas. Tapi sekali lagi, yang bisa ikut cuma yang punya surat undangan," jawab mbak-mbak.
Agaknya panitia acara ini betul-betul selektif untuk menerima kedatangan wartawan. Tidak semua wartawan diundang, mungkin hanya media-media yang sesuai dengan arah perusahaan itu saja yang dihadirkan. Atau mungkin karena, mereka tidak ingin ada 'wartawan' bodrek yang datang.
Si A sudah putus asa, walau dia tidak ikut bicara. Ia menarik-narik tangan si B agar bergegas pergi karena sudah tidak boleh masuk ke acara peluncuran produk. Tapi, si B agaknya tak hilang akal.
Waktu itu, beberapa panitia sampai berkerumun di sana, bahkan satpam pun ikut berjaga-jaga karena situasinya agak menarik perhatian orang.
"Saya memang tidak diundang resmi lewat surat. Tpi, coba mbak-mbak perhatikan spanduk-spanduk di luar gedung yang mengumumkan adanya acara ini, itu kan sama saja dengan bentuk undangan," kata si B.
Terjadilah perdebatan sedikit setelah itu. Pada akhirnya, panitia mengerti situasinya. Entah bagaimana caranya mereka men-service, beberapa saat kemudian, dua 'wartawan' itu pun pergi dengan tersenyum. "Humas macam apa itu, di daerah ini, spanduk itu namanya juga undangan," kata si B. Si A tertawa lepas seperti baru lepas dari jebakan mulut buaya.
No comments:
Post a Comment