Thursday, January 27, 2011

Paiman dan Paimo

PAIMAN dan PAIMO yang bekerja di dua media massa yang berbeda, sore itu, sedang ngobrol soal gaji. Lalu, cekakak cekikik seperti orang tidak punya beban hidup. Tapi boleh jadi, itulah cara mereka menghibur diri saat susah.

Paiman seorang koresponden media nasional yang dibayar per berita oleh redaksi. Walau begitu, dia masih tergolong taat kode etik jurnalistik, antara lain tidak menerima amplop dari narasumber. Sedang Paimo seorang wartawan media lokal yang berstatus pegawai tetap dengan gaji di bawah UMR.

“Jadi, alasan elu nyari amplop tiap liputan itu karena gaji kecil ya Mo,” kata Paiman sambil pesan kopi di warung.

“Begitulah, Man. Emang ngehek ini kantor, gaji segitu terus,” kata Paimo.

“Lha apalagi gw, Mo. Gw tidak bergaji Mo, dibayar per berita. Kalau tulisan dimuat, baru dibayar. Tapi kok gw tetep malu kalau nyari-nyari amplop kayak elo, Mo,” kata Paiman.

“Tapi, kan berita elu sering dimuat, Man. Honor elu juga gede banget kalau dihitung-hitung per bulan,” ujar Paimo.

“Enggak juga sih, Mo. Soal amplop, menurut gw soal mental,” kata Paiman.

“Ah, bodo-lah, Man. Bos-bos ane juga ‘main’ juga. Bose lo paling juga main. Eh, selama gaji gw kecil segini, gw akan tetep terima amplop. Emang idealis bisa ngasih makan, apa,” jawab Paimo.

Paimo menambahkan, “Gini, Man. Kalau seandainya gw nanti diterima di media yang gajinya gede, baru deh, gw berenti nyari amplop. Malu, masa gaji gede masih nyari jale.”

Obrolan Paiman dan Paimo tidak berlanjut lagi, karena hujan akan turun sebentar lagi. Mereka buru-buru menghidupkan sepeda motor untuk pulang ke rumah masing-masing.

***


Setahun kemudian, ternyata, Paimo diterima kerja di media nasional. Gajinya tergolong besar untuk ukuran pendapatan wartawan saat itu. Hampir semua jurnalis yang kerja di daerah itu ngiler dengar angkanya, termasuk si Paiman.

Dan tiga bulan kemudian, para wartawan diundang untuk meliput acara peresmian proyek. Semua hadir karena ini event penting.

Usai, acara, Paimo tidak segera pulang. Dia sibuk bersama tiga teman dekatnya. Rupanya, dia mencari humas acara. Usut punya usut, ternyata dia ingin mengambil amplop yang kabarnya sudah dijatah panitia.

Paiman masih ingat dengan janji Paimo yang katanya sudah tidak akan cari amplop setelah punya gaji gede. Paiman pun ingin tahu kenapa bisa begitu.

“Ya gimana ya, Mo. Susah ngilanginnya sih ternyata… Hahahhaha….,” kata Paimo sambil melengos. “Ah, rese lu, Man, nanya-nanya itu, jadi malu gw, hahahhahah….”

Tak hanya hari itu saja, Paimo tertangkap basah oleh Paiman sedang asyik mencari jale di saat bertemu panitia. Malah, agaknya Paimo makin parah.

Entahlah. Mungkin karena keinginan untuk hidup lebih baik, bisa membuat orang agak lupa. Tapi bisa jadi si Paimo sebenarnya sedang menggugat, apalagi dia pernah bilang kalau bos-bosnya yang gajinya berlipat pun tidak terlalu peduli kode etik jurnalistik dengan rupa-rupa alasan. (si bos klik di sini)

No comments: