Thursday, December 29, 2011

Jaminan Kerja, Angin Surga Bagi ODHIV

BEBERAPA hari lalu, saya berbincang-bincang dengan teman akrab di Yogyakarta via yahoo messenger.  Kami diskusi tentang penerimaan dunia kerja terhadap ODHIV (Orang Dengan HIV). Pembicaraan ini sebetulnya bermula dari adanya berita di situs VIVAnews.com yang cukup menarik: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin lapangan pekerjaan bagi teman-teman yang positif HIV/AIDS.

Ilustrasi/google
Saya menganggap berita itu menarik karena informasinya muncul di saat sebagian dunia kerja masih menerapkan diskriminasi kepada mereka. Alasan yang dikemukakan macam-macam, ada yang takut tertular, misalnya.

Saya merasa mendiskusikan perihal berita itu dengan orang yang tepat.  Soalnya, teman dari Yogyakarta ini termasuk salah satu ODHIV. Ia bekerja di salah satu salah satu stasiun radio lokal dan memiliki prestasi yang membanggakan di sana. Saya ingin tahu apa pendapatnya terkait kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu.

Ternyata, teman saya yang termasuk satu dari sepuluh nominator kompetisi menulis blog tentang Remaja dan HIV/AIDS yang digelar AusAID – VIVAnews.com Desember 2011 itu sangat mengapresiasi berita jaminan lapangan kerja itu. Menurutnya, seharusnya memang demikian fungsi pemerintah.

“Bagus,” katanya.

“Hampir mirip kayak di Yogya.”

“Tapi di Yogya hanya sebatas Perda aja.”

Pembicaraan kami pun mengalir begitu saja. Tapi, begitu pria berusia 22 tahun ini menyatakan bahwa di daerahnya penerapan Perda (Peraturan Daerah) hanya sebatas wacana, membuat saya menjadi penasaran. Apa maksudnya. Apakah Perda yang telah dibuat dengan penggodokan yang sangat panjang itu tidak dijalankan. Atau mungkin implementasi atau birokrasinya yang tidak membuat semuanya jadi lancar.

“Ya sosialisasi Perda-nya kurang.”

Pembicaraan kami pun mulai meluas. Bukan hanya seputar masalah dunia kerja. Namun, menyerempet-nyerempet ke berbagai kebijakan lainnya. Tapi, saya biarkan saja karena memang tujuan perbincangan ini untuk mengetahui bagaimana perspektif teman-teman yang berkaitan langsung dengan dampak Perda tentang HIV/AIDS.

“Birokrasi ribet. Salah satu contohnya yang dialami temanku dulu, ketika mau akses obat, mereka susah karena harus mondar-mandir ngurus surat yang gak jelas.”

“Kan, kasihan, sudah kondisi kesehatanya kurang, masih harus begitu.”

Itulah sebabnya, dari pengalaman yang terjadi di daerah Yogya, ia berharap agar Perda tentang HIV/AIDS di Jakarta yang telah diterbitkan 2008 itu dapat dijalankan dengan lebih baik, terutama tanpa birokrasi yang bebelit-belit sehingga menyulitkan teman-teman ODHIV.

Tak hanya itu. Teman saya ini juga memberikan beberapa catatan cukup penting  agar penanggulangan HIV/AIDS berjalan sukses. Pertama, dan ini sangat penting,  adalah edukasi terhadap masyarakat harus lebih diintensifkan lagi. Sehingga semua orang dapat memahami proses penularan HIV/AIDS. Dengan demikian diharapkan penyebaran HIV terhenti, serta yang penting lagi, diskriminasi terhadap ODHIV hilang.

“Terus ada rumah sakit yang menjadi percontohan untuk penanganan ODHIV.”

“Dan setiap rumah sakit wajib mencontoh rumah sakit rujukan.”

Jadi, menurut teman saya, setiap rumah sakit yang ada di Ibukota Jakarta perlu untuk menyatukan misi dan visi dalam upaya menanggulangi HIV/AIDS, sekaligus dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi ODHIV.

“Jangan jalan masing-masing.”

Kalo di Yogya rumah sakitnya masih jalan masing-masing.”

***

Kembali ke masalah penerimaan dunia kerja terhadap teman-teman ODHIV. Teman saya yang kini mengelola sebuah buletin kesehatan di Yogyakarta itu punya pengalaman menarik yang rasanya perlu menjadi percontohan.  Lingkungan kerjanya tidak pernah memperlakukannya secara diskriminatif sejak mendaftar hingga diterima kerja pada Februari 2011 lalu.

“Tempat kerjaku yang sekarang sangat care.”

“Aku berharap sih, semua perusahaan bisa menerima ODHIV sama seperti orang biasanya.”

“Karena sebenarnya gak ada perbedaan.”

“Mereka (ODHIV) juga bisa beraktivitas dengan baik kok.”

“Ketika aku sedang beraktivitas aku sudah gak ingat lagi bahwa aku ODHIV.”

Saya pun bertanya kepada mahasiswa berprestasi di salah satu universitas di Yogyakarta ini. Apa yang akan terjadi bila dunia kerja di Indonesia masih mendiskriminasikan teman-teman ODHIV?

“ODHIV pasti stres Ini berakibat CD4 akan turun.”

“Ini pengalaman temanku. Sebetulnya, dia rajin banget minum ARV, tapi dia stres dengan statusnya. Hal itu malah bikin drop dan CD4 turun.”

Oh iya, mungkin di antara teman-teman pembaca ada yang belum mengetahui CD4 dan ARV (antiretroviral), ini penjelasannya.  CD4 ialah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel ini merupakan bagian yang penting dari sistem imunitas (kekebalan) tubuh manusia. Stres dapat menghancurkan CD4.  Bila CD4 turun, itu menandakan sistem kekebalan tubuh rusak. Makin rendah jumlah CD4, itu akan mengakibatkan orang jatuh sakit.

Apa itu ARV? ARV fungsinya dapat memperpanjang hidup ODHIV dan mendorong hidup mereka menjadi makin produktif. Obat ARV bisa menurunkan jumlah HIV dalam darah. Lalu, dapat meningkatkan jumlah sel CD4 positif.

***

Melalui penegakan Perda tentang HIV/AIDS Nomor 5 tahun 2008, Pemerintah Jakarta ingin membuktikan kepada dunia bahwa lembaga pemerintah konsisten untuk menghilangkan diskriminasi terhadap warga, bahwa hak semua orang sama.

"Tidak ada alasan bagi perusahaan menolak memperkerjakan penderita HIV/AIDS. Selama mereka memenuhi persyaratan, perusahaan wajib menerimanya,” kata Deded Sukendar, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta dikutip dari situs VIVAnews.com yang terbit pada Sabtu, 17 Desember 2011, pukul 16:49 WIB.

Bagi perusahaan yang menutup pintu bagi teman-teman ODHIV, akan dikenakan sanksi, berupa denda sebesar Rp500 juta. Sanksi ini sudah tertuang dalam Perda tentang HIV/AIDS dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Melalui penegakan Perda, Pemerintah Jakarta juga ingin menunjukkan bahwa pemerintah sangat concern terhadap upaya penanggulangan penyebaran HIV/AIDS.

Semoga, niat Pemerintah Jakarta ini benar-benar ikhlas :)

Bacaan penting lainnya:
10 Juta Pria 'Jajan' Tak Pakai Kondom 
Mitos Keliru Tentang HIV
Stop HIV, Dibutuhkan Tangan Media
Yakin Tahu HIV?
Resep Ngeblog Anti HIV Bapak Blogger Indonesia
Bila 3,2 Juta Blogger Turun Tangan Cegah HIV
Djenar: Teman-teman ODHIV Penulis Hebat
Oz Awards Indonesian Bloggers For AIDS Awareness
Siapa Tiga Penulis Pilihan AusAID

3 comments:

FAhriza said...

Mantap mas brow

Asaz said...

mas semoga contest nya jd juara

Siswanto said...

terima kasih :)